Protokol kesehatan kelihatannya mudah dilakukan dalam setiap aktivitas di ruang publik. Akan tetapi dalam praktiknya banyak warga abai, misalnya di pasar.
JAKARTA, KOMPAS — Menjaga jarak fisik antarwarga, mengenakan masker, dan mencuci tangan dengan sabun dengan air mengalir kelihatannya mudah dilakukan saban hari. Nyatanya, pedagang pasar sering melupakan kegiatan itu saat beraktivitas.
Pasar Palmerah, Gelora, Jakarta Pusat, berangsur-angsur lengang Senin (15/6/2020) pagi. Unip (54) sedang membereskan sisa-sisa daging sapi di lapak dagangannya. ”Pukul 09.00 pedagang di luar gedung pasar sudah harus beres-beres,” ujar Unip.
Setiap harinya area luar gedung pasar itu dipenuhi lapak-lapak dagangan. Transaksi berlangsung sejak subuh hingga pagi. Area pasar hingga jalanan di sekitarnya penuh oleh lalu lalang orang. Alhasil jaga jarak mustahil terwujud. Apalagi ada saja warga yang tidak mengenakan masker dan posisinya tidak menutup hidung dan mulut justru menutup dagu dan leher.
Padahal, sudah ada 52 pedagang pasar di DKI Jakarta positif Covid-19. Perusahaan Umum Daerah Pasar Jaya sampai menerapkan sistem ganjil genap operasional supaya aktivitas pasar hanya berlangsung 50 persen. Harapannya protokol kesehatan terlaksana dengan maksimal dan mata rantai penularan terputus.
”Pedagang suka lupa (protokol kesehatan). Kadang-kadang anggap sepele, padahal penting untuk jaga diri. Kan, lebih baik mencegah,” katanya. Unip termasuk orang yang suka lupa membetulkan posisi masker saat melayani pelanggan ataupun ngobrol dengan sesama pedagang.
Tidak jarang kelupaan itu berakhir denda Rp 250.000. Sebab, petugas gabungan dari satuan polisi pamong praja, Kepolisian Negara RI, dan Tentara Nasional Indonesia rutin mengecek ke pasar. Apabila melanggar protokol kesehatan, siap-siap kena sanksi teguran hingga denda uang.
Pagi itu PD Pasar Jaya membagikan pelindung wajah kepada pedagang sekaligus mengingatkan kembali agar selalu ikuti protokol kesehatan. Pedagang diminta mewaspadai penularan Covid-19 di pasar.
Beberapa pedagang khawatir pada potensi penularan Covid-19. Salah satu pedagang itu ialah Yar (61), pedagang barang pecah belah yang telah berjualan selama 38 tahun.
Ketakutannya bukan tanpa alasan. Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, tempatnya berjualan ramai, Senin pagi. Jalan kecil di sekitar gedung pasar dipadati pedagang yang membuka lapak dan pembeli sejak dini hari.
Menjaga jarak fisik antarwarga pun nyaris mustahil karena lebar jalan yang terbatas. Pedagang dan pembeli memang mengenakan masker untuk melindungi diri dari paparan virus korona baru. Namun, tidak sedikit yang posisinya tidak menutup hidung dan mulut. ”Selain takut sama (virus) korona, saya juga takut dibubarkan satpol PP kalau ada kerumunan. Semoga di sini tidak ada kerumunan,” ujar Yar.
Potensi munculnya kluster penularan baru di ruang publik tetap besar. Pasalnya, selama dua minggu masa transisi, masih banyak warga dan pedagang yang tidak menerapkan protokol kesehatan di ruang-ruang publik yang sebelumnya telah dibuka, seperti kedai makan, pasar kaget, dan ruang olahraga terbuka.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menilai Indonesia belum memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan lembaga itu untuk menuju normal baru. Syarat itu, antara lain, transmisi virus terkendali, kapasitas sistem kesehatan memadai, meminimalkan risiko penularan di wilayah dengan kerentanan tinggi, serta pelibatan warga yang optimal.
Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan, pelonggaran pembatasan sosial di ruang publik berpotensi menjadi kluster baru penularan virus Covid-19. ”Apakah bisa menjadi kluster baru? Bisa. Apakah kemungkinan ini terjadi? Bisa terjadi. Tapi kemungkinan ini kan bisa dan harus dicegah,” ujar Pandu, Minggu (14/6).
Ia menganalogikan pelonggaran pembatasan sosial ini seperti orang berkendara sepeda motor. Pengendara sepeda motor bisa jatuh, cedera, bahkan meninggal. Namun, dengan mengaplikasikan fitur keamanan, seperti mengenakan helm, cedera bisa diminimalkan. Seperti halnya warga yang bisa mencegah penularan dengan tetap mengenakan masker, rajin mencuci tangan, dan menjaga jarak sosial.
Pelonggaran pembatasan sosial, lanjut Pandu, pasti meningkatkan risiko penularan dan itu terjadi di mana-mana. Salah satunya terjadi di Beijing, China. Puluhan orang dinyatakan positif virus korona baru di Distrik Fengtai, Beijing Selatan.