Kasus Harian Tertinggi Positif Covid-19 Muncul di Jakarta Hari Minggu Ini
Jika situasi ini berlanjut, Pemprov DKI bisa saja memutuskan menarik rem darurat dengan mencabut pelonggaran-pelonggaran yang berjalan dalam pembatasan sosial berskala besar masa transisi ini.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tambahan kasus baru positif Covid-19 di DKI Jakarta pada Minggu (12/7/2020) menjadi yang tertinggi dalam riwayat pendataan kasus harian, yakni mencapai 404 kasus. Angka rata-rata positif atau positivity rate melonjak dua kali lipat.
Angka rata-rata positif adalah jumlah kasus positif dibandingkan jumlah tes usap (swab) dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR). Selama ini, kasus memang terus bertambah, tetapi angka rata-rata positif berkisar 5 persen. ”Namun, hari ini, angka positivity rate itu menjadi 10,5 persen, melonjak dua kali lipat,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dalam keterangan yang diunggah di akun Youtube Pemprov DKI Jakarta, Minggu sore.
Sebagai catatan, kata Anies, kurun 4-10 Juni 2020, DKI menggelar tes usap PCR bagi 21.197 orang dengan angka rata-rata positif 4,4 persen. Pada 11-17 Juni, 27.091 orang dites dengan angka rata-rata positif 3,1 persen, kemudian pada 18-24 Juni 29.873 orang dites (3,7 persen), pada 25 Juni-1 Juli 31.085 orang dites (3,9 persen), dan 2-8 Juli 34.007 orang dites (4,8 persen).
Pemprov DKI harus lebih aktif melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk menyebarluaskan pesan penggunaan masker.
Anies menyebutkan, sejak pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi di DKI mulai 4 Juni, kluster positif Covid-19 terbesar otomatis tetap pasien rumah sakit dengan porsi 45,26 persen. Terbesar kedua adalah pasien yang berada di lingkungan tempat tinggal sebanyak 38 persen, ketiga di pasar (6,8 persen), dan keempat pekerja migran Indonesia (5,8 persen).
Namun, 66 persen orang yang ditemukan tertular virus korona baru merupakan orang tanpa gejala (OTG). ”Artinya, kalau saja mereka tidak kami datangi, tim puskesmas tidak melakukan pengujian, barangkali yang bersangkutan tidak pernah merasa membawa Covid-19. Inilah sebabnya mengapa kita harus ekstra hati-hati,” ujarnya.
Anies menambahkan, lonjakan angka rata-rata positif hari Minggu ini merupakan peringatan bagi semua agar tidak menganggap enteng penularan Covid-19. Mengenakan masker secara benar, kapan saja, di mana saja, dan dalam aktivitas apa saja tetap merupakan kunci. Selain itu, menjaga jarak aman dengan individu lain dan rajin mencuci tangan dengan sabun.
”Jangan sampai situasi ini jalan terus sehingga kita harus menarik rem darurat,” tutur Anies. Rem darurat merujuk pada penerapan kembali PSBB seperti sebelum masa transisi, yang berarti pelonggaran-pelonggaran seperti sekarang bisa dicabut lagi demi menekan penyebaran Covid-19.
Pelonggaran itu, antara lain, perkantoran bisa beroperasi lagi asal jumlah orang tidak melebihi 50 persen kapasitas gedung, konsumen restoran bisa makan di tempat dengan menjaga jarak aman, dan ojek daring boleh mengangkut penumpang lagi. Jika dicabut, kegiatan perekonomian, sosial, dan ibadah dikhawatirkan terhambat lagi.
Anies pun meminta masyarakat untuk tidak segan menegur sesama yang tidak menjalankan protokol kesehatan, termasuk jika jumlah orang di dalam ruang lebih dari 50 persen kapasitas. ”Jangan anggap ini sekadar urusan pemerintah. Ini urusan kita semua,” katanya.
Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyebutkan, penggunaan masker adalah kunci menekan pertambahan kasus Covid-19 sekaligus yang masih kerap diabaikan oleh banyak warga di Ibu Kota. Orang yang tidak menggunakan masker atau mengenakan secara tidak benar masih jamak dilihat di jalan atau lingkungan permukiman.
”Apakah pesannya tidak jalan? Namun, hasil studi memang menunjukkan mereka tidak merasa berisiko,” ujar Pandu. Survei daring Social Resilience Lab Nanyang Technological University (NTU) bekerja sama dengan Laporcovid19.org terhadap responden di DKI Jakarta, 29 Mei-20 Juni, menunjukkan, 54 persen responden menyatakan kemungkinan mereka tertular Covid-19 amat kecil.
Oleh karena itu, menurut Pandu, pendisiplinan yang lebih tegas dan efektif di seluruh wilayah diperlukan agar warga sadar pentingnya masker. Namun, langkah itu mesti disertai edukasi masif dan intens. Ia menyarankan Pemprov DKI lebih aktif melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk menyebarluaskan pesan penggunaan masker.
Di Jakarta Utara, sukarelawan yang tergabung dalam Relawan Indonesia Bersatu (RIB) menggelar tes cepat (rapid test) massal bagi 1.200 warga Kecamatan Penjaringan di Waduk Pluit, Minggu. ”Ini bertujuan memutus mata rantai penularan Covid-19 dan meringankan beban biaya masyarakat yang harus melakukan rapid test dengan biaya tinggi,” ujar Sandiaga Uno, Ketua RIB, dalam siaran pers tertulis.
Sandiaga menyebutkan, pihaknya berencana mengadakan tes cepat lagi di Tanjung Priok. Wali Kota Jakarta Utara Sigit Wijatmoko mengapresiasi langkah RIB sebagai bentuk kolaborasi masyarakat dengan Pemprov DKI.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dokter Agus Dwi Susanto, mengimbau masyarakat tetap waspada tetapi tidak sampai panik dalam merespons pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengamini kemungkinan penularan Covid-19 lewat udara (airborne) pada kondisi ruang tertutup, ramai, dan berventilasi kurang baik. WHO belum menyatakannya secara pasti.
Namun, Agus meminta publik untuk terus menjalankan protokol kesehatan, seperti penggunaan masker, pembatasan jarak, dan cuci tangan. Ia juga menyarankan ruang-ruang dipastikan berventilasi baik, antara lain dengan pembukaan jendela sesering mungkin.