Pembagian Sif Kerja Belum Bisa Urai Kepadatan di Transportasi Umum
Kepadatan di moda transportasi umum masih terjadi, terutama saat jam pulang kantor. Perlu penataan arus pekerja secara menyeluruh, mulai dari pembagian sif hingga perilaku para pengguna transportasi.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengaturan jam kerja menjadi dua sif bagi pekerja di Jakarta belum sepenuhnya mengurai kerumunan saat antre transportasi umum. Pada Selasa (16/6/2020), kepadatan pekerja masih terjadi, terutama saat jam pulang kantor.
Kebijakan dua sif kerja mengacu pada Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengaturan Jam Kerja pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di Wilayah Jabodetabek. Surat ini meminta agar instansi pemerintah dan swasta mengatur jam masuk serta pulang karyawan menjadi dua sif, minimal dengan jeda tiga jam.
Pada sif pertama, pekerja masuk pukul 07.00-07.30 dan pulang pukul 15.00-15.30. Sif kedua masuk pukul 10.00-10.30 dan pulang pukul 18.00-18.30. Kendati telah dibagi dua sif, kepadatan pekerja tidak terelakkan pada Selasa sore saat jam pulang kantor.
Antrean penumpang saat pulang kantor menumpuk pada pukul 16.00 di Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat. Kereta tujuan Bogor telah ditunggu puluhan penumpang yang berjarak kurang dari 1 meter. Saat memasuki kereta, jaga jarak fisik sesuai protokol pencegahan Covid-19 tidak bisa dilakukan lagi.
Syifa Hanum (28), pegawai perbankan swasta yang berkantor di Thamrin, Jakarta Pusat, mengakui antrean penumpang kereta padat sejak sekitar pukul 16.00. Kondisi itu juga karena sebagian pekerja mulai bergegas pulang sejak pukul 15.30.
”Ada teman saya yang mestinya dijadwalkan pulang pukul 15.00 masih keluyuran sampai larut sore. Enggak heran kalau antrean menumpuk waktu sore jelang malam,” ungkap Syifa.
Kepadatan kereta dari Stasiun Sudirman juga terjadi hingga Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Antrean penumpang di tiap peron kerap mengabaikan protokol jaga jarak fisik minimal 1 meter.
Cia Clarissa (24) mengalami kepadatan serupa sejak Senin (15/6/2020) kemarin. Kereta menuju Tangerang, Banten, yang ditumpanginya juga padat antrean sejak pukul 17.00. ”Kondisinya padat banget, benar-benar badan nempel badan begitu,” ujarnya saat dihubungi, Selasa siang.
Selain stasiun, kepadatan juga terjadi di Halte Harmoni Transjakarta. Jamilah (24), seorang penumpang, bercerita moda bus semakin padat menjelang sore saat pulang kantor pukul 17.00.
Pengamat transportasi dan akademisi Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan, penataan arus pekerja di masa pandemi Covid-19 memerlukan sistem komprehensif. Tidak cukup hanya mengatur pembagian sif, tetapi juga harus diatur dalam perilaku bertransportasi.
Pengaturan secara komprehensif diperlukan karena mengingat sebagian besar pengguna transportasi umum adalah para karyawan. Survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat 75 persen penumpang transportasi umum adalah karyawan.
Djoko menilai berbagai pengaturan sif kerja dan perilaku bertransportasi harus disosialisasikan lebih gencar. Sektor yang belum benar-benar terjamah adalah perusahaan swasta. ”Kalau instansi pemerintah mungkin akan lebih mudah, tetapi kontrol terhadap perusahaan swasta agar patuh dengan kebijakan ini yang sulit,” ujarnya.
Dia menyarankan pemerintah agar fokus kepada pengaturan kebijakan untuk perusahaan swasta. Sebab, sebagian kegiatan sektor swasta kini belum terpantau pemerintah.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal sebelumnya pun meminta agar pengaturan sif bagi pekerja swata memanfaatkan format libur secara bergilir. Seperti yang saat ini sedang berjalan, separuh pekerja bekerja di rumah, separuhnya di kantor.
”Sebaiknya untuk perusahaan swasta diliburkan secara bergilir dengan tetap mendapatkan upah penuh. Misalnya minggu pertama sif satu masuk dan sif dua libur. Minggu selanjutnya sebaliknya,” katanya.
Dengan masuk secara bergilir, ekonomi akan tetap bergerak karena perusahaan bisa tetap berproduksi. Di sisi lain, pembatasan fisik tetap bisa diterapkan karena pekerja yang datang ke tempat kerja hanya setengahnya.
Menurut Iqbal, libur bergiliran tidak saja mengurangi kepadatan angkutan umum saat berangkat atau pulang kerja, tetapi juga saat di tempat kerja, seperti saat di dalam pabrik, di kantin, ataupun di tempat istirahat.
Dengan kata lain, pembatasan fisik harus dilakukan bukan saat berangkat atau pulang kerja, melainkan juga saat berada di dalam perusahaan atau tempat kerja. ”Tujuan libur bergilir ini sebagai salah satu upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang sampai saat ini kita belum mengetahui akan sampai kapan ditemukan vaksinnya,” katanya.