Mobil Milik SM Diduga Akan Dijual untuk Menghilangkan Bukti
Mobil milik SM ditemukan terparkir di Jalan Salak, Kota Depok, Jawa Barat. Mobil itu diduga akan dijual untuk menghilangkan bukti.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Mobil yang diduga milik SM (42), pelaku kejahatan seksual terhadap sedikitnya 20 anak misdinar Gereja Santo Herkulasnus, Depok, Jawa Barat, ditemukan hendak dijual. Mobil milik SM itu diduga akan dijual untuk menghilangkan barang bukti.
Kuasa hukum korban kasus kekerasan seksual di Depok, Azas Tigor Nainggolan, mengatakan, mobil tersangka SM ditemukan terparkir di tepi Jalan Salak, Depok 1, Kota Depok. Mobil tersebut hendak dijual.
”Mobil jenis Nissan Livina warna abu-abu metalik dengan diketahui milik SM, tersangka kasus kekerasan seksual. Minggu (28/6/2020) pagi, beberapa teman tim advokasi gereja untuk kasus kekerasan seksual anak-anak di Depok melihat mobil Nissan milik tersangka terparkir. Di bagian depan tertulis ’dijual’,” kata Tigor, Senin (29/6/2020).
Tigor mengatakan, mobil itu diyakini sering digunakan tersangka membawa anak-anak korban dan dijadikan tempat melaksanakan kejahatan seksual terhadap korbannya.
”Tindakan menjual mobil milik tersangka yang diyakini sering digunakan untuk melakukan tindak kejahatannya itu bisa jadi hendak menghilangkan barang bukti,” kata Tigor.
Atas temuan mobil milik tersangka tersebut, kata Tigor, mereka sudah melaporkan ke Kepolisian Resor Metro Depok. Untuk meyakinkan polisi, tim advokasi juga memberikan foto bukti mobil yang akan dijual.
”Penjualan mobil milik tersangka sesuatu harus dicegah. Kami berharap polisi Polres Depok segera mengambil langkah melakukan penyitaan terhadap mobil milik tersangka SM ini karena merupakan barang bukti tindak pidana,” kata Tigor.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Metro Komisaris Besar Aziz Andriansyah mengatakan, pihaknya masih menyelidiki dugaan mobil Nisan Livina milik tersangka SM.
”Kami lihat dulu, harus diselidiki dulu. Semua barang bukti dan juga perkara kasus kekerasan SM, masih kami selidiki. Nanti jika ada perkembangan pasti kami kabarin teman-teman,” kata Aziz.
Saat Kompas mengecek lokasi tempat penjualan mobil di Jalan Salak, mobil milik SM sudah tak terparkir lagi di sana. Tidak diketahui apakah mobil tersebut sudah terjual atau belum.
Sistematis dan terstruktur
Dari hasil investigasi dan pemetaan selama mendampingi para korban dan membongkar kasus ini, kata Tigor, kekerasan seksual oleh SM dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Posisi SM sebagai aktivis paroki dan pembimbing misdinar mengamankan dirinya sebagai predator yang berpakaian sebagai gembala.
”Pola pencabulan sistematis terstruktur yang membuat dia aman dan bebas bertahun-tahun, setidaknya sejak tahun 2000 memupuk dirinya sebagai gembala yang baik hati, pelindung, dan berbudi baik di Gereka Santo Herkulanus,” tutur Tigor.
Tigor menjelaskan, untuk melancarkan aksi pencabulannya, SM menggunakan modus mengajak rapat, bersih-bersih perpustakaan paroki, jalan-jalan, nonton film dan makan, bahkan kegiatan rohani misdinar.
Dalam melancarkan aksinya, SM memilih tempat di kamar ganti, WC, perpustakaan paroki, tempat kegiatan rohani, rumah orangtua SM, rumah korban, di mobil SM yang diparkir kompleks kampus UI serta tempat parkir sebuah rumah sakit di Depok.
Dalam melancarkan aksinya, SM memilih tempat di kamar ganti, WC, perpustakaan paroki, tempat kegiatan rohani, rumah orangtua SM, rumah korban, di mobil SM yang diparkir kompleks kampus UI serta tempat parkir sebuah rumah sakit di Depok.
Tigor menilai, upaya korban membongkar fakta sebagai korban pencabulan atau pemerkosaan oleh predator berpakaian gembala akan berhadapan dengan tembok tinggi dan kuat yang melindungi pakaian gembala yang dibelanjakan SM.
Ditambah lagi, kata Tigor, status SM sebagai seorang advokat, menambah pengurus paroki, umat, dan tentu anak-anak yang menjadi korban takut serta hati-hati terhadap SM. Beberapa umat mengatakan bahwa mereka takut karena SM seorang advokat yang mengerti hukum.
”Umat dan para korban jadi takut, cerita atau pengakuan para korban akan tidak mudah dipercaya, bahkan dicurigai memfitnah atau akan merusak institusi gereja. Nah, situasi ini tidak adil, anak-anak atau para korban justru diadili lagi, disalahkan lagi telah merusak, mempermalukan institusi gereja berani membongkar kasus bejat pencabulan yang dialaminya dari predator berpakaian gembala,” kata Tigor.
Namun, keterbukaan pihak gereja dan kegigihannya membongkar bahkan sampai membuat tim advokasi yang menginvestigasi internal kasus ini adalah langkah maju. Langkah baik ini jangan sampai surut oleh tindakan-tindakan tidak bertanggung jawab lain. Membela, melindungi, dan memastikan pelaku dihukum berat adalah satu-satunya cara mendukung para korban.