Integrasi Sistem Tiket dan Tarif Ditargetkan Terwujud Juni 2021
Setelah aspek penataan stasiun untuk mewujudkan integrasi fisik antarmoda, selanjutnya yang segera digarap oleh MITJ adalah integrasi sistem tiket dan tarif angkutan umum di Jabodetabek.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah proses penataan kawasan stasiun untuk mengintegrasikan beberapa moda angkutan dan rute dikerjakan, PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek kini mulai merambah integrasi sistem pembayaran. Itu dilakukan dengan penandatanganan perjanjian atau head of agreement penyelenggaraan sistem integrasi pembayaran antarmoda transportasi.
Direktur Utama PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (PT MITJ) Tuhiyat, setelah acara penandatanganan head of agreement (HoA) di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (30/6/2020), menjelaskan, untuk integrasi itu ada sejumlah dimensi yang akan diintegrasikan. Dimensi yang diintegrasikan ialah antarmoda angkutan berbasis rel dan berbasis jalan atau integrasi fisik angkutan.
Itu dilakukan melalui penataan kawasan stasiun. Dua pekan lalu, hasil penataan tahap satu sudah selesai dan akan dilanjutkan dengan penataan tahap dua.
Kedua adalah integrasi kelembagaan, yang diwujudkan dengan pembentukan anak perusahaan gabungan PT MRT Jakarta dan PT KAI sehingga terbentuklah PT MITJ yang akan mengelola integrasi itu. Setelah dua integrasi itu terwujud, selanjutnya yang akan dikerjakan adalah pengintegrasian sistem pembayaran yang meliputi integrasi tarif dan tiket.
Untuk bisa mewujudkan integrasi tarif dan tiket itulah penandatanganan HoA antara PT MRT Jakarta, PT Transportasi Jakarta, PT MITJ, dan PT Jakarta Propertindo dilakukan. Para pihak bersepakat untuk bekerja sama dalam menyelenggarakan sistem integrasi pembayaran antarmoda transportasi.
Adapun kerja sama antarpihak dituangkan dalam HoA Penyelenggaraan Sistem Integrasi Pembayaran Antarmoda Transportasi. Dalam perjanjian tersebut juga disepakati bahwa akan dibentuk perusahaan patungan, yakni tiga BUMD DKI (MRTJ, TJ, dan JAKPRO) masing-masing memiliki saham sebesar 20 persen, sedangkan PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (joint venture atau gabungan antara PT Kereta Api Indonesia dan PT MRT Jakarta) memiliki saham sebesar 40 persen.
Perusahaan patungan yang baru ini akan menunjuk konsultan untuk melakukan studi terkait sistem integrasi pembayaran antarmoda yang paling tepat bagi Jabodetabek. Selanjutnya, perusahaan patungan juga akan memilih partner strategis, yang akan bekerja sama dengan perusahaan patungan dalam mewujudkan integrasi pembayaran antarmoda transportasi. Nantinya integrasi ini akan menggunakan metode electronic fare collection (EFC).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, saat acara penandatanganan HoA yang dihadiri, antara lain Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo, Dirut MRTJ William P Sabandar, Dirut TJ Sardjono Jhony Tjitrokusumo, dan Dirut JAKPRO Dwi Wahyu Daryoto, Direktur Utama PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek Tuhiyat, dan pejabat Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian Perhubungan, mengatakan bahwa integrasi tarif dan tiket itu ditargetkan sudah bisa diimplementasikan selambatnya Juni 2021.
Anies juga berharap agar integrasi ini mampu mewujudkan subsidi yang lebih tepat sasaran. ”Diharapkan dengan penerapan teknologi terkini, pemerintah akan mampu mengubah subsidi barang (tiket) menjadi subsidi orang. Nantinya, hanya mereka yang memerlukan dan relevan saja, termasuk di antaranya pelajar, guru, buruh, warga senior, dan veteran, yang akan mendapatkan subsidi,” katanya.
Pengintegrasian tarif dan tiket itu diharapkan juga membuat perjalanan orang menjadi lebih mudah, bahkan mendorong peningkatan jumlah perjalanan dengan menggunakan angkutan umum. Saat ini saja, sebagai gambaran, saat sebelum ada pandemi Covid-19, total penggunaan angkutan umum baik MRTJ, LRTJ, KRL, Transjakarta, dan moda lainnya sudah sekitar 2,2 juta pengguna per hari.
Artinya, dengan adanya integrasi yang memudahkan diharapkan akan terjadi peningkatan penggunaan angkutan umum. Mengacu pada Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ), integrasi ini diharapkan juga untuk mendukung angka pengguna angkutan umum yang ditargetkan menjadi 60 persen pada 2030.
Saat PSBB, dengan adanya pembatasan kapasitas angkut, jumlah penumpang dari masing-masing moda angkutan menurun. Seperti MRTJ yang per hari bisa 100.000 penumpang menjadi hanya 4.000 per hari. Lalu Transjakarta yang saat normal bisa tembus 1 juta penumpang per hari, saat PSBB menjadi 41.000 orang.
KCI yang saat normal tanpa pandemi sudah mencapai 1,1 juta penumpang per hari, turun drastis. Namun, kini dengan PSBB transisi, penumpang harian MRT Jakarta naik mencapai 10.000, lalu Transjakarta naik menjadi rata-rata 105.000 pengguna per hari, dan Kereta Commuter Line mencapai rata-rata 877.000 per hari.
”Kita menyadari persis bahwa di kota megapolitan sebesar Jakarta tidak mungkin bila transportasi umum dikelola secara sendiri-sendiri. Pengelolaannya harus bisa diintegrasikan dan integrasi aspeknya dari aspek manajemen, integrasi aspek rute, integrasi ticketing. Bila tiga aspek itu terintegrasi, warga akan merasakan insentif menggunakan kendaraan umum daripada kendaraan pribadi,” kata Anies.
Tuhiyat menambahkan, menuju integrasi tarif dan tiket, saat ini PT MITJ sedang melakukan kajian konsep integrasi transportasi perkeretaapian pada lintas pelayanan Jabodetabek untuk memberikan layanan yang seamless kepada pengguna transportasi publik diperlukan integrasi pada enam dimensi, yaitu fisik, manajemen, layanan, pertiketan, penyediaan informasi, dan branding.
”Kerja sama ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan dimensi integrasi pertiketan,” ujarnya.