Dorongan Lajur Sepeda ”Pop Up” Tetap Ada, bahkan Durasinya Diperpanjang
Memasuki PSBB transisi, masyarakat didorong bergerak dengan berjalan kaki dan bersepeda. Animo bersepeda yang besar dilengkapi dengan pembuatan ”pop up bike lane”. Warga ingin lajur itu ada tanpa batas waktu.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Pengendara sepeda melintasi lajur sepeda dengan aman di jalur yang disediakan di sepanjang Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Komunitas sepeda di Jakarta berharap lajur sepeda pop up tetap dipertahankan keberadaannya dan bisa berubah status menjadi jalur sepeda. Keberadaan lajur sepeda itu diharapkan bisa mendorong perubahan perilaku bermobilitas warga Ibu Kota.
Damantoro, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Kota Jakarta, dalam diskusi daring yang digelar Dewan Transportasi Kota Jakarta bertajuk ”Tren Baru Nonmotorized Transport, Apa Kata Pegiat Komunitas Transportasi”, Minggu (21/6/2020), mengatakan, transportasi nonmotor merupakan bentuk transportasi masa depan di DKI Jakarta. Diskusi diikuti 30-an pegiat transportasi.
Saat ini, untuk mengurangi kemacetan kota, pemerintah terus membangun dan membenahi angkutan umum, mulai dari BRT Transjakarta, hingga MRT dan LRT. Demi mendorong warga Ibu Kota menggunakan angkutan umum, di antaranya diperlukan trotoar (jalur pejalan kaki) dan jalur sepeda yang nyaman dan aman bagi pengguna.
”Jalur pejalan kaki dan sepeda itu yang merekatkan pengguna dengan angkutan umum. Ini adalah masa depan transportasi Jakarta,” kata Damantoro.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Polisi berjaga di salah satu pintu keluar Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (29/5/2020). Dalam beberapa hari terakhir, personel TNI-Polri mulai disiagakan di sejumlah pusat kegiatan masyarakat untuk mengawal kedisiplinan warga dalam menjalankan protokol kesehatan saat penerapan tata kehidupan baru atau normal baru di Jakarta diberlakukan.
Julius Caesar dari komunitas Bike To Work (B2W) mengatakan, ia mengapresiasi pembuatan lajur sepeda pop up bike lane oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan Institut untuk Kebijakan Transportasi dan Pembangunan (ITDP). Ia berharap justru pop up bike lane itu dioperasikan tanpa batas jam.
Akhir pekan lalu, Polda Metro Jaya dan Dishub DKI Jakarta menerapkan pop up bike lane itu hanya pada jam sibuk pagi dan sore hari. Di luar dua jam sibuk itu, pop up bike lane justru disingkirkan alias dipinggirkan.
”Kami dari B2W menginginkan pop up bike lane tersebut tetap ada tanpa batas. Karena yang membuat macet bukan pop up bike lane-nya, tetapi kendaraan bermotor pribadi. Supaya bike lane itu aman dan nyaman, segera perbaiki lubang-lubang drainase pada lajur-laju sepeda yang sudah ada,” kata Julius.
Senada dengan itu, Adriansyah Yasin dari Forum Diskusi Transportasi Jakarta (FDTJ) mengatakan, minggu lalu FDTJ dengan ITDP dan B2W bersama-sama membuat pop up bike lane. Itu karena DKI akan mendukung sepeda sebagai moda normal baru. Namun, lajur sepeda itu masih dibatasi pagi dan sore hari. ”Sudah saatnya kalau mau buat bahwa sepeda sebagai moda baru harus diberikan karpet merah ini 24 jam,” katanya.
Konsistensi
Masih dari B2W, Toto Sugito juga menegaskan, pop up bike lane itu merupakan kebijakan yang bagus, tetapi harus konsisten. Akhir pekan lalu, saat ia melintasi Jalan Jenderal Sudirman sekitar pukul 16.15, lajur khusus itu sudah disingkirkan.
”Traffic cone-nya sudah disingkirkan. Apalagi saat ini mulai banyak pesepeda yang bermunculan di Jakarta,” katanya.
Oleh karena itu, supaya momentum ini bisa diambil, apalagi saat ini dengan adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di mana Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mendorong adanya penggunaan sepeda dan berjalan kaki sebagai alternatif angkutan, maka hal-hal yang berhubungan dengan keamanan dan kenyamanan penggunaan alat transportasi nonmotor harus didukung.
