Lima Anggota Kelompok John Kei Menyusul Ditahan, Tersisa Tujuh Buron Lagi
Jumlah buron bisa saja bertambah, tetapi itu bergantung perkembangan hasil pemeriksaan terhadap John Kei dan kawan-kawan.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya menahan lima orang tambahan dari kelompok John Kei yang diduga turut terlibat menyerang kubu Nus Kei secara terencana yang menewaskan satu orang. Dengan demikian, tersisa tujuh buron terkait kasus ini setelah awalnya polisi menetapkan total 12 orang masuk daftar pencarian orang atau DPO.
”Mungkin saja (jumlah buron) akan bertambah, tetapi sekarang yang terdata ada tujuh DPO yang masih kami kejar,” kata Komisaris Besar Yusri Yunus, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, dalam jumpa pers yang disiarkan daring, Jumat (26/6/2020). Bertambah atau tidaknya jumlah orang yang dicari polisi bergantung pada perkembangan hasil pemeriksaan.
Seperti diberitakan, John Kei atau John Refra diyakini merencanakan pembunuhan terhadap pamannya, Agrapinus Rumatora alias Nus Kei, dengan pemicu utama sengketa bagi hasil urusan tanah di Ambon, Maluku. Selain Nus Kei, pembunuhan juga menyasar sejumlah orang dekat Nus Kei.
Kelompok John Kei merealisasikan rencana pembunuhan dalam wujud aksi brutal di dua tempat pada Minggu (21/6/2020), yaitu pembacokan yang menewaskan satu orang dari kubu Nus Kei di Duri Kosambi, Jakarta Barat, serta perusakan properti di tempat Nus Kei tinggal di Green Lake City, Kota Tangerang, Bantren. Nus Kei saat itu lolos dari maut karena sedang tidak di rumah.
Sebagian besar tersangka diringkus di markas John Kei di Jalan Tytyan Indah Utama X, Kali Baru, Medan Satria, Kota Bekasi, Minggu malam. Markas ini pada Sabtu (20/6/2020) malam juga menjadi lokasi perencanaan pembunuhan yang diduga dipimpin John Kei.
Awalnya, petugas meringkus 30 tersangka, termasuk John Kei, dan menetapkan total 12 buron dari kasus tersebut. Yusri mengatakan, untuk memburu anggota komplotan yang belum tertangkap, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya membentuk tim dengan anggota dari sejumlah subdirektorat di bawahnya, termasuk Subdit 3/Reserse Mobil (Resmob) dan Subdit 4/Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras).
Pada Senin (22/6/2020), tim Resmob Polda Metro Jaya menangkap salah satu buron berinisial YBR (33) di Rama Plaza, Kota Bekasi, Jawa Barat. Dari pemeriksaan, ia diketahui turut serta berkumpul di markas John Kei, Sabtu malam, dalam perencanaan aksi brutal. Namun, menurut Yusri, YBR pada hari-H penyerangan tidak ikut ke lokasi target dan hanya bersiaga.
Setelah itu, dalam proses perburuan DPO, satu buron berinisial SR alias T (35) berinisiatif menyerahkan diri ke Kepolisian Resor Metropolitan Depok pada Rabu (24/6/2020). ”Setelah kejadian itu ramai di media, dia meninggalkan rumahnya di Pondok Gede (Kota Bekasi) dan pergi ke rumah paman di Depok. Karena takut keluarganya terancam, dia menyerahkan diri ke kantor polisi yang terdekat dari rumah pamannya,” ujar Yusri.
Tersangka T terlibat dalam pengeroyokan anggota kubu Nus Kei di Duri Kosambi yang mengakibatkan satu orang, YCR, tewas serta satu orang lain, A, luka berat dengan jari putus. Menggunakan senjata tajam, T membacok YCR dan A.
Adapun tim Jatanras mendapatkan tiga buron yang kabur ke Kampung Simpang Desa Cibodas, Cianjur, Jawa Barat, pada Rabu (24/6/2020) jelang tengah malam. Mereka berinisial WL (41), VHL (28), dan FGU (33). Ketiganya berperan merusak properti di Green Lake City. Dengan penangkapan WL, penembakan senjata api di Green Lake City pun terbukti.
Penembakan terjadi saat komplotan John Kei yang bertugas di Green Lake City berusaha kabur seusai merusak rumah dan harta benda Nus Kei. Sebelumnya, polisi hanya berpegang pada fakta adanya pengemudi ojek daring berinisial A yang menderita luka tembak di jempol kaki kiri, serta keterangan para saksi mata yang menyatakan mendengar setidaknya tujuh kali tembakan. Namun, senjata saat itu belum ditemukan.
”WL inilah yang melakukan penembakan pada saat keluar dari sana dengan menggunakan senjata api rakitan,” tutur Yusri. Ia menyatakan, senjata sudah diamankan petugas.
Sementara itu, VHL merupakan anggota kelompok John Kei yang menyetir Toyota Fortuner penubruk pintu gerbang kluster perumahan. Perbuatannya saat itu mengakibatkan satu petugas keamanan perumahan, AN, terkapar karena tertabrak.
Adapun FGU berperan melempar bungkusan plastik berisi bensin ke rumah Nus Kei. Mereka punya rencana membakar rumah itu, tetapi belum dilakukan.
Sebelumnya, menanggapi penyerangan berdarah oleh kelompok John Kei, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis mengatakan, polisi tidak akan memberi ruang pada kelompok preman yang membuat masyarakat resah dan takut. Polri berkomitmen mengawal kasus John Kei cs hingga persidangan. ”Kuncinya, negara tidak boleh kalah dengan preman,” ujar Idham (Kompas, 23/6/2020).
Kriminolog Universitas Indonesia, Josias Simon, berharap komitmen itu berlaku terhadap seluruh kalangan masyarakat, termasuk organisasi-organisasi kemasyarakatan atau ormas jika terlibat pelanggaran hukum. Sebab, sejumlah ormas ditengarai punya jalinan relasi dengan kepentingan politik tertentu.
Ian Douglas Wilson menulis dalam buku Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia pasca Orde Baru (2018) pada pengujung kampanye 2005 sudah dipahami dengan baik—meski pemerintah dan polisi mengklaim sebaliknya—bahwa berafiliasi dengan ormas ternyata memberi semacam kekebalan.
Wilson mencontohkan, Hercules pada 2005 pernah mengancam membawa mayat adiknya ke Balai Kota. Saat itu, adiknya yang bernama John Albert tewas diduga akibat tembakan petugas Tramtib (Ketenteraman dan Ketertiban) saat kelompok Hercules berselisih dengan Tramtib. Sejumlah kelompok Betawi pun mendukung pemerintah dengan menjaga Balai Kota dari kerawanan.
”Kalian jangan mengatakan mereka preman. Mereka membantu kita untuk mengamankan Ibu Kota. Ini aset negara, ya, biar saja,” ujar Gubernur DKI saat itu, Sutiyoso, saat ditanya wartawan apakah yang menjaga Balai Kota juga preman (halaman 151).