Pelonggaran aktivitas publik seharusnya diikuti ketatnya sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan. Sebab, pandemi Covid-19 belum akan berakhir dalam waktu dekat.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman Jakarta Raya menyarankan perubahan peraturan gubernur tentang sanksi pelanggaran pembatasan sosial berskala besar menjadi peraturan daerah. Tujuannya supaya penegakan sanksi semakin ketat dan ada kekuatan hukum terkait pendapatan negara bukan pajak.
Ketentuan sanksi itu tercantum dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta telah menerima pembayaran denda sebesar Rp 370,460 juta. Denda sejak awal penerapan hingga 28 Juni itu, antara lain, berasal dari perkantoran, rumah makan, tempat fotokopi, bengkel, jasa perbaikan, pertokoan, dan tempat rekreasi luar ruangan.
Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho, Selasa (30/6/2020), menuturkan, selama ini penegakan sanksi berlangsung lebih persuasif dan sistemik, misalnya melalui pos penyekatan, penutupan area pelayanan publik, dan pembatasan jam operasional.
Namun, upaya persuasif itu perlahan tiada seiring pembatasan sosial berskala besar transisi. Padahal, pelonggaran aktivitas publik rentan terhadap pelanggaran protokol kesehatan yang berpotensi pada kluster-kluster baru kasus positif Covid-19. ”Upaya itu (penegakan persuasif) ditiadakan perlahan. Seharusnya sanksi semakin ketat seiring pelonggaran karena pandemi belum akan berakhir. Selain sosialisasi terus-menerus, harus ada penegakan secara personal terhadap pelanggar,” ujar Teguh.
Ombudsman Jakarta Raya menyarankan sebaiknya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 41 Tahun 2020 diubah menjadi peraturan daerah. Tujuannya supaya penerimaan denda tidak menjadi permasalahan di kemudian hari dan memperkuat penegakan sanksi.
Mengapa uang denda bisa menjadi masalah? Menurut Teguh, peraturan gubernur hanya menjelaskan tata laksana suatu kebijakan. Apabila ada sanksi, bentuknya harus dalam peraturan daerah karena merupakan hasil permufakatan antara pemerintah dan warga.
”Denda tersebut masuk ke Pemprov DKI Jakarta sebagai apa? Kalau peraturan daerah memungkinkan adanya sanksi, termasuk pengaturan tentang denda dalam sanksi sebagai bagian dari penerimaan negara bukan pajak,” katanya.
Bagaimana substansi peraturan gubernur tersebut? Teguh mengatakan, substansi peraturan gubernur tersebut sudah memadai untuk dijadikan peraturan daerah sehingga nantinya aparat penegak punya landasan hukum yang kuat. Di sini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta menjalankan perannya untuk membahas hal itu bersama Pemprov DKI Jakarta.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti saat konferensi pers melalui Youtube Pemprov DKI Jakarta, Senin (29/6/2020), mengatakan, Pemprov DKI Jakarta menyegel tempat usaha, seperti bar dan griya, pijat untuk sementara waktu karena melanggar ketentuan peraturan gubernur. ”Penutupan dilakukan di lokasi yang seharusnya belum boleh membuka aktivitas,” katanya.
Pemprov DKI Jakarta akan terus melakukan pengawasan pelanggaran di mal, obyek wisata, pasar, tempat pemeriksaan surat izin keluar masuk bersama dengan tim terpadu satuan kerja perangkat daerah.