Menengok Wajah Baru Stasiun Tanah Abang Saat Normal Baru
Sejak mulai ditata 21 Januari silam, empat stasiun yaitu stasiun Juanda, Tanah Abang, Senen, dan Sudirman jadi rapi dan memasuki ujicoba. Berbagai jenis moda ditata dan diberi ruang supaya penumpang mudah bergerak.
Oleh
Helena F Nababan
·6 menit baca
Selama ini, stasiun kereta api selalu dianggap sebagai biang masalah tidak lancarnya lalu lintas. Penumpang tumpah ruah tidak hanya di trotoar namun hingga ke bahu jalan. Moda angkutan lanjutan yang memadati halte membuat bus umum justru tidak bisa berhenti di fasilitas naik turun penumpang itu. Pedagang kaki lima berkerumun di trotoar memicu kemacetan dan kesemrawutan yang membuat siapapun yang melewati stasiun harus ekstra sabar.
Pemandangan berbeda terlihat di Stasiun Tanah Abang, Jumat (05/06/2020) pagi, begitu keluar dari gerbang pembayaran di sisi utara menuju Jalan Jatibaru Raya dan Jalan Jatibaru Bengkel. Dua bulan lalu, di sana masih pelataran kosong sedikit beraspal dan lebih sering terisi jajaran pengemudi ojek pangkalan hingga ke gerbang. Jalanan dulu juga dipenuhi angkutan umum ngetem sehingga membuat jalan macet, saat ini berbeda jauh.
Kini, begitu kaki melangkah keluar, mau naik bus Transjakarta tinggal menoleh ke kanan dan melanjutkan langkah menuju halte Transjakarta yang di depannya ada lay-by atau cerukan tempat bus bisa berhenti, antre, dan menunggu penumpang tanpa mengganggu lalu lintas.
Mau naik mikrolet atau bajaj? Tinggal ke arah kiri, menyusuri area pejalan kaki berkanopi dan menuju antrean mikrolet dan bajaj. Langkah ke kiri itu juga menuju tempat penurunan dan penjemputan ojek daring yang sudah disiapkan.
Yang masih tidak membuat nyaman? Tepat di depan bangunan stasiun Tanah Abang, ada semacam plaza atau areal terbuka. Di sana, penumpang begitu keluar gerbang pembayaran bisa langsung meneruskan perjalanan atau berhenti sebentar menentukan tujuan yang dimaui. Di sanalah, sekarang para pengemudi ojek pangkalan itu berjajar dan menawarkan jasa mereka, meski ada petugas yang mengawasi.
Nasrul (45), warga Pamulang, Tangerang Selatan yang ditemui di Stasiun Tanah Abang hendak menuju kawasan Thamrin memberikan komentar bahwa kawasan itu menjadi rapi.
"Saya pengguna KRL dan sering turun di Stasiun Tanah Abang. Melihat kawasan stasiun Tanah Abang yang sekarang saya senang karena secara visual akhirnya terlihat lebih baik dari sebelumnya. Sebagai pengguna angkutan umum, pengaturan itu membuat semuanya jelas. Saya tidak seperti bermain galah asin yang seolah-olah siap "ditangkap" pengemudi ojek pangkalan begitu keluar stasiun," kata dia.
Tapi ada yang menurut Nasrul masih kurang, yaitu penanda. Penumpang belum dibuat jelas bagaimana menuju halte bus Transjakarta, menuju tempat mangkal ojek daring atau ojek pangkalan, hingga menuju antrean bajaj dan mikrolet. Penumpang KRL yang turun, masih harus banyak menggunakan mulut untuk bertanya ke mana ia harus mencapai tujuan berikutnya.
Lain di Stasiun Tanah Abang, lain pula Stasiun Sudirman. Pada Jumat pagi, alur penumpang terlihat menyenangkan. Begitu penumpang turun dari kereta di peron yang bersebelahan dengan Jalan Blora, tinggal menuju gerbang pembayaran dan keluar menuju area Terowongan Kendal. Di sana, penumpang sudah bisa memilih hendak melanjutkan dengan MRT, Transjakarta, atau ojek.
"Ini membuat perjalanan saya lebih nyaman. Otomatis waktu yang saya habiskan juga lebih singkat," kata Ayung (40) warga Kota Tangerang yang sehari-hari berkantor di kawasan Sudirman saat ditemui di Terowongan Kendal, area pejalan kaki yang menghubungkan stasiun KRL Sudirman dan stasiun MRT Dukuh Atas, serta halte Transjakarta.
Tentang penataan kawasan stasiun, itu merupakan hasil proses panjang. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo yang tengah mengecek masa ujicoba pemberlakuan penataan kawasan stasiun di Stasiun Sudirman menjelaskan, penataan kawasan merupakan hasil penandatanganan kerjasama antara Dishub DKI Jakarta, PT MRT Jakarta, dan PT Kereta Api Indonesia.
Pada 10 Januari 2020, PT MRT Jakarta dan PT KAI membentuk anak perusahaan gabungan bernama PT Moda Integrasi Jabodetabek (MITJ). Salah satu tugas MITJ adalah mengelola dan menata 72 stasiun.
"Di tahap awal, ada empat stasiun yang kita tata. Keempatnya, yaitu Stasiun Juanda, Stasiun Tanah Abang, Stasiun Senen, dan Stasiun Sudirman," kata Syafrin.