”Salah satu hal yang harus didukung adalah wacana kereta atau gerbong sepeda perlu dikaji lagi. Itu karena saat ini sudah semakin banyak pengguna sepeda tetapi tidak banyak pengguna sepeda yang memiliki sepeda lipat,” kata Toto.
Seiring adanya kereta, maka pengguna kereta bisa melanjutkan kegiatan dengan bersepeda begitu turun dari kereta. Nantinya, sepeda bukan hanya untuk olahraga, melainkan bisa untuk berkegiatan.
Ketua DTKJ Harris Muhammadun dalam kesempatan yang sama juga mendukung pembuatan lajur sepeda itu. Apalagi, hal itu didukung dengan adanya Pergub No 51/2020 Pasal 21 yang menyebutkan pejalan kaki dan pengguna transportasi sepeda diutamakan.
Kompas
Warga berolahraga mengayuh sepeda di samping bus Transjakarta di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (14/6//2020).
Namun, supaya lajur sepeda itu bisa mengundang animo pengguna yang lebih banyak lagi, lajur tersebut harus juga bisa menjamin keselamatan dan keamanan pengguna. Ke depan, DTKJ mendorong pop up bike lane yang berupa lajur jalan dengan cara mengambil sebagian badan jalan lalu memagari dengan traffic cone dan tali itu hanya sementara saja.
”Karena harapan saya ke depan bukan bicycle lane (lajur sepeda), melainkan bicycle way (jalan atau jalur sepeda). Kalau bicycle way itu tentunya nanti ada separator, jangan bayangin seperti BRT. Tetapi ini dengan pagar rapi dan bagus yang di kota-kota dunia lain, seperti Beijing, sudah ada dan banyak. Itu harapan kita ke depan seperti itu,” kata Harris.
Namun, sebelum mengarah ke jalan sepeda, saat ini DTKJ bersama komunitas akan memantau terus animo atau semangat masyarakat untuk beralih menggunakan sepeda. ”Tentu kita juga akan melihat konsistensi masyarakat ini. Ketika itu menjadi animo dan gerakan yang konsisten dan lajur sepeda itu dipergunakan dengan baik, kita akan mendorong ke arah sana (bicycle way),” kata Harris.
Kalau permintaan akan jalur sepeda itu ada (dari pemantauan), harapannya lajur pop up bike lane yang saat ini 14 kilometer akan bisa dtambah dan diperluas. Nantinya, lajur itu akan bisa terhubung dengan lajur sepeda yang saat ini sudah ada.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Warga berkerumun di kawasan Halte Transjakarta Tosari, Jakarta Pusat, Minggu (7/6/2020).
Melihat perkembangan terbaru dengan adanya empat stasiun terpadu, DTKJ juga memberi masukan kepada Dishub DKI Jakarta, sepeda belum termasuk ada dalam fasilitas integrasi di empat stasiun terpadu yang baru diresmikan.
”Kita dorong juga, misalnya, di Stasiun Tanah Abang yang sudah diresmikan integrasinya, ada fasilitas-fasilitas. Maka mestinya ada penyewaan sepeda, tempat parkir sepeda, ada tempat bilas. Kemudian ada jalur yang bisa tersambung dari Stasiun Tanah Abang lurus ke Balai Kota. Itu nanti juga menjadi terkoneksi dengan jalur Sudirman-Thamrin,” kata Harris.
Penyebaran-penyebaran jalur sepeda itu penting. Utamanya jalur dari titik stasiun atau titik integrasi transportasi ke area perkantoran, serta harus ada penyediaan fasilitas-fasilitas di stasiun. ”Dengan jarak yang bisa dijangkau dengan sepeda dari titik stasiun ke area perkantoran, harapannya itu akan terbentuk dahulu sehingga sepeda akan berkembang menjadi last miles. Kita tahu sendiri sistem first miles dan last miles kita masih buruk sehingga diisi ojek daring,” kata Harris.
Untuk mengarah ke sana, Harris menegaskan, DTKJ bersama komunitas akan lebih dahulu mengevaluasi dan memantau demand dari para pengguna jalur sepeda yang ada.