PKL Usulkan Penguatan Pasar Daring dan Pembagian Lokasi
Pemerintah perlu menghidupkan pasar daring secara masif. Hal ini perlu dilakukan di masa pandemi Covid-19 agar melindungi para pedagang dan warga.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pedagang di Pasar Binaan Warga, Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, memotret baju dengan ponsel untuk pemasaran daring agar dapat terus menjalankan usaha di tengah kebijakan pembatasan sosial berskala besar di kawasan DKI Jakarta, Senin (1/6/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Normal baru menjadi tak terelakkan dalam membangun kembali ekonomi kerakyatan yang sempat terpuruk karena pandemi Covid-19 dengan menggandeng para pedagang melalui pemberdayaan pasar daring. Melalui pasar daring pula, pemerintah bisa menciptakan lapangan kerja baru bagi warga yang terdampak.
Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Hoiza Siregar mengatakan, pemerintah perlu membuka pasar online (daring) lebih luas bagi pedagang kecil dan pedagang kaki lima. Pasar daring dinilai sebagai salah satu cara pemerintah menyongsong normal baru dengan tanpa mengabaikan protokol kesehatan.
”Yang dikhawatirkan saat normal baru adalah kesiapan pemerintah mengatur keramaian di pasar dan sejumlah ruas jalan yang dijadikan lokasi jual beli. Selama PSBB saja masih terpantau ramai dan protokol kesehatan tidak ketat dijalankan,” kata Hoizah, Senin (1/6/2020).
Meski menyatakan setuju dengan langkah pemerintah untuk menghidupkan kembali ekonomi warga, terutama pedagang kecil atau PKL yang terdampak cukup parah akibat pandemi Covid-19, Hoiza mengingatkan, jangan sampai geliat ekonomi di pasar menimbulkan ledakan kasus baru Covid-19.
Pemerintah perlu menyiapkan strategi atau langkah tepat agar pada masa pandemi Covid-19 dan menuju normal baru di sejumlah pasar tidak menimbulkan keramaian.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Sejumlah pedagang baju di Pasar Binaan Warga, Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, beraktivitas seperti biasa di tengah kebijakan pembatasan sosial berskala besar yang masih berlaku di kawasan DKI Jakarta, Senin (1/6/2020).
Untuk pasar yang berpotensi ramai, kata Hoizah, pemerintah harus menurunkan personel untuk mengatur pedagang dan pembeli. Bagaimanapun tetap harus dibatasi dan menjalankan protokol kesehatan. Namun, ia menyangsikan pemerintah dan petugas mampu mengawasai ketat di titik-titik keramaian.
”Oleh karena itu, dalam kondisi masih rawan Covid-19, sebenarnya lebih efektif membuat atau pemberdayaan pasar daring dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Justru ini menjadi peluang pemerintah untuk menguatkan kembali ekonomi kerakyataan dan melindungi pedagang dan warga dari penularan Covid-19,” katanya.
Menurut Hoizah, melalui pasar daring, pemerintah bisa menyerap tenaga kerja baru atau warga yang menjadi korban pemutusan hak kerja (PHK) untuk membuat sistem jual beli berbasis aplikasi.
”Pemerintah bisa merekrut tenaga IT (informasi teknologi) untuk membuat aplikasi jual beli. Ini tentu bukan perkara sulit untuk pemerintah. Dari sini bisa membangun ekonomi kerakyatan dengan merekrut warga yang terdampak. Selain itu, di setiap kelurahan, pemerintah bisa memberdayakan warga untuk antar pesanan. Sementara untuk pedagang, pemerintah harus menyiapkan pelatihan penjualan secara daring,” paparnya.
Sementara itu, Indra (43), pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, setuju jika pemerintah menyiapkan tempat untuk lapak berjualan. Sebab, selama ini ia tidak mempunyai lapak resmi berizin.
Kondisi itu dinilai riskan bagi Indra dan PKL lainnya karena sewaktu-waktu harus berurusan dengan petugas satuan polisi pamong praja. ”Tetapi, jika ada lokasi resmi, jangan terlalu mahal bayar retribusinya. Selain itu, terkait penjualan daring, saya setuju saja, asal ada pelatihan cara berjualannya karena saya tidak mengerti cara jualan dari handphone. Intinya saya ikut jika difasilitasi,” kata Indra.
Kompas/Bahana Patria Gupta
Pedagang Pasar Pegirian melayani pembeli di petak yang telah dibuat menyesuaikan protokol kesehatan Covid-19 di Jalan Nyamplungan, Surabaya, Jawa Timur, Senin (1/6/2020). Pasar di tengah jalan tersebut berlangsung dari pukul 05.00 hingga 08.00.
Masih luput
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan, Indonesia dan Jakarta sebagai episentrum pandemi Covid-19 belum siap menuju normal baru karena protokol kesehatan tidak ketat dijalani selama PSBB. Hal itu menyebabkan pasar tradisional menjadi kluster penularan Covid-19.
Berdasar data Ikappi, sedikitnya ada 52 pasar di semua provinsi di Indonesia yang menjadi kluster penularan Covid-19. Dari pasar tersebut, 236 orang positif dan 21 orang meninggal.
”Selama PSBB, pasar tradisional luput dari perhatian pemerintah daerah dan pusat. Padahal, pasar tradisional roda ekonomi yang perlu dijaga dan diawasi dalam kondisi pandemi Covid-19. Saya tak setuju dengan langkah pemerintah untuk menuju normal baru karena tatanan perubahan hidup sesuai protokol kesehatan saja, khususnya di pasar, masih rendah. Bagaimana mungkin menjalani normal baru,” kata Mansuri.
Pedagang dan pembeli di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, tidak menggunakan masker, Sabtu (30/5/2020). Padahal, protokol kesehatan ketat diperlukan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Untuk menuju normal baru, lanjutnya, meski sedikit terlambat, pemerintah masih mempunyai waktu menyusun aturan tegas terkait protokol kesehatan di pasar tradisional. ”Yang penting, dalam protokol kesehatan, yang harus dilakukan pemerintah adalah rapid test dan swab kepada pedagang secara masif. Ini harus dan penting jika memang ingin masuk ke dalam normal baru. Selain itu, atur jarak antar-pedagang dan pembeli, masker, dan semprot disinfektan. Jika ini sudah dilakukan, artinya kita siap menuju normal baru,” ujarnya. (Kompas.id, 31/5/2020).