Membela Jalur Aman untuk Pesepeda
Kian ramainya pesepeda di jalanan Ibu Kota perlu didukung dengan jalur yang aman. Sayangnya, sejumlah jalur untuk sepeda belum cukup menjamin keamanan mereka saat lalu lalang di sekitar kota.
Masa pandemi Covid-19 belakangan ini memunculkan fenomena kegemaran bersepeda di Jakarta. Kegemaran ini tampak nyata dengan penggunaan sepeda di tepi jalan, taman kota, hingga kawasan perkantoran yang kian ramai setidaknya selama Juni 2020.
Euforia bersepeda itu pun kian mewabah dan memicu Taufiq Ihsan (46), warga Tomang, Jakarta Barat, untuk ikut-ikutan bersepeda. Pada Senin (29/6/2020), dia memilih bersepeda rute pendek dari kawasan Tomang menuju sebuah pasar di bilangan Cideng, Jakarta Pusat.
Dia yang mulanya menggebu-gebu saat berangkat kemudian kehilangan semangat secara perlahan. Lunturnya semangat itu lantaran jalur sepeda yang dia gunakan kerap diserobot pengendara motor. Dalam beberapa kondisi, pengendara mobil dan sepeda motor kerap mengokupasi jalur sepeda yang ada di sana.
”Kalau mau sepedaan di jalanan kota ternyata banyak berkorban perasaan. Jalannya lumayan berliku dan tidak selalu mudah. Mungkin kondisinya agak berbeda, ya, kalau di pusat kota,” ujarnya saat ditemui pada Senin siang.
Baca juga: ”Virus” Sepeda Mewabah di Jakarta
Hal yang dirasakan Taufiq mungkin mewakili ungkapan hati para pesepeda soal jalur sepeda di Jakarta. Kendati jalur sepeda telah dibuat sepanjang 63 kilometer sejak pertengahan 2019 silam, situasi ini tidak lantas menjamin keamanan saat bersepeda.
Adi Hidayat (26), pesepeda yang kerap melewati rute Blok M- Fatmawati di Jakarta Selatan, sering merasa ngeri saat melintas di jalur sepeda pada jam-jam padat kendaraan. Meski kini terpasang blokade pembatas non-permanen, ada saja pengendara yang menggeser blokade tersebut dengan kaki.
Pengalaman bersepeda Adi saat pandemi Covid-19 belakangan diselamatkan oleh sukarelawan penjaga jalur sepeda dari Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ). ”Kalau enggak ada relawan semacam itu, bersepeda di Jakarta kayaknya akan selalu diserobot oleh kendaraan bermotor, deh,” ucap Adi.
Serangkaian pengalaman Taufiq dan Adi menandai masih adanya kekhawatiran terhadap jalur sepeda yang aman. Apalagi, sejumlah kasus kecelakaan sepeda pernah terjadi di jalanan Ibu Kota. Kasus kecelakaan yang sempat ramai terjadi pada akhir Desember 2019, saat sejumlah pesepeda ditabrak mobil karena tidak melintas di jalur sepeda.
Baca juga: Pesepeda Korban Kecelakaan di Jalan Sudirman Tak Melintasi Jalur Sepeda
Julius Kusdwianartanto, pegiat sepeda dari komunitas Bike to Work Indonesia, juga berpandangan, sejumlah jalur sepeda masih membawa berbagai risiko kecelakaan. Risiko kecelakaan paling sering disebabkan oleh persinggungan pesepeda dengan kendaraan bermotor. Selain itu, kecelakaan juga disebabkan jalur sepeda yang penempatannya tidak aman.
Di masa pandemi Covid-19, pemerintah semestinya mengantisipasi kedua faktor penyebab risiko kecelakaan pada jalur sepeda. Jalur sepeda semestinya aman dari berbagai risiko kecelakaan. Julius pun mengapresiasi upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang belakangan menciptakan blokade semipermanen untuk jalur sepeda.
Meski demikian, pengamanan jalur sepeda harus merata di seluruh wilayah. Sejauh ini, dia hanya melihat pengamanan ketat di jalur Sudirman-Thamrin. Pengamanan justru longgar pada jalur sepeda di wilayah sudut kota.
”Pengamanan jalur sepeda itu sebaiknya merata hingga ke wilayah sudut kota. Tidak hanya terpusat di sekitar Sudirman-Thamrin. Jalur tambahan semacam pop-up bike lane ini ada baiknya terus diawasi sehingga tidak diterobos kendaraan bermotor,” ucap Julius.
