Solidaritas sosial menjadi identitas yang dimiliki bangsa Indonesia sejak lama. Kini saat pandemi Covid-19, solidaritas itu kian tumbuh dan menjadi gaya hidup baru dalam keseharian warga menuju adaptasi normal baru.
Oleh
Agustina Purwanti
·4 menit baca
Solidaritas sosial menjadi identitas yang dimiliki bangsa Indonesia sejak lama. Kini saat pandemi Covid-19, solidaritas itu kian tumbuh dan menjadi gaya hidup baru dalam keseharian masyarakat menuju adaptasi kehidupan baru.
Hidup berbagi dan gotong royong meringankan beban sesama sebenarnya bukan hal yang baru bagi Indonesia. Setiap ada bencana alam di Indonesia, aksi penggalangan dana selalu dilakukan, baik oleh perorangan, komunitas masyarakat, maupun lembaga.
Sekarang saat pandemi Covid-19, rasa kesetiakawanan tersebut semakin teruji. Imbauan untuk menjaga jarak fisik tak lantas membuat masyarakat mementingkan diri sendiri.
Meski berjarak dan tak saling mengenal, semangat berdonasi tetap dilakukan oleh sebagian masyarakat. Jajak pendapat Kompas akhir April lalu merekam tingginya antusias masyarakat dalam meringankan beban sesama melalui donasi.
Ada dua jenis bantuan yang diberikan oleh masyarakat. Pertama, bantuan untuk warga yang terdampak secara ekonomi akibat pembatasan sosial di masa pandemi ini. Hampir 60 persen memberikan bantuan pada warga terdampak ekonomi yang kehilangan ataupun kekurangan penghasilan karena bencana nonalam ini.
Cara memberikan sumbangan bagi warga yang terdampak ini beragam. Sebanyak 35 persen memberikan bahan pokok langsung kepada keluarga yang terdampak. Bantuan langsung berupa tip atau makan siang juga diberikan responden kepada pengemudi ojek daring, seperti yang dilakukan 15 persen responden.
Sementara 12 persen lainnya memberikan donasi secara tidak langsung. Bantuan diberikan dalam bentuk uang melalui media cetak ataupun elektronik, serta situs penggalangan dana berbasis daring, seperti Kitabisa.com dan Rumah Solidaritas Kemanusiaan.
Jenis donasi yang lain adalah untuk petugas kesehatan. Sekitar dua dari lima responden mengatakan pernah memberikan bantuan kepada petugas medis.
Secara nilai, responden yang berdonasi untuk tim medis tidak sebanyak yang memberi donasi untuk warga terdampak. Boleh jadi karena bentuk bantuan untuk tim medis memerlukan biaya yang lebih mahal dan pengadaan barang yang membutuhkan waktu lebih lama.
Dari warga yang memberikan bantuan pada petugas kesehatan, mayoritas (62 persen) memberikannya dalam bentuk uang. Kemudian 28 persen memilih untuk mendonasikan alat pelindung diri bagi petugas kesehatan. Makanan dan asupan gizi, seperti susu ataupun vitamin, juga diberikan sebagai bentuk dukungan pada tim medis yang berhadapan langsung dengan penderita Covid-19.
Terkait donasi di tengah pandemi, survei McKinsey&Company Indonesia menyebutkan, separuh dari 711 responden telah melakukan donasi. Donasi diberikan dalam bentuk uang ataupun barang dan disalurkan melalui organisasi amal ataupun langsung kepada individu terdampak. Survei yang dilakukan pada akhir April tersebut juga menunjukkan bahwa dua dari lima responden memanfaatkan waktu mereka dengan menjadi sukarelawan.
Pengamalan Pancasila
Aksi berbagi di tengah pandemi ini didasarkan atas beragam alasan. Dua dari lima responden mengaku bahwa memberi bantuan kepada sesama yang kesusahan adalah sebuah kewajiban bagi manusia. Seperlima responden lainnya merasakan empati sehingga ingin meringankan beban sesama yang terdampak ekonomi melalui donasi yang diberikan.
Ada juga 11 persen yang beralasan memberi bantuan karena prihatin dan kasihan melihat sesama kesusahan di tengah pandemi yang terjadi. Namun, ada juga responden yang mengaku hanya ikut-ikutan berdonasi.
Terlepas dari beragam alasan yang melatarbelakangi responden memberikan donasi, pandemi ini menjadi momentum untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Publikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Hari Peringatan Lahirnya Pancasila mengatakan bahwa situasi krisis yang terjadi saat ini sedang menguji apakah Pancasila telah menjadi pedoman hidup bagi setiap elemen bangsa. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial terjelma secara aktual melalui aksi gotong royong masyarakat melalui beragam donasi yang digalakkan oleh masyarakat baik secara lokal maupun nasional.
Publikasi oleh perusahaan konsultasi, riset, dan training, Inventure Indonesia, juga memaparkan bahwa terdapat empat perubahan besar dalam perilaku konsumen di tengah pandemi Covid-19. Salah satunya adalah lahirnya masyarakat baru yang penuh empati, welas asih, dan sarat solidaritas sosial.
Berkelanjutan
Solidaritas kini telah menjadi identitas dan harus terus dipelihara. Hampir separuh responden berkomitmen untuk terus memberikan donasi.
Intensitasnya bervariasi. Sebanyak 40 persen berencana memberikan donasi sekitar satu hingga dua kali dalam satu bulan secara rutin. Adapun delapan persen lainnya akan berdonasi secara rutin lebih dari tiga kali dalam satu bulan.
Kemudahan berbagi yang ditawarkan oleh teknologi mempermudah setiap orang yang akan memberikan donasi. Beragam aplikasi untuk mengirimkan dana dan situs donasi berbasis daring menjadi solusi untuk terus berkontribusi bagi sesama yang terdampak pandemi.
Bahkan, bukan tidak mungkin akan menjadi kebiasaan dalam keseharian di masa yang akan datang. Sesederhana memberi tip atau uang tambahan kepada jasa ojek daring, penjual makanan, atau jasa lainnya.
Tak perlu menunggu momentum untuk berbuat kebaikan. Solidaritas yang menjadi identitas telah membuktikan bahwa keberadaannya tak mengenal batas dan tak pernah lekang oleh waktu. (LITBANG KOMPAS)