Pelaku Kekerasan Seksual pada Anak Incar Anak-anak Jalanan
Aturan sehebat apa pun, tanpa situasi yang mendukung dari hulu, kita akan terus mengalami situasi seperti ini. Kita juga harus konsisten dalam mencekal orang-orang asing yang memiliki rekam jejak dalam kejahatan seksual.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Polda Metro Jaya menangkap FAC (65), warga negara Perancis, atas tuduhan eksploitasi seksual dan ekonomi terhadap anak di bawah umur. Polisi menemukan bukti 305 video yang diduga berasal dari 305 anak berbeda. Korban kebanyakan adalah anak jalanan.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sujana mengatakan, FAC merupakan child sex groomer yang beroperasi di hotel. Berdasarkan hasil penyelidikan, FAC menyamar sebagai fotografer dan mengajak anak-anak ke hotel dengan iming-iming pekerjaan sebagai foto model.
”Pelaku biasa berjalan-jalan mencari kerumunan anak-anak. Anak yang mau kemudian dibawa ke hotel, didandani agar menarik, difoto kemudian disetubuhi tersangka. Korban yang mau diberi imbalan mulai dari Rp 250.000 sampai dengan Rp 1 juta, sedangkan yang tidak ditempeleng dan ditendang,” kata Nana, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (9/7/2020).
Pelaku mendekorasi kamar hotel menyerupai studio. FAC tinggal di Hotel O selama Desember 2019-Februari 2020, Hotel L selama Februari-April 2020, dan Hotel PP selama April-Juni 2020. Ia juga merekam perbuatannya terhadap korban dalam bentuk video.
Sejumlah barang bukti yang diamankan, antara lain 21 pakaian untuk pemotretan dan perekaman video, 1 laptop, 6 kartu memori, 6 kamera, 2 flash kamera, paspor, dan sejumlah alat bantu seks.
Pelaku biasa berjalan-jalan mencari kerumunan anak-anak. Anak yang mau kemudian dibawa ke hotel, didandani agar menarik, difoto kemudian disetubuhi tersangka. Korban yang mau diberi imbalan, mulai dari Rp 250.000 sampai dengan Rp 1 juta, sedangkan yang tidak ditempeleng dan ditendang.
Berdasarkan penyelidikan, FAC adalah seorang pensiunan dan bisa sedikit berbahasa Indonesia di mana keterampilan ini digunakan ketika mengincar calon korban. Selama konferensi pers berlangsung, FAC tampak selalu menggelengkan kepala ketika polisi menyebutkan jumlah korban.
Sejauh ini, polisi sudah mengidentifikasi identitas 17 anak, antara lain AS (16), EH (14), SB (13), FL(16), NW (15), dan RT (16). ”Data imigrasi menunjukan dia sudah sering ke Indonesia sejak Februari 2015 dan selama ini dia sebagai turis,” ujar Nana.
Atas perbuatannya, FAC dikenai empat pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 mengenai perlindungan anak. Rinciannya adalah Pasal 81 jo 76D terkait perlindungan anak, Pasal 81 Ayat 5 jo 76D terkait persetubuhan terhadap anak di bawah umur dengan korban lebih dari satu anak, Pasal 82 jo 76E terkait pencabulan terhadap anak dibawah umur, serta Pasal 88 Jo 76 I terkait eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terhadap anak di bawah umur.
Ancaman hukuman terberat bagi FAC adalah hukuman mati ataupun hukuman penjara seumur hidup dan dapat dikenai tindakan kebiri kimia. Apabila FAC terbukti mendistribusikan konten yang melanggar kesusilaan, ia juga akan dikenai Pasal 27 Ayat 1 jo Pasal 45 UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menyebutkan, kasus ini menunjukan bahwa penting bagi seluruh pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, memperkuat pengawasan hotel, tempat penginapan, dan tempat hiburan. ”Ini juga pemantik agar orangtua dan masyarakat bekerja sama apabila ada gerak-gerik mencurigakan kita harus aware,” katanya.
Perlindungan anak
Menteri Sosial Juliari Batubara menuturkan, Kemensos siap menampung korban di beberapa balai di Jakarta. Selain itu, perlu upaya serius dan sinergi dari pihak terkait antara kepolisian, Kemensos, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan masyarakat untuk memperbaiki early warning system agar kasus serupa tidak terulang.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Harry Hikmat menambahkan, Kemensos telah melakukan sejumlah upaya untuk perlindungan anak di level keluarga dan komunitas. Salah satunya dengan melakukan kampanye nasional perlindungan anak bersama mitra, seperti Lembaga Perlindungan Anak Indonesia dan Komnas Perlindungan Anak.
”Tetapi, kasus besar yang melibatkan warga negara asing seperti ini tanggung jawab kita bersama betapa anak memiliki risiko besar untuk menjadi korban eksploitasi, kekerasan, dan pemerkosaan. Ini ternyata masih terjadi di indonesia,” kata Harry.
Menurut Komisioner KPAI Ai Maryati Solihah, Kemensos juga perlu memperbaiki sinergi dengan pemerintah daerah. Ini agar early warning system tetap bisa berjalan ketika diterapkan kepada anak jalanan yang biasanya tidak memiliki orangtua atau keluarga.
”Aturan sehebat apa pun, tanpa situasi yang mendukung dari hulu, kita akan terus mengalami situasi seperti ini. Kita juga harus konsisten dalam mencekal orang-orang asing yang memiliki rekam jejak dalam kejahatan seksual,” ujarnya.
Aturan sehebat apa pun, tanpa situasi yang mendukung dari hulu, kita akan terus mengalami situasi seperti ini. Kita juga harus konsisten dalam mencekal orang-orang asing yang memiliki rekam jejak dalam kejahatan seksual.