Baca juga: Dorongan Lajur Sepeda Pop-up Tetap Ada, Bahkan Diperpanjang Durasinya
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyebut memang ada lonjakan jumlah pesepeda di Jakarta selama masa pandemi Covid-19. Dari survei Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, dia mengklaim jumlah pesepeda di jalanan meningkat sampai 1.000 persen.
Untuk menjaga keamanan pesepeda di tengah lonjakan itu, belakangan dibuat inisiatif untuk menambah jalur sepeda yang ada dengan jalur tambahan temporer (pop-up bike lane). Jalur ini dibatasi dengan blokade traffic cone di sisi kiri Jalan Sudirman-Thamrin selebar 1,5 meter. Jalur temporer ini terpasang untuk kedua arah ruas jalan sepanjang 7 kilometer.
Meski sudah ada jalur tambahan, Syafrin mengakui belum menerapkan hal serupa di jalur-jalur lain. Namun, dia memastikan penggunaan jalur sepeda mesti sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam regulasi ini, ada hierarki keselamatan pejalan kaki dan pesepeda yang mesti diutamakan.
Begitu pun di masa pandemi Covid-19, Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Masa Transisi berusaha memprioritaskan keselamatan pesepeda dan pejalan kaki. Pasal 21 Pergub ini menyebutkan, semua ruas jalan diutamakan bagi pejalan kaki dan pesepeda sebagai sarana mobilitas penduduk sehari-hari untuk jarak yang mudah dijangkau.
Secara hierarki, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta punya prioritas mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda, baru pengguna kendaraan bermotor. Dari hierarki ini, prinsipnya jelas bahwa pesepeda dan pejalan kaki ini harus ditolong lebih dahulu saat terjadi kecelakaan,” ungkap Syafrin saat dihubungi pada Senin sore.
Baca juga: Sepeda, Produk Favorit di Masa Pandemi Covid-19</
Terkait dengan kegemaran sepeda ini, staf peneliti ITDP Indonesia, Gandrie Ramadhan, memandang saat ini adalah peluang memasyarakatkan sepeda sebagai moda untuk jarak pendek sehari-hari. Di sejumlah kota di negara lain, sepeda telah menjadi moda pendukung mobilitas kota.
”Sepeda sejauh ini adalah moda yang paling lestari dan ramah lingkungan. ITDP sendiri pun mengenalkan sepeda sebagai moda jarak pendek, atau istilahnya first mile-last mile, yang menyambung moda transportasi publik seperti bus atau kereta rel listrik,” ungkap Gandrie, yang bergelar Master Degree in Transport Planning dari University of Leeds, Inggris.
Dia mencontohkan kota Denver di Amerika Serikat yang mengelola moda sepeda dengan cukup baik. Dalam kunjungannya ke Denver pada 2019 silam, implementasi jalur sepeda sangat masif dan kebiasaan masyarakat dalam bersepeda sangat terbentuk. Dengan jalur sepeda yang tertata, masif, dan terjamin keamanannya, masyarakat menjadi tidak ragu untuk bepergian dengan sepeda.
Program implementasi moda sepeda di Denver juga tercatat dalam situs Pemerintah Kota Denver, Planning for Bikes. Mereka menargetkan standar high comfort atau kenyamanan tinggi dalam jalur sepeda, yakni dengan memberikan jalur khusus dengan barikade beton. Tingkat kenyamanan selanjutnya ialah penyediaan jalur khusus untuk pesepeda dua arah untuk berbagai rute kota.
Baca juga: Sepeda dan Langkah Kaki Melintasi PSBB Transisi
Mengutip situs yang sama, Denver telah menerapkan jalur sepeda sepanjang 316 kilometer. Jumlah ini tentu jauh dari luas 63 kilometer jalur sepeda yang diterapkan DKI Jakarta sekarang. Meski demikian, Gandrie menilai, keberadaan jalur sepeda saat ini adalah awal yang baik selama terus dikembangkan.
Gandrie menyarankan pengelolaan moda sepeda selanjutnya dikembangkan menjadi bike-sharing, yakni semacam peminjaman sepeda untuk menuju rute jarak dekat. Model semacam ini dapat mendukung pengunaan jalur sepeda di perkotaan.
”Untuk menerapkan rute yang jauh mungkin agak sulit, tetapi Jakarta bisa terus memperbaiki pengelolaan jalur sepeda agar lebih lengkap. Dengan demikian, minat warga yang mulai gemar bersepeda tidak lantas sirna karena jalur yang belum memadai,” ucapnya.