Surat permohonan ekstradisi sudah dilayangkan FBI melalui Kedutaan Besar Amerika Serikat kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya belum bisa memastikan warga Amerika Serikat yang juga buron aparat keamanan negara itu, RAM, akan diekstradisi atau tidak. Kebijakan itu ranah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, polisi berkomitmen terus memproses pidana seksual pada anak yang dilakukan RAM dalam pelariannya di Jakarta.
RAM merupakan buron Biro Investigasi Federal AS (FBI) berdasarkan Red Notice-Interpol Control Number: A-10017/11-2016 yang diterbitkan pada Desember 2019. Ia diburu karena terlibat penipuan investasi bitcoin dengan kerugian nasabah mencapai 722 juta dollar AS atau sekitar Rp 10,8 triliun. Namun, di persembunyiannya di Jakarta, ia melakukan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur. Prostitusi anak itu membuat RAM diringkus Polda Metro Jaya.
”Surat (permohonan ekstradisi) itu sudah dilayangkan FBI melalui Kedutaan Besar AS kepada Menkumham (Yasonna Laoly). Karena kita tidak punya perjanjian ekstradisi dengan AS, jadi harus melalui Menkumham,” ucap Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Rabu (24/6/2020), di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Untuk saat ini, lanjut Yusri, Polda Metro Jaya menunggu kebijakan yang akan diambil pemerintah pusat terkait permohonan ekstradisi tersebut. Namun, meski sekarang belum mendapat kepastian terkait kebijakan yang akan diambil, ia menjamin polisi tidak berhenti bekerja menangani kasus kejahatan seksual RAM pada anak-anak. Hingga saat ini, Polda masih menahan tersangka.
Personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya meringkus RAM di rumahnya di Jalan Brawijaya VIII, Jakarta Selatan, Minggu (14/6/2020). Saat itu, ia baru saja melakukan aktivitas seksual dengan tiga perempuan, dua di antaranya anak di bawah umur.
Penangkapannya bermula dari laporan warga bahwa di sebuah rumah kerap terlihat tamu perempuan keluar-masuk dengan ciri-ciri bertubuh mungil dan pendek, yang diperkirakan masih di bawah umur. Penyidik Subdirektorat IV/Tindak Pidana Siber Ditreksrimsus Polda Metro Jaya pun mendalami informasi tersebut.
Yusri menambahkan, petugas juga sudah membekuk A, perempuan mucikari atau penghubung antara RAM dan anak-anak korbannya. A siap melarikan diri setelah mendengar informasi dari teman-temannya bahwa ia dicari polisi akibat kasus RAM.
Personel Polda Metro Jaya menangkapnya di sebuah bukit di Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat (19/6/2020) siang. Berdasarkan hasil pemeriksaan, A mengenal RAM sejak 2017 saat masih bekerja di salah satu tempat hiburan di daerah Jakarta Barat.
Setelah putus kontak beberapa waktu, A berjumpa lagi RAM pada Februari lalu untuk menyediakan perempuan bagi RAM. Tersangka A sudah mendatangkan sepuluh anak perempuan sejak saat itu. Namun, penyidik masih mendalami lagi karena hampir setiap pekan A memastikan dua-tiga anak datang melayani RAM. ”Kalau misalnya orang yang datang tidak selalu sama, pasti jumlahnya lebih,” ujar Yusri.
Terkait penangkapan RAM karena kasus kejahatan seksual pada anak, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati memberikan penghargaan kepada Polda Metro Jaya pada Rabu pagi ini. Saat bersamaan, perwakilan FBI juga menyerahkan penghargaan kepada polda karena penangkapan RAM dalam statusnya sebagai buron FBI.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana mengatakan, ia mewakili keluarga besar Polda Metro Jaya merasa bangga atas apresiasi dari Kementerian PPPA dan FBI. ”Kami berkomitmen untuk terus melakukan perlindungan terhadap anak dan perempuan,” tuturnya.
Namun, Nana mengingatkan, polisi tidak akan bisa maksimal berkontribusi pada perlindungan anak dan perempuan jika masyarakat tidak terlibat. Karena itu, ia mengimbau warga untuk tidak segan memberikan informasi pada polisi jika mendapati ada kekerasan pada anak dan perempuan.
Bintang menyebutkan, Kementerian PPPA akan terus mengawal pendampingan guna pemulihan kondisi korban-korban RAM. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang berperan sebagai pusat pemulihan trauma korban.