Roh Hari Bebas Kendaraan Bermotor Jakarta yang Kini Bergeser
Hari bebas kendaraan bermotor di 32 lokasi di Jakarta relatif berjalan baik. Namun, perluasan lokasi HBKB dengan alasan semata mengakomodasi warga berolahraga, khususnya bersepeda, dinilai bergeser dari tujuan awal HBKB.
Oleh
STEFANUS ATO/AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Kebijakan memindahkan pelaksanaan kegiatan hari bebas kendaraan bermotor atau HBKB di Jakarta ke 32 titik lokasi di luar Jalan Sudirman-MH Thamrin berhasil mengurai kerumunan warga. Namun, perluasan titik HBKB untuk memfasilitasi warga berolahraga dengan prioritas utama pesepeda dinilai telah bergeser dari semangat awal. Tujuan utama HBKB adalah memindahkan mobilitas warga dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Minggu (28/6/2020) pukul 06.00-09.00 menggelar HBKB di 32 lokasi di luar Jalan Sudirman-MH Thamrin. Kebijakan ini merupakan bagian dari hasil evaluasi atas ketidakpatuhan warga pada protokol pencegahan Covid-19 saat pelaksanaan HBKB perdana di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi DKI Jakarta pada 21 Juni 2020.
Dari tiga titik pantauan, di Jalan Gajah Mada (Jakarta Barat), Jalan Danau Tondano (Jakarta Pusat), dan Jalan Iskandar Muda (Jakarta Selatan), pada Minggu pagi, warga yang mengikuti HBKB relatif tertib, terutama kepatuhan untuk menjaga jarak. Kerumunan yang sempat terjadi pada HBKB 21 Juni 2020 tak terlihat.
Meski demikian, masih ada warga yang melanggar protokol kesehatan, terutama tak memakai masker, memakai masker tetapi tak menutupi mulut dan hidung, serta membawa anak kecil atau warga lansia. Sebagian anak-anak yang masih berusia di bawah 10 tahun pun melenggang bebas dengan sepeda di tiga titik pantauan itu.
Kepala Suku Dinas Perhubungan Kota Jakarta Barat Erwansyah saat dihubungi mengatakan, HBKB di delapan lokasi di Jakarta Barat sejatinya diprioritaskan bagi pesepeda. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memberi ruang bagi warga untuk berolahraga dengan berjalan kaki ataupun berlari. Di Jalan Gajah Mada, petugas membagi jalur itu menjadi dua lajur, yaitu lajur bagi pesepeda dan lajur pejalan kaki.
Erwansyah menilai warga cukup patuh menerapkan protokol pencegahan Covid-19 saat pelaksanaan HBKB di Jakarta Barat. Namun, masih ada sebagian warga yang melanggar protokol kesehatan, yaitu tak mengenakan masker dan membawa anak kecil.
”Tadi yang berkerumun pun kami imbau untuk terus bergerak. Yang masih jadi persoalan adalah warga yang membawa anak kecil. Ini memang agak sulit, tetapi akan jadi bahan evaluasi agar petugas lebih tegas,” ujarnya.
Tadi yang berkerumun pun kami imbau untuk terus bergerak. Yang masih jadi persoalan adalah warga yang membawa anak kecil. Ini memang agak sulit, tetapi akan jadi bahan evaluasi agar petugas lebih tegas.
Camat Kebayoran Lama Aroman Nimbang mengatakan, tingkat kepatuhan warga terhadap protokol kesehatan saat HBKB juga berjalan baik di wilayahnya. HBKB yang baru pertama kali digelar di wilayah Kebayoran Lama semata-semata untuk memberi kesempatan kepada warga Jakarta agar bisa berolahraga dengan catatan mematuhi protokol pencegahan Covid-19.
Menurut arsitek lanskap dan pegiat Kemitraan Kota Hijau, Nirwono Joga, perluasan HBKB di Jakarta untuk memfasilitasi warga berolahraga telah bergeser dari tujuan awal HBKB. Di seluruh dunia, termasuk di Jakarta, tujuan kebijakan HBKB untuk mengurangi penggunaan angkutan pribadi serta mendorong masyarakat beralih ke transportasi massal. Tujuan itu yang seharusnya menjadi landasan kebijakan pemerintah membatasi kawasan tertentu dari kendaraan bermotor pada hari-hari tertentu.
”Di New York (Amerika Serikat), misalnya, HBKB terjadi justru di Rabu. Puncak kesibukan di New York itu di Rabu. Jadi, HBKB diterapkan pada hari itu supaya di puncak kesibukan kota, orang dipaksa naik kendaraan umum,” ujarnya.
Sementara di Jakarta, sejak awal, mulai tahun 2005, HBKB diterapkan pada akhir pekan, terutama Sabtu dan Minggu, dengan tujuan mengampanyekan konsep HBKB. Akhir pekan dipilih dengan tujuan tidak menimbulkan resistensi, terutama untuk meminimalkan gelombang protes warga yang masih harus bekerja dan belum terbiasa dengan kebijakan HBKB.
”Jadi, saat kampanye HBKB memasuki tahun kelima, kami sudah mengusulkan untuk efektivitas orang berpindah ke transportasi publik. HBKB direncanakan berlaku pada hari kerja antara Senin dan Jumat. Kebijakan ini sudah disepakati di zaman Gubernur Fauzi Bowo yang kemudian diikuti pada zaman Gubernur Joko Widodo dengan kebijakan bersepeda di Jumat,” tutur Nirwono.
Menurut Nirwono, jika fokus pemerintah untuk memfasilitasi warga berolahraga, protokol kesehatan seharusnya diperkuat di ruang-ruang publik, seperti taman, kawasan hutan kota, dan pusat-pusat olahraga yang tersebar di Jakarta. Ruang publik itulah yang sejatinya menjadi tempat warga berolahraga tanpa mengganggu hak pengguna jalan.
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, kebijakan Pemerintah Provinsi DKI memindahkan HBKB ke 32 lokasi di luar Jalan Sudirman-Thamrin tidak menjamin warga tidak berkerumun. Justru, adanya pembatasan akses publik dengan prioritas pesepeda dinilai sebagai kebijakan yang diskriminatif.
”Hanya memberi akses kepada pesepeda tidak menyelesaikan masalah (potensi penularan Covid-19). Ini juga diskriminatif, karena baik pesepeda maupun pejalan kaki tetap sama-sama punya potensi melanggar protokol kesehatan,” ujar Tulus.
Hanya memberi akses kepada pesepeda tidak menyelesaikan masalah (potensi penularan Covid-19).