Masyarakat mulai membuka usahanya kembali di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Mereka berharap kondisi keuangan membaik setelah pemerintah menerapkan masa PSBB transisi.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·3 menit baca
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Sebuah bengkel di Jalan Daan Mogot beroperasi setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan masa pembatasan sosial berskala besar transisi, Senin (8/6/2020). Bengkel adalah salah satu sektor usaha yang diizinkan kembali beroperasi per hari Senin ini.
JAKARTA, KOMPAS — Usaha rakyat kembali menggeliat di masa pembatasan sosial berskala besar transisi di DKI Jakarta. Warga berharap kondisi keuangan mereka berangsur pulih di masa ini.
Sejumlah bengkel yang berderet di Jalan Daan Mogot, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, kembali beroperasi seperti biasa, Senin (8/6/2020). Pelayanan untuk konsumen kembali dibuka.
Hal ini sesuai dengan kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta soal masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Masa transisi dibarengi dengan pelonggaran aktivitas masyarakat di sejumlah sektor. Perkantoran, museum, galeri, perpustakaan, bengkel, tempat fotokopi, dan fasilitas penunjang lainnya diizinkan beroperasi per Senin (8/6/2020).
Robby, pemilik bengkel di kawasan Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat, menyambut baik kebijakan tersebut. Ia berharap masa transisi berdampak pada pemulihan kondisi keuangannya.
”Sebenarnya, bengkel saya tidak pernah tutup selama PSBB demi bisa menggaji karyawan. Tidak banyak konsumen yang datang saat itu. Saya harap ada lebih banyak konsumen yang datang di masa transisi ini,” kata Robby.
Pedagang makanan Sujono (50) berharap hal yang sama. Selama PSBB, Sujono beberapa kali terpaksa berhenti berjualan karena tidak ada pembeli. Selama itu pula pendapatannya berkurang hingga 50 persen dibandingkan pada kondisi normal.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Seorang pedagang menyiapkan makanan dengan tangan telanjang di Jakarta, Senin (8/6/2020). Hal ini tidak dianjurkan karena tidak sesuai dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Adapun Citra (34), pemilik kedai makanan di suatu mal di Jakarta, sedang menanti arahan pengelola mal agar bisa beroperasi kembali. Kedainya terpaksa tutup sejak Maret 2020 karena pandemi Covid-19. Ia bersiasat dengan memindahkan usahanya ke platform digital dan melayani pembelian pesan-antar.
Sebenarnya, bengkel saya tidak pernah tutup selama PSBB demi bisa menggaji karyawan. Tidak banyak konsumen yang datang saat itu. Saya harap ada lebih banyak konsumen yang datang di masa transisi.
Kendati siasatnya membuahkan hasil, Citra berharap bisa kembali berjualan di mal. Itu karena sekitar 65 persen pendapatannya diperoleh dari transaksi di mal. Ia tak lupa menyiapkan sejumlah protokol kesehatan jika usahanya kembali gelar tikar.
”Saya berharap produk yang dijual bisa menjangkau target konsumen. Sembari menjalaninya, saya ingin bisa menggenjot traffic penjualan,” kata Citra.
Patuhi protokol
Pelaku usaha diimbau tertib mematuhi protokol kesehatan guna mencegah penyebaran virus korona baru. Protokol yang dimaksud antara lain rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, mengenakan masker, tidak melakukan kontak fisik, serta menerapkan etika batuk dan bersin yang benar.
Sejumlah pelaku usaha terpantau belum menerapkan protokol itu. Beberapa pedagang makanan masih meracik makanan tanpa mengenakan sarung tangan. Ada pula orang yang melayani konsumen tanpa mengenakan masker.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Warga memborong alat pelindung wajah yang dijual eceran oleh pedagang di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (7/6/2020). Permintaan alat pelindung diri, seperti pelindung wajah dan masker, meningkat jelang masa transisi menuju normal baru. Setiap helai masker kain dijual Rp 10.000, sedangkan harga satuan pelindung wajah Rp 25.000 hingga Rp 35.000.
Anggota Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), Djasio Sanropie, mengatakan, edukasi terus-menerus kepada masyarakat tentang pentingnya mematuhi protokol kesehatan diperlukan. Menurut dia, masyarakat tidak patuh karena belum terbiasa dengan kebiasaan baru.
”Perubahan perilaku itu membutuhkan proses panjang. Penyuluhan dan pelatihan kepada seluruh pelaku usaha, termasuk pedagang kaki lima, bisa menjadi solusi,” ujar Djasio.
Ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, mengatakan, protokol kesehatan wajib dilakukan tanpa terkecuali. ”Standar minimal yang tidak dapat ditawar adalah memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan,” ujarnya.