Ketidakpedulian Berujung Ledakan Kasus Positif Covid-19
Di tengah kekhawatiran dan ketakutan tertular virus Covid-19, sejumlah warga RT 001 RW 014 merasa kesal dengan sejumlah warga lainnya yang masih beraktivitas normal tanpa patuh protokol di masa karantina lokal.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Ketidakpedulian sejumlah warga terhadap penyebaran virus Covid-19 dan ketidakpatuhan menjalankan protokol kesehatan secara ketat berakibat lonjakan kasus positif di RW 006 dan RW 014, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Sejak aturan pelaksanaaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dimulai pada 10 April hingga diperpanjang ke PSBB transisi pada 5 Juni, kemudian diperpanjang kembali pada 2 Juli, sejumlah wilayah di Jakarta masih ramai oleh aktivitas warga.
Upaya menekan penyebaran dan memutus mata rantai Covid-19 dinilai gagal karena lemahnya kedisiplinan warga dan ketidaktegasan pemerintah untuk menertibkan aktivitas warga di luar rumah. Akibatnya, jumlah kasus terkonfirmasi positif terus naik.
Seperti di RW 014 Jalan Kemandoran Pluis, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, aktivitas warga tetap berlangsung seperti hari biasa sebelum merebaknya pandemi Covid-19. Padahal sebagian wilayah Kemandoran Pluis, terutama RW 006 dan 014, dalam masa karantina lokal karena ditemukan 36 warga positif.
Aktivitas warga tetap berlangsung seperti hari biasa sebelum merebaknya pandemi Covid-19. Padahal sebagian wilayah Kemandoran Pluis, terutama RW 006 dan 014, dalam masa karantina lokal karena ditemukan 36 warga positif.
Meski tak seramai sebelum karantina lokal, anak-anak masih bebas berkeliaran bermain di luar rumah, berlari-lari, bermain sepeda, bahkan ada orangtua yang mengajak anaknya bermain layang-layang di depan tempat usaha pemotongan ayam. Padahal dari tempat usaha itu, ada satu pedagang yang positif Covid-19.
Sejumlah warga di Kampung Gelora 8 RT 001 yang berbatasan langsung dengan wilayah Jalan Kemandoran Pluis mengeluhkan keramaian dan aktivitas warga selama masa PSBB. Ketidakpedulian sejumlah warga itu membuat Agus Haryanto (39), warga RT 001 RW 014, tak habis pikir dengan sejumlah warga yang tetap nekat keluar rumah dan membiarkan anak kecil bermain.
”Itu kenapa enggak takut, ya? Ini saya takut setelah dengar kabar ada 30-an warga kampung kita positif. Kita di sini (RT 001 arah Gelora 8) sudah displin, rutin semprot disinfektan, dan tidak keluar dari gang kecuali penting banget, seperti sia-sia,” kata Agus yang sedang duduk di teras rumah mengawasi anaknya agar tak melompat dan lari bermain di luar rumah, Rabu (8/7/2020).
Warga Gelora 8, RT 001 lainnya, Sumyasudin (40), juga merasa kesal dengan sikap tak peduli sejumlah warga dan menilai aktivitas warga di wilayah Jalan Kemandoran Pluis berbahaya bagi warga kampung yang tinggal tak jauh dari daerah tersebut.
Masalahnya, akses jalan di gang-gang Kampung Gelora semua ditutup. Jadi, akses jalan harus melalui wilayah Jalan Kemandoran Pluis yang masih ramai oleh aktivitas warga.
”Kami di sini dari awal menerapkan PSBB hingga saat ini PSBB transisi. Para pemuda dan orang tua rajin semprot disinfektan. Sementara di seberang masih berakvitas. Ini jadi tidak efektif,” kata Sumyasudin.
Agus menambahkan, sejak awal ia meragukan dan merasa khawatir dengan pelonggaran PSBB karena kepatuhan protokol kesehatan tidak dijalankan secara ketat. Kekhawatiran itu menjadi kenyataan, kasus terkonformasi positif terus bertambah.
Agus sadar bahwa pandemi Covid-19 memukul berbagai sektor sehingga menggoyang perekonomian, termasuk bagi dirinya. Namun, permasalahan ekonomi tak sebanding jika melihat angka kematian yang tinggi akibat virus korona baru penyebab Covid-19. Ia pun semakin khawatir angka tersebut akan semakin tinggi di masa PSBB transisi.
”Setelah melihat kasus positif di sini. Saya jadi mikir, jangan sampai permasalahan ekonomi mengaburkan fakta-fakta jumlah kasus positif yang terus bertambah. Saya takut anak dan istri saya terpapar,” kata Agus.
Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, berpendapat, tidak masalah jika pemerintah mempersiapkan diri menyambut tatanan normal baru. Namun, ia meminta pemerintah pusat dan daerah memenuhi syarat dulu sebelum menerapkan kebijakan normal baru.
Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, berpendapat, tidak masalah jika pemerintah mempersiapkan diri menyambut tatanan normal baru. Namun, ia meminta pemerintah pusat dan daerah memenuhi syarat dulu sebelum menerapkan kebijakan normal baru.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan enam syarat sebelum pemerintah menerapkan normal baru. Syarat tersebut, antara lain, memastikan penularan penyakit terkendali. Selanjutnya, sistem kesehatan bisa mendeteksi, menguji, mengisolasi, dan menangani tiap kasus serta melacak tiap kontak.
Selain itu, harus ada jaminan langkah pencegahan di lingkungan kerja, seperti menjaga jarak, cuci tangan, dan etika saat batuk; mencegah kasus impor Covid-19; serta memastikan warga memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam transisi ini.
”Kalau pemda menerapkan normal baru, sementara fasilitas kesehatan belum siap, harus bersiap menanggung peningkatan kasus,” kata Pandu (Kompas, 29/5/2020).
Sementara itu, Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, peningkatan jumlah kasus positif di Jabodetabek merupakan konsekuensi aturan PSBB transisi atau PSBB proporsional.
”Impitan dan tekanan ekonomi memang tak bisa dihindari lagi, tetapi bukan berarti beralih ke PSBB transisi atau proporsional artinya kondisi sudah aman. Justru di masa seperti ini kewaspadaan harus semakin tinggi dan risiko penularan masih tinggi. Masyarakat mengartikan PSBB transisi ke arah normal atau aman sehingga protokol kesehatan tak dipatuhi,” kata Tri, (Kompas, 7/7/2020).
Tri menilai, masih tingginya jumlah kasus positif Covid-19 karena tes kesehatan yang semakin gencar dilakukan pemerintah daerah setempat. Namun, di sisi lain, kesadaran masyarakat untuk patuh pada protokol kesehatan masa PSBB sangat rendah.
”Perjuangan kita masih lama terkait pandemi Covid-19. Jika tidak dari diri sendiri untuk menjaga dan patuh protokol kesehatan, kita sulit lepas dari pandemi ini,” lanjut Tri.