MRT Jakarta Menatap Pembangunan Kota Berbasis Stasiun
Setelah satu tahun beroperasi, PT MRT Jakarta segera mengembangkan KBT di lima titik simpul stasiun. Tiga di antaranya sudah terbit pergubnya.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT MRT Jakarta memastikan segera membangun dan mengelola kawasan berorientasi transit atau KBT atau transit oriented development di tiga kawasan. Langkah itu dipastikan setelah MRT Jakarta ditugaskan mengelola KBT dan juga setelah peraturan gubernur yang mengatur panduan rancang kota atau PRK di tiga kawasan itu sudah terbit.
Saat ini, peraturan gubernur tentang PRK sudah terbit. Dari lima KBT yang disebut di Pasal 3, sudah ada tiga pergub yang terbit, yaitu Pergub No 55/2020 tentang PRK kawasan Blok M-Sisingamangaraja ASEAN, Pergub No 56/2002 tentang PRK kawasan Fatmawati, dan Pergub No 57/2020 tentang PRK kawasan Lebak Bulus. ”Kami masih menunggu dua pergub lagi,” kata William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, dalam forum jurnalis MRT Jakarta yang digelar secara daring, Kamis (2/7/2020).
Untuk bisa membangun dan mengelola KBT, William melanjutkan, PT MRT Jakarta tengah berproses membentuk anak perusahaan. Anak perusahaan yang bernama PT Integrasi Transit Jakarta (ITJ) itu yang akan menjadi perpanjangan tangan PT MRT Jakarta dalam mengoordinasikan dan membangun KBT atau TOD itu. Ditargetkan pada Juli ini, proses pendirian ITJ tuntas.
Haris Mohammadun, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) yang dihubungi terpisah menjelaskan, langkah pengembangan KBT di titik-titik simpul transit, seperti stasiun MRT Jakarta, adalah langkah baik.
Haris menjelaskan, hingga sebelum ada pandemi Covid-19, operator angkutan umum ada di zona aman dengan menggantungkan pada subsidi Pemprov DKI Jakarta. Akibatnya, potensi pendapatan atau revenue perusahaan dari aspek non fare box (NFB) atau nontiket belum maksimal tergali.
Saat ini, dengan adanya pandemi, APBD DKI Jakarta sudah terkontraksi hingga 50 persen yang berpotensi mengurangi besaran subsidi angkutan umum. Sementara di sisi lain, layanan angkutan umum harus terus berjalan meski biaya operasional naik karena operator harus menyediakan desinfektan hingga thermal screen, juga ditambah dengan adanya kebijakan physical distancing yang sangat memengaruhi jumlah penumpang.
APBD DKI Jakarta sudah terkontraksi hingga 50 persen yang berpotensi mengurangi besaran subsidi angkutan umum.
”Maka, pengembangan KBT bisa dilakukan untuk menggali potensi pendapatan perusahaan dari aspek NFB,” kata Haris.
Ia mencontohkan, operator metro atau kereta perkotaan di kota-kota besar dunia sudah melakukan itu. Contohnya di MTR Hong Kong yang banyak mengembangkan NFB dari pengembangan rel, properti, dan stasiun.
”Saya kira MRT Jakarta bisa mengadopsi langkah MTR Hong Kong itu untuk meningkatkan pendapatan dari aspek NFB,” ujar Haris.
William menjelaskan, terkait pengembangan KBT, hal itu memungkinkan. Itu karena di sekitar stasiun MRT Jakarta saat ini kepadatan bangunan masih rendah. Berkaca pada KBT di kota-kota besar, seperti Singapura, Hong Kong, London, juga Tokyo, maka di semua stasiun metro akan memiliki kepadatan tinggi.
Untuk itu, Haris menambahkan, pada saat PT MRT Jakarta tengah menuntaskan proses pendirian anak perusahaan yang nantinya akan menjadi eksekutor secara business to business dalam pengembangan KBT, Pemprov DKI Jakarta harus segera menerbitkan regulasi pendukung. Ia mencontohkan, untuk pengembangan KBT dari aspek properti atau pemanfaatan lahan, akan diperlukan regulasi terkait koefisien lantai bangunan (KLB).
Regenerasi kawasan perkotaan
Dengan melihat pada kota-kota besar itu, PT MRT Jakarta sudah menyiapkan konsep pengembangan KBT di tiga titik simpul itu. Dengan menghitung adanya perkembangan dan perubahan 10-20 tahun ke depan, termasuk juga jumlah penumpang, maka KBT dibangun dengan cara membangun vertikal atau ke atas.
KBT, imbuh William, juga diharapkan bisa menjadi urban regeneration atau regenerasi kawasan perkotaan, yaitu bahwa pembangunan tidak lagi tersentralisasi di pusat kota, tetapi di kawasan stasiun-stasiun.
KBT Blok M-ASEAN, lanjut William, akan mengambil tema green creative hub di areal seluas 470.000 meter persegi. Disebutkan, di KBT itu akan ada area pengembangan campuran untuk meningkatkan area produktif di Blok M sehingga memberikan nilai investasi dan ekonomi yang lebih tinggi daripada bangunan fungsi tunggal.
Kemudian di KBT Fatmawati, karena stasiun ini adalah stasiun layang, tema yang dikembangkan adalah ruang atas yang dinamis. KBT di titik simpul ini dikembangkan di area seluas 460.000 meter persegi.
Sementara di KBT Lebak Bulus, karena terletak di ujung koridor, akan dikembangkan sebagai KBT gerbang suar Jakarta. Di sini area pengembangan ada di kawasan seluas 200.000 meter persegi.