Kota Bekasi, tak benar-benar berbeda di masa adaptasi normal baru. Penguatan peran RT dan RW sebagai tumpuan sosialisasi protokol Covid-19 belum sepenuhnya menyadarkan warga mematuhi protokol kesehatan Covid-19.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
Kondisi lalu lintas di sejumlah ruas jalan utama di Kota Bekasi tak lagi sepi seperti pada masa pembatasan sosial berskala besar. Menjelang matahari terbenam, ruas-ruas jalan utama di kota itu kian padat. Deru mesin kendaraan bermotor membuat kota itu kian bising.
Adaptasi tatanan normal baru yang digaungkan pemerintah daerah Kota Bekasi pada akhir Mei 2020 telah mengembalikan aktivitas warga. Tak ada yang benar-benar berbeda di jalan-jalan utama Kota Bekasi selain masker yang masih melekat di wajah setiap pengendara yang melintas. Itu pun tak semua, lantaran masih ada pengendara yang melenggang bebas tanpa mengenakan masker.
Pada Senin (29/6/2020) malam, di sela-sela kepadatan lalu lintas di Jalan Mayor Oking, Bekasi Timur, para pedagang kaki lima tampak antusias menggelar dagangannya di tepi jalan. Kehadiran mereka kian menambah keramaian di ruas jalan tersebut.
Para pedagang kuliner saat melayani pelanggan, ada yang masih mematuhi protokol kesehatan terutama masker. Namun, saat mengemas pesanan pelanggan, seperti soto, martabak, ataupun kuliner lain, mereka tak menggenakan sarung tangan.
”Sudah tiga minggu kembali jualan. Alhamdullilah, sekarang mulai ramai. Setiap malam bisa lebih dari 30 puluh pelanggan," ujar Budi (40), salah satu pedagang martabak di Jalan Mayor Oking.
Pemeritah Kota Bekasi sejak awal Juni 2020, secara perlahan telah membuka kembali aktivitas usaha warga, mulai rumah makan, restoran, pusat perbelanjaan, hiburan kepariwisataan, hingga perhotelan. Pemerintah daerah setempat juga secara tegas mengingatkan pelaku usaha untuk mematuhi protokol kesehatan jika tak ingin mendapat sanksi, baik berupa teguran tertulis hingga sanksi terberat berupa penutupan tempat usaha.
Namun, dalam aktivitas keseharian masyarakat pelanggaran terhadap protokol kesehatan marak terjadi. Pengawasan dari pemerintah terhadap protokol pencegahan Covid-19 juga minim.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, saat ditemui di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, menilai daerah itu sudah masuk zona hijau. Ini didasarkan pada nihilnya angka kematian akibat Covid-19 sejak 26 Mei 2020.
”PSBB sudah kami longgarkan, sudah adaptasi. Artinya PSBB-nya sudah selesai, sekarang adaptasi,” kata Rahmat.
PSBB sudah kami longgarkan, sudah adaptasi. Artinya PSBB-nya sudah selesai, sekarang adaptasi.
Data dari laman Corona.bekasikota.go.id, jumlah kasus positif Covid-19 yang masih dirawat ada 13 orang. Adapun pasien yang dinyatakan sembuh sebanyak 338 orang dan yang meninggal 34 orang. Sementara mereka yang meninggal dengan kategori penyakit khusus (dimakamkan sesuai protokol Covid-19) sebanyak 186 orang.
Tanggung jawab RT/RW
Rahmat menambahkan, pada masa adaptasi normal baru, sosialisasi kepatuhan warga diperkuat di tingkat RT dan RW dengan konsep RW siaga. Peran RT dan RW juga akan diperluas untuk pemberdayaan ekonomi dan menekan angka kriminalitas sebagai dampak sosial dari Covid-19.
