Pasien Covid-19 Tidak Jujur Tulari Tenaga Medis di Kota Serang
Ketidakjujuran korban kecelakaan membuat dua tenaga medis di Rumah Sakit Drajat Prawiranegara tertular Covid-19.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
SERANG, KOMPAS — Dua tenaga medis di Rumah Sakit Drajat Prawiranegara, Kota Serang, Banten, dinyatakan positif Covid-19. Mereka tertular SARS-CoV-2 setelah merawat seorang korban kecelakaan lalu lintas yang berdomisili di Jakarta. Ahli kesehatan masyarakat menilai kejadian tersebut imbas dari pelonggaran pembatasan sosial yang disalahartikan masyarakat.
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Serang, W Hari Pamungkas, Minggu (14/6/2020), menjelaskan, korban kecelakaan lalu lintas itu sehari-hari berdomisili di Penjaringan, Jakarta Utara.
Pada 28 Mei 2020, ia berkendara sepeda motor dari Jakarta menuju Kabupaten Serang. Sesampainya di Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten, ia mengalami kecelakaan lalu lintas dan langsung dilarikan ke instalasi gawat darurat (IGD) Rumah Sakit Drajat Prawiranegara (RSDP) di Kota Serang.
”Pasien tidak jujur saat screening. Ditanya sempat tinggal atau pulang dari zona merah Jakarta, dijawab tidak ada. Padahal, domisili sehari-hari di Jakarta,” kata Hari saat dihubungi.
Setelah 12 jam berada di IGD, keluarga pasien korban kecelakaan itu mendapat informasi bahwa hasil tes usap tenggorokan sudah keluar. Ia dinyatakan positif Covid-19 dan tenaga medis akan menjemputnya ke Penjaringan.
Saat itu, pasien akhirnya mengaku kepada tenaga kesehatan bahwa dia dinyatakan positif Covid-19 dan sebelumnya sudah pernah menjalani tes cepat dengan hasil reaktif.
”Pasien ini kabur saat isolasi mandiri di Penjaringan Jakarta,” ucap Hari.
Pasien ini kabur saat isolasi mandiri di Penjaringan Jakarta.
Saat merawat korban kecelakaan itu, menurut Hari, tenaga medis hanya mengenakan alat pelindung diri (APD) tingkat 2 yang terdiri dari penutup kepala, kacamata goggle, masker N95, sarung tangan karet, apron, dan alas kaki.
Menurut panduan tingkatan APD yang diterbitkan Kementerian Kesehatan, tenaga medis harus mengenakan APD yang lebih lengkap atau APD tingkat 3 ketika berkontak fisik dengan pasien yang dicurigai atau sudah terkonfirmasi Covid-19.
Tenaga medis di RSDP kemudian menjalani tes usap tenggorokan pada 2 Juni 2020. Hasil tes keluar pada 10 Juni 2020. Seorang dokter di RSDP dinyatakan positif dan keesokan harinya satu perawat juga terkonfirmasi positif Covid-19.
Khoirul Anam dari Humas RSDP Kota Serang menyampaikan, seharusnya pasien tersebut tetap tinggal di Penjaringan menunggu hasil tes usap tenggorokan keluar. Namun, dia tidak mengindahkan imbauan untuk tetap tinggal di rumah dan memilih bepergian ke Kabupaten Serang.
”Karena tidak mengaku baru datang dari Jakarta, tenaga kesehatan mengarahkannya masuk ke IGD umum, bukan IGD khusus Covid-19,” kata Anam.
Pihak RSDP kemudian melaksanakan tes usap tenggorokan kepada tenaga medis yang bersentuhan langsung dengan korban kecelakaan tersebut. Sementara tenaga medis yang tidak bersentuhan langsung diarahkan untuk menjalani tes cepat. Satu perawat dan dokter yang dinyatakan positif itu kini menjalani isolasi di RSDP.
Setelah dua tenaga medis dinyatakan positif Covid-19, IGD RSDP juga langsung ditutup selama 24 jam untuk dilakukan sterilisasi. Saat ini IGD RSDP Kota Serang telah dibuka kembali untuk melayani pasien.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Hermawan Saputra menilai, kasus penularan Covid-19 kepada dua tenaga medis di RSDP Kota Serang sebagai imbas dari ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah. Hermawan menyebut mobilitas masyarakat sangat tinggi saat Lebaran, akhir Mei 2020.
”Dampaknya kita rasakan sekarang. Laju kenaikan kasus baru terus meningkat akibat pelonggaran-pelonggaran transportasi saat Lebaran,” katanya.
Laju kenaikan kasus baru terus meningkat akibat pelonggaran-pelonggaran transportasi saat Lebaran.
Meski tenaga kesehatan menggunakan APD selama merawat pasien, dengan besarnya pertambahan kasus setiap hari, mereka tetap menanggung risiko tertular Covid-19 yang amat besar. Hermawan juga meminta tenaga kesehatan untuk lebih memperhatikan protokol kesehatan selama melayani pasien.
”Pada saat perawatan juga harus menggunakan hazmat dengan kewaspadaan tinggi,” ucapnya.
Kasus di RSDP Kota Serang, katanya, juga tidak akan terjadi jika pemerintah bisa meningkatkan kecepatan pemeriksaan tes. Apabila hasil tes bisa cepat keluar, penanganan terhadap pasien terindikasi Covid-19 akan lebih baik sehingga kemungkinan pasien kabur saat menjalani isolasi mandiri menunggu hasil tes bisa ditekan.
Hermawan mengingatkan masyarakat untuk tidak memaknai pelonggaran pembatasan sosial berskala besar sebagai momen bebas melakukan apa saja. Menurut Hermawan, perang terhadap Covid-19 belum usai. Masyarakat justru harus lebih memiliki kesadaran untuk senantiasa waspada dan tidak mengabaikan protokol kesehatan.
”Jangan sampai kita berkorban lebih banyak lagi hanya karena kita mengira situasi sudah benar-benar aman,” ujarnya.
Sementara itu, di Kota Cilegon, Banten, sebanyak 16 perawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilegon dinyatakan positif Covid-19. Ke-16 perawat tersebut berdomisili di Cilegon. Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Cilegon, Aziz Setia Ade, mengatakan, setelah mereka terkonfirmasi positif Covid-19, Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Cilegon ditutup selama dua hari sejak Jumat (12/6/2020).
”Selama ditutup, IGD disterilisasi sesuai protokol yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan,” ujar Aziz.
Aziz menerangkan, para perawat tersebut terjangkit Covid-19 dari seorang rekan mereka sesama perawat yang berdomisili di Serang, Banten. Kini ke-16 perawat tersebut menjalani isolasi di RSUD Cilegon.