Persoalan Rumah Tangga di Balik Tewasnya Satu Keluarga di Balaraja
Satu keluarga yang tewas di Balaraja, Kabupaten Tangerang, akibat cekcok berkepanjangan antara suami dan istri. Kejadian ini menambah daftar masalah keluarga yang mengorbankan anak-anak.
Oleh
STEFANUS ATO
·2 menit baca
Satu keluarga terdiri dari ayah dan dua anak yang tewas di Desa Gembong, Balaraja, Kabupaten Tangerang, akibat pembunuhan dan bunuh diri. Ayah dari dua anak itu, Robbi (37), sebelum membunuh dua anaknya, NC (14) dan GAR (3), serta bunuh diri, sempat mengancam istrinya akan membunuh anak-anaknya.
”Dari keterangan ibu mertua R, sejak pertengan bulan puasa, R sering cekcok mulut dengan istrinya. Dia juga mengancam akan membunuh istrinya sehingga istrinya meninggalkan rumah,” kata Kepala Kepolisian Resor Kota Tangerang Komisaris Besar Ade Ary Syam, Jumat (12/6/2020), di Tangerang.
Ade mengatakan, sebelum terjadi pembunuhan, istri R berkunjung ke rumah mereka, 11 Juni 2020. Sekitar pukul 22.00, R kembali terlibat pertengkaran dengan istrinya dan mengancam akan membunuh kedua anaknya. Ancaman itu terbukti terjadi lantaran setelah istri R meninggalkan rumah, satu keluarga tersebut kemudian ditemukan tewas.
Dari hasil otopsi forensik, diketahui dua anak R meninggal akibat kelebihan cairan di paru-paru. Hasil forensik ini menguatkan fakta di lapangan kalau dua anak R ditemukan di dalam tong air dengan posisi kepala di bagian dalam tong.
”Kalau korban R ditemukan ada bekas jeratan dan patah tulang di bagian leher. Ini menunjukkan korban bunuh diri karena ada cairan sperma yang keluar dari tubuh korban,” ujarnya.
Dari hasil penyidikan polisi, kasus pembunuhan satu keluarga itu dilakukan oleh pelaku tunggal atau satu orang, yaitu R. Polisi belum menemukan fakta keterlibatan pihak lain dari kejadian memilukan itu.
Anak jadi korban
Kasus keretakan hubungan keluarga dengan mengorbankan anak-anak merupakan peristiwa berulang yang sering terjadi di Indonesia. Situasi ini merupakan ironi lantaran keluarga merupakan benteng pertama perlindungan anak-anak.
Anak korban kekerasan keluarga yang lazim ditemukan, yakni korban eksploitasi atau kekerasan seksual. Misalnya, pada 6 Maret 2020, publik digemparkan dengan kasus pembunuhan terhadap seorang bocah berusia lima tahun, APA, yang dilakukan oleh seorang remaja perempuan, NF (15), di Jakarta Pusat.
Dalam perjalanannya, NF kemudian diketahui merupakan korban kekerasan seksual oleh tiga pria yang berujung kehamilan 14 minggu. Ironisnya, dua dari tiga pria itu masih merupakan anak dari kakak dan cucu dari ibu tiri NF yang tinggal bersama NF.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Harry Hikmat mengatakan, NF memendam perbuatan para pelaku karena selain menerima ancaman, ia juga takut pengakuannya akan mengganggu keutuhan rumah tangga ayah dan ibu tirinya. Sebab, dua pelaku masih ada hubungan keluarga dengan sang ibu.
NF memendam perbuatan para pelaku karena selain menerima ancaman, ia juga takut pengakuannya akan mengganggu keutuhan rumah tangga ayah dan ibu tirinya. Sebab, dua pelaku masih ada hubungan keluarga dengan sang ibu.
Harry menduga pemerkosaan-pemerkosaan tersebut punya hubungan sebab-akibat dengan pembunuhan APA. Menurut dia, NF menyampaikan bahwa ia terbayang dengan wajah pemerkosanya saat menghabisi nyawa korban, (Kompas, 16/5/2020).