Sejumlah pengurus RW tak keberatan dengan kebijakan Pemerintah Kota Bekasi memperkuat RT dan RW sebagai tumpuan melawan Covid-19. Namun, sejak masa adaptasi normal baru, tak ada petunjuk teknis pelaksanaan sosialiasi protokol kesehatan kepada RT dan RW.
”Saya tidak merasa berat dengan tugas ini, meskipun para ketua RT ada yang mengeluh. Kebetulan honor RT tahun ini belum ada sama sekali,” kata Samsudin, Ketua RW 011, Kelurahan Jati Mekar, Kecamatan Jatiasih.
Di wilayah RW 001 Kelurahan Sumur Batu, Bantargebang, pengurus RW setempat juga mengakui kalau tak ada fasilitas apa pun yang disiapkan pemerintah saat menjadikan RT dan RW sebagai tumpuan sosialiasi kepatuhan terhadap protokol kesehatan. Meski demikian, mereka tetap menyosialisasikan kepada warga untuk mematuhi protokol kesehatan, terutama dalam pertemuan keagamaan.
”Dari pemerintah juga kalau bisa, kami diberikan fasilitas pendukung, salah satunya masker. Jadi, selain sosialisasi, sekaligus kami berikan masker ketika bertemu warga yang tidak pakai masker,” ujar Kiman, Ketua RW 001, Kelurahan Sumur Batu.
Kembali ke pribadi
Pengamat sosial dari Institute Bisnis Muhammadiyah Bekasi, Hamluddin, menilai prioritas utama adaptasi normal baru dari pemerintah itu, yakni pemulihan sektor ekonomi. Prioritas ini pula yang menuntut warga untuk kembali ke aktivitas awal dengan tetap mematuhi protokol pencegahan Covid-19.
”Persepsi masyarakat ketika diarahkan ke normal baru tidak bisa dimungkiri bahwa sebagian masyarakat beranggapan kalau kehidupan sudah kembali bebas. Apalagi dengan adanya informasi kalau Kota Bekasi sudah aman (tak ada kematian akibat Covid-19), ini menguatkan kelompok masyarakat yang punya persepsi kalau semua sudah normal,” ujarnya.
Persepsi masyarakat ketika diarahkan ke normal baru tidak bisa dimungkiri bahwa sebagian masyarakat beranggapan kalau kehidupan sudah kembali bebas.
Pemerintah juga dinilai sulit untuk setiap saat dapat mengawasi kepatuhan warga terhadap protokol Covid-19. Kepatuhan terhadap protokol kesehatan hanya akan berjalan baik di sektor formal, misalnya perkantoran, perusahaan, dan pusat perbelanjaan. Sebab, di sektor itu, ada kesadaran di tingkat organisasi untuk melindungi korporasi atau perusahaannya.
Di sektor informal, warga dinilai tidak lagi memperhitungkan risiko Covid-19, karena kesadaran tergantung pada setiap individu. Pada akhirnya, adaptasi normal baru bergantung pada kesadaran setiap warga untuk mematuhi protokol kesehatan.
”Situasi ini akan memunculkan polarisasi di masyarakat antara mereka yang patuh dan tidak patuh. Ini akan berpotensi memunculkan konflik sosial karena secara psikologis orang yang patuh akan terus membentengi dirinya untuk tidak tertular. Tentu polarisasi ini akan berpengaruh pada interaksi sosial masyarakat,” ujar Hamluddin.
Adaptasi normal baru yang kian mengarah pada kesadaran setiap orang untuk mematuhi protokol kesehatan, langkah dari pemerintah tak cukup hanya dengan sosialisasi dan edukasi. Infrastruktur penunjang kehidupan sosial pada masa adaptasi normal baru perlu dipersiapkan pemerintah.
Sektor-sektor usaha informal harus didorong agar perlahan berpindah ke sistem usaha berbasis teknologi daring. Mobilitas sosial warga tak bisa dibendung selama tak semua pemenuhan kebutuhan warga didukung infrastruktur, terutama ketersediaan teknologi yang memadai.