Pengelola Telusuri Pembuang Limbah Medis Diduga Bekas Penanganan Covid-19 di TPA Sumur Batu
UPTD TPA Sumur Batu tengah menelusuri limbah medis diduga bekas penanganan Covid-19. Sampah itu diduga kerjaan oknum sopir pengangkut sampah.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Unit Pelaksana Teknis Daerah Tempat Pembuangan Akhir atau UPTD TPA Sumur Batu, Kota Bekasi, tengah menelusuri limbah medis diduga bekas penanganan Covid-19 yang ditemukan di TPA itu. Limbah medis yang dibuang ke TPA tersebut diduga merupakan ulah dari oknum tertentu yang selama ini mengangkut sampah ke TPA Sumur Batu.
”Limbah medis ada, tetapi di luar kendali UPTD TPA Sumur Batu. Artinya, limbah medis itu dihadirkan dari pemborong yang menyimpan di zona tidak aktif,” kata Kepala UPTD TPA Sumur Batu Ulfa Masropah, Rabu (1/7/2020), di Bekasi.
Ulfa mengatakan, zona tidak aktif merupakan zona yang tak lagi dimanfaatkan untuk membuang sampah. Zona tak aktif selama ini digunakan pengepul untuk memroses barang bekas yang masih bernilai ekonomi yang dikumpulkan pemulung dari zona aktif. Adapun limbah medis tidak dikumpulkan dari zona aktif, tetapi diambil langsung dari sumber pertama.
Ulfa tidak menampik adanya kemungkinan limbah medis itu lolos dari pantauan saat diangkut truk sampah dari berbagai TPS di Kota Bekasi. Sebab, meski saat tiba di TPA ada penimbangan berat sampah, tidak semua sampah diperiksa detail oleh petugas.
”Saya mengharapkan kepada semua sopir yang datang untuk menyortir barang-barang yang masuk ke dalam TPA. Di TPA ada timbangan untuk mengetahui volume dan jenis sampah. Tetapi, memang tidak semua sampah diketahui oleh TPA,” katanya.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menambahkan, sampah di Sumur Batu merupakan sampah yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi. Namun, limbah medis itu, terutama masker, bisa saja berasal dari warga biasa.
”Yang kami khawatirkan itu masker bekas yang dipakai tim survei untuk mengecek orang dalam pemantauan, pasien dalam pengawasan. Mestinya harus ada penghancuran menggunakan insinerator,” kata Rahmat.
Rahmat menambahkan, Kota Bekasi tidak memiliki fasilitas pemrosesan akhir limbah medis. Jadi, selama ini Pemerintah Kota Bekasi bekerja sama dengan pengelola pemusnahan limbah medis di Kabupaten Karawang.
Ketua DPRD Kota Bekasi Choiruman Juwono Putro, dihubungi secara terpisah, mendesak Pemerintah Kota Bekasi mengusut tuntas pembuang limbah medis itu. Sebab, sejak awal, Gugus Tugas Covid-19 Kota Bekasi sudah mengingatkan potensi meningkatnya sampah medis di masa pandemi Covid-19.
”Limbah medis ini bukan hanya dari fasilitas kesehatan, melainkan juga dari masyarakat. Jadi, potensi munculnya limbah medis di masyarakat itu pasti meningkat,” katanya.
Limbah medis ini bukan hanya dari fasilitas kesehatan, melainkan juga dari masyarakat. Jadi, potensi munculnya limbah medis di masyarakat itu pasti meningkat. (Choiruman Juwono Putro)
Choiruman mendesak Dinas Kesehatan Kota Bekasi untuk memantau rumah sakit, klinik, dan puskesmas untuk mengawasi proses pengelolaan limbah medis. Limbah dari berbagai fasilitas kesehatan itu harus masuk dalam kategori bahan beracun dan berbahaya (B3) yang membutuhkan proses pengelolaan khusus.
”Harus ditelusuri juga dari mana limbah medis di TPA itu muncul. Dan, jika ditemukan pelaku pembuangannya, harus dijatuhi sanksi,” ujarnya.