Pekerja Seni DKI Didorong Manfaatkan Ruang Ekspresi Digital
Dunia digital menjadi sarana para pekerja seni untuk tetap berkreasi di saat pandemi.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Kebudayaan DKI Jakarta bersiap mengevaluasi pengembangan kebudayaan pada masa transisi menuju normal baru. Pemakaian teknologi digital untuk pembinaan dan akses inklusif ruang-ruang ekspresi seni akan diperkuat.
”Pastinya ada evaluasi bulanan dan evaluasi insidentil terkait semua program kerja,” kata Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana saat dihubungi Selasa (23/6/2020).
Selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB), segala kegiatan sanggar seni musik, tari, teater, hingga silat beralih ke media sosial. Awalnya, menurut Iwan, ada seniman enggan karena menganggap dirinya tidak cukup adaptif. Namun, setelah beberapa pekan mengalami PSBB, pemakaian teknologi untuk melanjutkan kesenian tidak bisa dihindari.
Pada hari yang sama, Disbud Jakarta mendengar masukan dari DPRD Jakarta yang intinya mengapresiasi berbagai program kegiatan untuk merayakan ulang tahun ke-493 Jakarta. Sejauh ini ada berbagai konser virtual, tur ke museum dan galeri melalui media sosial, serta serangkaian acara hiburan yang dapat dinikmati masyarakat dari rumah masing-masing.
”DPRD memastikan bahwa di masa transisi ini segala persiapan di obyek-obyek kebudayaan sesuai dengan protokol Covid-19. Sebentar lagi museum akan dibuka kembali menyusul tempat-tempat wisata,” tutur Iwan.
Sementara itu, dalam wawancara pekan lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan akan memperluas akses publik terhadap seni tradisional Betawi dan seni Nusantara. Selama ini, seni Betawi terpusat melakukan pertunjukan di Setu Babakan yang merupakan pusat pengembangan budaya Betawi.
Pendekatan baru yang dilakukan ialah membuka jalan-jalan utama di Jakarta, seperti Jalan Jenderal Sudirman, MH Thamrin, dan Cikini Raya, sebagai ruang ekspresi seni. Metode ini diharapkan bisa menarik perhatian masyarakat umum, tidak hanya komunitas pencinta seni tradisional.
Cek sanggar
Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Selatan Puspla Dirdjaja dan stafnya rutin mengunjungi sanggar-sanggar. Hingga saat ini belum ada sinyal dari Pemerintah Provinsi Jakarta mengenai jadwal sanggar akan dibuka. Namun, sampai saat itu datang, sanggar harus sudah siap.
Puspla memperkirakan pembukaan sanggar akan lebih lambat daripada tempat-tempat umum lainnya. Hal ini karena sanggar kerap menjadi tempat berkumpul anak-anak dan mereka masuk ke dalam kelompok yang rentan tertular Covid-19 sehingga izin bagi anak-anak untuk berkegiatan di luar rumah dikeluarkan paling akhir.
”Staf kami datang untuk melihat ukuran sanggar dan jumlah peserta yang aktif berkegiatan di sana. Setelah itu, baru kami mengeluarkan aturan jika sanggar dibuka, maksimal hanya 50 persen dari kapasitas ruangan sanggar yang boleh digunakan. Juga ada pengecekan ketersediaan wastafel untuk mencuci tangan dan cairan antiseptik,” ujarnya.
Pengasuh sanggar juga diwajibkan menegur anggotanya yang tidak memakai masker. Jika lalai, izin operasional sanggarnya bisa ditinjau kembali.
Puspla mengatakan, setelah fokus memastikan standar operasional sanggar, Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Selatan baru akan membahas pengembangan seni lokal. Wilayah Jakarta Selatan memiliki ciri khas pertunjukan palang pintu. Adapun wilayah lain, seperti Jakarta Barat, menonjolkan budaya Pecinan sebagai kekhasan mereka dan Jakarta Utara terkenal dengan budaya pesisirnya.
Samsudin Kacrit, pengasuh Sanggar Seni Margasari di Jakarta Timur, mengatakan, ia mulai menyiapkan diri jika sewaktu-waktu sanggar diizinkan buka. Sambil menunggu hari itu datang, ia fokus melakukan pelatihan melalui media sosial. Para anggota sanggar juga ditantang menciptakan karya dan mengunggahnya di internet.