Di setiap stasiun ada penataan ruang yang jelas bagi setiap jenis moda angkutan umum untuk bisa menjemput dan menaikkan penumpang. Penumpang sendiri juga difasilitasi dengan adanya plaza pedestrian atau area pejalan kaki sehingga sirkulasi penumpang lancar. Jalur pejalan kaki juga dilengkapi blok pemandu, lampu, serta kanopi atau penutup. Di setiap stasiun yang ditata, terlihat sudah ada papan petunjuk, namun masih perlu ditambah.
Penataan yang dimulai sejak 21 Januari 2020 itu bukan hanya mempercantik kawasan, namun untuk memudahkan pergerakan penumpang dari moda angkutan jalan raya (bus, mikrolet, bajaj, roda dua) ke angkutan rel (KRL dan MRT), dan sebaliknya. Kata kuncinya adalah integrasi antarmoda di satu kawasan stasiun, penumpang bisa memilih angkutan lanjutan tanpa kesulitan.
"Kami melakukan perubahan untuk layanan yang sifatnya menerus, apakah itu ke layanan angkutan jalan lanjutan seperti ke Transjakarta atau ke roda dua. Demikian pula halnya yang untuk ke arah stasiun MRT atau KRL sehingga terjadi integrasi secara utuh, dan sifatnya penumpang dapat melakukan pergerakan menerus untuk menuju ke angkutan lanjutan," jelasnya.
Harapannya, Syafrin melanjutkan, tentu saja adalah dengan adanya penataan stasiun dalam tataran integrasi secara utuh maka masyarakat pengguna angkutan umum di DKI Jakarta akan mendapatkan tiga aspek layanan dari penyelenggaraan transportasi.
Ketiga aspek tersebut, yaitu pertama terkait keselamatan penumpang dengan bisa menjamin melakukan pergerakan dan perpindahan antarmoda tanpa ada hambatan.
Kedua, aspek keamanan dimana penumpang akan terhindar dari gangguan karena akan ada satuan tugas yang melakukan pengawasan terhadap kawasan stasiun. "Satuan tugas yang terdiri atas petugas Satpol PP, petugas Dishub, dan polisi akan menjaga dan mengawasi kawasan stasiun," jelasnya.
Kemudian penumpang akan mendapatkan aspek ketiga yaitu aspek kenyamanan. Itu karena begitu turun dari stasiun untuk kemudian melanjutkan ke angkutan lanjutan, mereka akan berada di plaza pedestrian sehingga mereka bisa menentukan angkutan lanjutan apa yang akan dituju.
Namun atas penataan tersebut, pengamat tata kota Nirwono Joga selain mengapresiasi juga memberi catatan. Di antaranya bahwa penataan sirkulasi penumpang harus dipastikan lancar, tidak ada penumpukan atau berdesakan terutama pada jam-jam puncak sibuk, apalagi mempertimbangkan protokol kesehatan normal baru.
Penataan sirkulasi penumpang harus dipastikan lancar, tidak ada penumpukan atau berdesakan terutama pada jam-jam puncak sibuk, apalagi mempertimbangkan protokol kesehatan normal baru.
Saat sekarang, yaitu saat pembatasan sosial berskala besar atau PSBB untuk mengatasi pandemi Covid-19 masih diterapkan, penumpang memang belum sebanyak seperti sebelum wabah melanda. Namun saat nanti aktivitas mulai dibuka penuh kembali, penataan sirkulasi penumpang harus juga diperhatikan.
Kemudian, penataan stasiun membuat PKL mendapatkan tempat yang layak dan strategis dengan ditata secara menarik. Ini juga harus diprioritaskan.
Lainnya, sirkulasi keluar masuk stasiun dan penempatan ojol, angkutan mikrolet, maupun halte bus harus benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi kemacetan lalu lintas di sekitar stasiun. Jangan lupakan, penataan stasiun seharusnya terintegrasi dengan keberadaan bangunan di sekitar stasiun sehingga menjadi kawasan yang lebih terpadu.
Nasrul mengingatkan operator angkutan, misalnya KRL dan MRT untuk juga mengumumkan adanya perubahan-perubahan di kawasan stasiun itu.
"Pengumuman bisa dilakukan di stasiun atau di dalam kereta seperti selama ini, supaya masyarakat paham ada perubahan di stasiun tujuan. Sambil pengelola menambah rambu-rambu dan pengawasan supaya PKL tidak kembali masuk dan membuat rumit pergerakan," kata Nasrul.
Pengumuman bisa dilakukan di stasiun atau di dalam kereta seperti selama ini, supaya masyarakat paham ada perubahan di stasiun tujuan. Sambil pengelola menambah rambu-rambu dan pengawasan supaya PKL tidak kembali masuk dan membuat rumit pergerakan.
Syafrin menegaskan, karena saat ini masih dalam masa ujicoba, Dishub ataupun KCI dan MRT juga akan memerhatikan masukan-masukan tersebut untuk perbaikan.
Namun, memang sejumlah poin yang akan dievaluasi dari penataan kawasan yang mengedepankan integrasi antarmoda itu di antaranya adalah masalah prasarana. Apakah penyiapan prasarana sesuai dengan perencanaan yang ada kemudian pemanfaatannya.
Kemudian dari aspek sarana, apakah pola integrasi yang sudah terbentuk saat perencanaan itu ideal sesuai dengan implementasi; serta tentu yang paling utama apakah terjadi pergerakan menerus dari masyarakat pengguna dari aspek integrasi secara menyeluruh.