Bersepeda menjadi pilihan banyak warga kota besar di dunia untuk mobilitas harian di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah pun mendorong warga memakai sepeda dengan menyediakan sejumlah fasilitas.
Oleh
AGNES RITA SULISTYAWATY
·3 menit baca
Bersepeda bukan saja marak di Jakarta saat pandemi Covid-19. Sejumlah kota besar di dunia juga menginisiasi penggunaan sepeda sebagai moda transportasi harian saat orang-orang harus kembali bekerja.
Sepeda menjadi pilihan moda angkutan umum yang dianggap paling memungkinkan di antara kebutuhan untuk mengurangi penyebaran virus korona baru dan mencegah polusi udara akibat pemakaian kendaraan pribadi secara masif.
Untuk mencapai tujuan mendorong orang bersepeda, sejumlah strategi dilakukan oleh pemerintah di luar negeri.
Seperti diwartakan situs BBC, Perancis memberikan subsidi maksimal 50 euro (sekitar Rp 825.000) untuk setiap perbaikan sepeda yang rusak, seperti mengganti ban atau rantai sepeda yang rusak. Total, pemerintah setempat mengalokasikan 20 juta euro (sekitar Rp 330 miliar) untuk subsidi ini. Perbaikan sepeda dilakukan di bengkel-bengkel sepeda yang sudah terdaftar. Bersama asosiasi setempat, pemerintah mendata 3.000 montir sepeda yang bakal bekerja sama menjalankan program ini.
Menteri Transisi Ekologi Perancis Elisabeth Borne, seperti diwartakan situs BBC, mengatakan, langkah mendorong penggunaan sepeda ini dimaksudkan untuk mengurangi pemakaian kendaraan bermotor untuk perjalanan jarak pendek. Langkah ini tak lain untuk menekan polusi udara setelah pembatasan aktivitas warga dilonggarkan.
Perancis mencatat, di saat normal, ada 60 persen perjalanan yang dilakukan kurang dari 5 kilometer. ”Ini membuat bersepeda menjadi solusi nyata,” kata Borne.
Apabila jalur ini efektif, pemerintah akan membuat jalur permanen. ”Tujuannya mencegah kota dibanjiri mobil karena itu identik dengan polusi,” katanya seperti dikutip surat kabar Le Monde dan BBC.
Brussels, ibu kota Belgia, juga membuat 40 kilometer tambahan jalur sepeda. Penyediaan jalur sepeda secara luas ini diharapkan membuat warga memiliki pilihan memakai sepeda mereka untuk mobilitas. Sepeda juga diharapkan menjadi pilihan saat menghindari memakai angkutan umum dan mencegah masifnya penggunaan kendaraan pribadi.
Penyediaan jalur sepeda dan jalur pejalan kaki juga dilakukan di Milan, Italia. Jalur sepeda dan pejalan kaki ini dibuat di jalan utama kota. Ada 35 kilometer jalur sepeda yang dibangun. Jalur pedestrian juga diperlebar. Penggunaan skuter listrik juga dijadikan pilihan sebagai pengganti mobil.
Alternatif kendaraan untuk mobilitas warga ini penting karena kapasitas angkut angkutan umum dikurangi. Kereta bawah tanah di Milan, misalnya, mengurangi kapasitas angkut sekitar 30 persen agar penumpang bisa menjaga jarak satu sama lain selama berada di kereta.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Warga bersepeda di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (24/5/2020).
Modal awal
Jakarta sebenarnya sudah memiliki modal awal yang cukup baik untuk mendorong mobilitas yang ramah lingkungan seperti pemakaian sepeda, skuter listrik, atau berjalan kaki.
Saat ini, ada 63 kilometer jalur sepeda di Jakarta. Fasilitas pejalan kaki juga terus dibenahi. Pada periode 2016-2019, penataan trotoar Jakarta mencapai 312,16 kilometer. Panjang trotoar Jakarta memang masih 20 persen dari total panjang jalan sekitar 2.600 kilometer.
Tinggal bagaimana kita bersama menyediakan infrastruktur tambahan seperti rak parkir sepeda atau skuter listrik, tempat istirahat, serta jalur yang steril dari kepentingan lain.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN
Ilham Bayu Prasetyo (18) dan Labib Nur Ikhsan (18) bersepeda di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (29/5/2020).
Insentif-insentif tambahan seperti yang dilakukan negara lain bisa diterapkan, tetapi perlu kajian lagi agar pas untuk Indonesia di tengah paceklik pemasukan negara saat ini.
Kebiasaan warga saat ini untuk berolahraga dengan sepeda bisa menjadi modal untuk memopulerkan angkutan ramah lingkungan ini sebagai moda transportasi sehari-hari. Tentu saja diutamakan untuk mereka yang bermukim tak jauh dari tempat kerja.