Penumpukan penumpang di Stasiun Bogor kembali terulang pada Senin (8/6/2020) pagi. Dalam keadaan ini, artinya yang perlu diatur adalah kegiatan manusia, bukan lagi transportasinya.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — ”Tetap jaga jarak, lihat garis merah,” teriak para petugas kereta commuter line di Stasiun Bogor pada Senin (8/6/2020) sekitar pukul 05.30. Seruan untuk menertibkan antrean para pengguna kereta yang mengantre hingga ke luar area peron.
Butuh waktu sekitar 15 menit hingga 20 menit untuk antre men-tap kartu akses masuk ke area peron. Saat masuk kereta, pengguna pun harus kembali menunggu sekitar 30 menit sebelum kereta diberangkatkan.
Meski begitu, para pengguna kereta mengaku memaklumi keadaan ini. Setidaknya, waktu antre tidak memakan waktu lama seperti masa awal penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada 13 April 2020.
Saat itu, jam operasional commuter line (KRL) mulai dari pukul 06.00 (dari Stasiun Bogor) hingga pukul 18.00 (dari Stasiun Jakarta Kota). Berbeda dengan kondisi sekarang pada masa PSBB transisi, operasional KRL dimulai dari pukul 04.00 (dari Stasiun Bogor) hingga pukul 21.00 (dari Stasiun Jakarta Kota).
Dengan jam operasional yang diperpanjang, perjalanan KRL dalam sehari ditambah dari sebelumnya 784 perjalanan menjadi 935 perjalanan. Jarak waktu antarkereta atau headway terutama pada jam-jam sibuk pun dimaksimalkan, misalnya di lintas Bogor, headway pada jam sibuk tetap 5 menit dengan 124 perjalanan pada pagi hari dan 126 perjalanan pada sore hari.
Regin (23), pengguna KRL dari Stasiun Bogor, mengaku tidak heran kejadian ini terulang kembali. Pasalnya, hari ini juga merupakan hari pertama sektor perkantoran kembali beroperasi di Jakarta.
“Saya biasanya pukul 06.00, kereta itu sudah jalan, tapi ini masih antre. Kalau saya, sih, maklum saja. Kantor juga sudah paham dan memang ada dispensasi untuk keadaan seperti ini,” ujar Regin yang merupakan karyawan sektor perbankan di daerah Jatinegara.
Saya biasanya pukul 06.00, kereta itu sudah jalan, tetapi ini masih antri. Kalau saya, sih, maklum saja. Kantor juga sudah paham dan memang ada dispensasi untuk keadaan seperti ini
Setidaknya, kata Regin, antrean tidak memakan waktu lama, hanya sekitar 20 menit. Berbeda dengan kejadian dulu yang sampai satu jam untuk antre masuk ke area peron kereta.
Namun, rasa cemas tetap menghantui Regin, khususnya dalam kondisi adanya kerumunan seperti pagi ini. Ia mengaku, dalam keadaan ini, hanya kewaspadaan diri sendiri yang dapat mengantisipasi tidak terkena coronavirus disease (Covid-19).
Begitu pun yang dirasakan Dadan (45), pengguna KRL lain yang memaklumi keadaan ini. Ia yang biasanya naik kereta tujuan Tanah Abang pukul 06.00 harus tertunda hingga keberangkatan sekitar pukul 07.00.
Sudah sekitar dua minggu Dadan kembali masuk kerja ke pabrik pembuatan lampu untuk jalan umum. Tidak ada sif dan pengurangan jam kerja.
”Keadaan memang jadi serba salah pada masa Covid-19 ini. Kalau dilonggarkan, jadi ramai. Kalau di rumah saja, ya enggak ada uang. Ini, kan, urusan perut,” ujarnya.
Peningkatan pengguna
Vice President Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Anne Purba menyampaikan, hingga pukul 10.00, volume pengguna KRL mencapai 140.000 orang dan pengguna yang telah melakukan tap masuk di gate elektronik 150.000 orang. Jika dibandingkan dengan selama masa PSBB, dalam waktu yang sama, rata-rata ada sekitar 80.000 pengguna setiap hari.
”Artinya, volume pengguna KRL hingga pagi hari ini saja sudah mendekati volume pengguna KRL dalam satu hari pada masa PSBB. Peningkatan ini terkait dengan banyaknya masyarakat yang telah kembali beraktivitas sehubungan sejumlah wilayah memasuki masa PSBB transisi,” ujar Anne.
Jumlah pengguna yang diizinkan di dalam tiap kereta atau gerbong, kata Anne, PT KCI mengikuti aturan dari Kementerian Perhubungan yang mengizinkan untuk melayani 35-40 persen dari kapasitas per kereta. Jika selama PSBB dapat melayani 60 pengguna per kereta, saat ini kami dapat melayani 74 penumpang per kereta.
Volume pengguna KRL hingga pagi hari ini saja sudah mendekati volume pengguna KRL dalam satu hari pada masa PSBB. Peningkatan ini terkait dengan banyaknya masyarakat yang telah kembali beraktivitas.
Selama masa PSBB transisi, kata Anne, ada aturan tambahan terkait dengan pengguna KRL. Bagi anak di bawah lima tahun (balita) untuk sementara dilarang naik KRL. Sementara bagi orang lanjut usia dan yang membawa barang dagangan bervolume besar, penggunaan kereta hanya dari pukul 10.00 hingga 14.00.
Larangan berbicara selama berada di dalam KRL juga telah diterapkan, baik berbicara langsung antarpengguna maupun berbicara melalui telepon genggam.
”Kami terus menyosialisasikan berbagai aturan tambahan, protokol, dan kemungkinan kondisi masa kenormalan baru. Dengan kedisiplinan bersama, PT KCI yakin para pengguna KRL dapat beradaptasi dengan kondisi kenormalan baru ini dan beraktivitas kembali secara produktif dan aman,” kata Anne.
Atur kegiatan manusia
Pengamat transportasi Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menilai, dalam masa PSBB transisi, tidak semua pekerja harus kembali bekerja ke kantor seperti sebelum pandemic Covid-19. Bagi mereka yang masih bisa bekerja dari rumah (WFH), lebih baik tetap melakukannya.
Sementara sektor yang menuntut pekerja harus datang ke tempat kerja, perlu diatur jadwal kerjanya sehingga pergerakan masyarakat tidak menumpuk pada jam yang sama. Pilihan lain, perusahaan dapat menyediakan angkutan untuk para karyawan agar protokol jaga jarak dapat tetap berlaku.
Misalnya, perusahaan menyediakan angkutan bagi karyawannya dapat bekerja sama dengan perusahaan transportasi umum. Hal ini juga dapat membantu bisnis perusahaan transportasi umum yang sedang menuju titik nadir bisnisnya.
”Upaya ini dilakukan agar dalam masa transisi PSBB, khususnya di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) tidak timbul kekacauan di sektor transportasi. Sebab, sumber permasalahan bukan di sektor transportasinya, melainkan pada bagaimana pengaturan kegiatan manusia,” ujar Djoko.