Kepala Desa di Tangerang Terlibat Mafia Tanah, Rugikan Korban Rp 5,5 M
Mengaku pemilik tanah warisan seluas 5,5 hektar, oknum Kepala Desa Lengkong Kulon di Pagedangan, Kabupaten Tangerang, menjaring korban untuk membeli tanah tersebut senilai Rp 5,5 miliar.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Desa Lengkong Kulon, Pagedangan, Kabupaten Tangerang, terlibat praktik mafia tanah dengan memalsukan 22 buku akta jual beli tanah. Perbuatannya diduga mengakibatkan salah satu korban merugi hingga Rp 5,5 miliar.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara Ajun Komisaris Besar Aries Andi mengatakan, kasus penipuan oleh kepala desa MP (46) erat kaitannya dengan praktik mafia tanah. MP pada 2013 menjual beberapa bidang tanah kepada korban BSH dengan luas keseluruhan mencapai 5,5 hektar di wilayah Desa Lengkong Kulon, Pagedangan.
”Tanah itu oleh tersangka diakui sebagai tanah warisan orangtua dan merasa memiliki hak untuk menawarkan tanah tersebut. Untuk memperlancar proses jual beli, tersangka menjanjikan akan mengurus dokumen tanah tersebut,” kata Aries, di Jakarta Utara, Kamis (9/7/2020).
MP kemudian bekerja sama dengan tiga tersangka lain, yakni RW (55), S (53), dan W (58), untuk memperlancar penerbitan akta jual beli tanah. Tiga tersangka itu ada yang berprofesi sebagai aparatur sipil negara dan staf pejabat pembuat akta tanah (PPAT) yang memiliki keahlian dalam membuat akta jual beli sehingga dokumen yang terbit terlihat seperti dokumen asli.
”Produknya (akta jual beli) asli, cuma tidak terdaftar. Jadi, yang dipalsukan itu tanda tangan pejabat PPAT,” ujar Aries.
Kejahatan para pelaku kemudian terungkap pada 2016 setelah korban memasang plang tanda hak milik di tanah tersebut. Plang itu kemudian dicabut sendiri oleh tersangka MP untuk menutupi perbuatannya menjual tanah yang bukan miliknya.
Korban kemudian menghimpun informasi dari warga sekitar dan mendapat kabar bahwa tanah itu bukan milik MP. Akta jual beli tanah yang diberikan kepada korban juga fiktif.
”BSH kemudian melapor kepada kami dan dari hasil penyelidikan diketahui perbuatan MP termasuk tindak pidana penipuan dan pemalsuan. Korban merugi Rp 5,5 miliar,” ujar Aries.
Di rumah korban
Aries menambahkan, kasus ini ditangani Polres Metro Jakarta Utara lantaran proses negosiasi jual beli tanah dilakukan di rumah korban di Sunter, Jakarta Utara. MP dan tiga tersangka lain juga menerima uang penjualan di rumah korban.
Akibat perbuatan itu, para tersangka dijerat dengan Pasal 261 Ayat 1 dan Ayat 2, Pasal 378, Pasal 372 juncto 55 Ayat 1, Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penipuan dan pemalsuan surat. Mereka terancam hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun.
Dari hasil penyidikan polisi, sejauh ini baru ada satu korban yang melapor terkait peristiwa penipuan dan pemalsuan surat oleh MP dan rekan-rekannya. Polisi masih melakukan pendalaman untuk mencari tahu kemungkinan masih ada tindak pidana serupa atau korban lain dari perbuatan mereka.
”Sampai sekarang baru satu laporan. Kami masih terus melakukan pendalaman,” ujar Aries.
Sampai sekarang baru satu laporan. Kami masih terus melakukan pendalaman. (Aries Andi)
Kasus mafia tanah juga sebelumnya dibongkar Polda Metro Jaya pada awal Maret 2020. Mafia tanah berupa sindikat itu melibatkan laki-laki berinisial AF, yang memalsukan sertifikat tanah ayahnya karena diduga terdorong kecanduan pada narkoba, (Kompas, 4/3/2020).
”Awal mulanya, ada seorang anak inisial AF mencuri satu sertifikat tanah dari brankas ayahnya. Kami dalami, yang bersangkutan ada ketergantungan narkoba,” ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Yusri mengatakan, AF ingin memanfaatkan sertifikat tanah untuk mendapatkan uang sehingga bekerja sama dengan sindikat mafia tanah guna menjadikan properti di Cipete, Jakarta Selatan. Ia pun berkomplot dengan FT, pegawainya, dan SW, spesialis pembuatan dokumen-dokumen palsu.
AF kemudian mencari orang yang berpura-pura sebagai orangtuanya. Kemudian, ada KS sebagai figur ayahnya dan Y sebagai figur ibunya.