Soal Partisi Ojek Daring, Didorong Konsultasi dengan KNKT dan Gugus Tugas Covid-19
Pada PSBB masa transisi, Kementerian Perhubungan menyusun pedoman di angkutan umum untuk menekan penyebaran Covid-19. Hal utama yang diatur adalah tetap menjaga jarak, bahkan di kendaraan bermotor roda dua.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mulai Jumat (5/6/2020), pembatasan sosial berskala besar atau PSBB masa transisi dimulai di DKI Jakarta. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementrian Perhubungan pun menerbitkan Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2020 tentang pedoman dan petunjuk teknis penyelenggaraan transportasi darat pada masa adaptasi kebiasaan baru untuk mencegah penyebaran virus korona yang di antaranya tetap harus ada pengaturan kapasitas angkut penumpang pada sarana angkutan.
Dalam surat edaran (SE) yang ditandatangani Dirjen Hubdar Ahmad Yani itu, sejumlah protokol kesehatan yang disusun sudah diterapkan dan dijalankan oleh operator angkutan umum di bawah Pemprov DKI Jakarta, seperti MRT, LRT, dan Transjakarta. Juga oleh operator angkutan umum di bawah pemerintah pusat, KRL.
Di dalam SE itu juga diatur tentang perjalanan dari zona merah (risiko tinggi), zona oranye (risiko sedang), zona kuning (risiko rendah), dan zona hijau (aman). Perjalanan dari zona yang berbeda harus mengikuti aturan dari zona paling buruk.
Menurut Harya S Dillon, Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Selasa (9/6/2020), pengaturan zona-zona untuk perjalanan tersebut supaya setiap daerah bisa menerapkan aturan dari Dirjenhubdar. Karena itu, harus mendasarkan pada situasi kasus hari itu di wilayah masing-masing.
Artinya, untuk perpindahan fase dan zona seperti yang diatur Dirjenhubdar itu harus ada indikator epidemiologisnya dan ada turunan dari indikator-indikator epidemiologis yang sudah ditetapkan kepala daerah dan gugus tugas.
Harya mengatakan, pedoman semacam itu perlu diterbitkan karena memang situasi setiap daerah berbeda-beda. Situasi Jawa Timur hari ini berbeda dengan DKI Jakarta, misalnya.
Ia juga sepakat dengan adanya pengaturan kapasitas angkut untuk setiap zona. Pembatasan kapasitas angkut tetap harus dilakukan untuk bisa memberlakukan jarak aman jaga jarak sampai status epidemiologisnya membolehkan.
Hal lain yang menurut Harya harus diperhatikan adalah adanya aturan tentang ojek daring. Menurut Harya, ini saatnya perusahaan penyedia aplikasi ojek daring proaktif untuk bisa mengetes pengemudinya. Karena angkutan sepeda motor itu menyangkut keselamatan dan keamanan bukan hanya penumpang, melainkan juga pengemudinya.
”Kalau untuk layanan angkutan barang, lebih memungkinkan jaga jarak. Kalau untuk membawa penumpang, aturan untuk jaga jarak itu sulit,” jelasnya.
Kalau untuk layanan angkutan barang, lebih memungkinkan jaga jarak. Kalau untuk membawa penumpang, aturan untuk jaga jarak itu sulit.
Ia juga mengkritik adanya sekat atau partisi yang harus disiapkan perusahaan aplikasi. ”Untuk sekat ini sebaiknya diuji dulu di laboratorium, jangan langsung diterapkan,” jelas Harya.
Hal senada juga diungkapkan Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI). Menurut dia, untuk penyediaan sekat itu sebaiknya diujicobakan dulu. ”Jangan seperti sekarang langsung digunakan, sangat membahayakan,” jelasnya.
Untuk penyediaan sekat di angkutan sepeda motor beraplikasi itu, ia menyarankan supaya perusahaan aplikasi berkonsultasi dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), selain juga dengan Gugus Tugas dan ahli kesehatan.
Sementara dalam pantauan Kompas di sejumlah stasiun kereta api pada Selasa pagi, terlihat ojek-ojek daring yang masih beroperasi seperti biasa. Tidak terlihat sepeda motor yang menyiapkan sekat seperti yang diatur dalam SE tersebut.
Masih terkait jaga jarak di angkutan umum darat atau jalan raya, Harya menjelaskan, langkah yang bisa dikerjakan pemerintah adalah dengan menambah sarana angkutan. Caranya, pemerintah bisa bekerja sama dengan perusahaan bus yang saat ini sebagian besar bus yang dimiliki tidak dioperasikan. Bus-bus tersebut bisa dimanfaatkan untuk mengangkut penumpang dan supaya penumpang bisa menjaga jarak di dalam
agkutan umum.
Terkait aturan itu, Dinas Perhubungan DKI Jakarta sudah menerbitkan SK Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2020. Dalam SK yang terbit 5 Juni 2020 tersebut, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, mengatur jam operasi semua moda angkutan, baik jalan raya, rel, maupun perairan.
Dinas juga mengatur untuk ojek daring, pengemudi harus mengenakan alat perlindungan diri (APD), tidak diizinkan beroperasi di wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah pengendalian ketat, hingga selalu membersihkan sepeda motornya dan mengenakan helm dan jaket beridentitas perusahaan aplikasi.