Anies Baswedan: Semangat Kolaborasi Melawan Pandemi
Apakah Jakarta siap meninggalkan PSBB dan memasuki tahap tatanan kehidupan baru di era pandemi?
Pada Kamis, 4 Juni 2020, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengakhiri masa pembatasan sosial berskala besar atau PSBB tahap ketiga. Evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan PSBB di DKI Jakarta sejak tahap pertama yang dimulai pada 10 April hingga kini akan dilakukan pada Senin (1/6/2020). Hasil evaluasi akan membawa Jakarta ke tahap selanjutnya dalam upaya melawan pandemi.
Menggali lebih dalam mengenai isu ini, Kompas melakukan wawancara khusus dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melalui telekonferensi pada Jumat (29/5/2020) sore. Berikut hasil wawancaranya.

Tangkapan layar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam wawancara eksklusif di Jakarta, Jumat (29/5/2020). Masa transisi menuju normal baru harus berlandaskan data penurunan kasus Covid-19 dan kesiapan semua sektor.
Jakarta sudah tiga kali menjalankan PSBB. Menurut Anda, seperti apa perkembangannya? Siapkah kita memasuki normal baru?
Pertama-tama, perlu diluruskan bahwa terlalu cepat bagi kita semua untuk memakai istilah ”normal baru” karena butuh tahapan yang panjang untuk memasukinya. Kalau evaluasi hari Senin, 1 Juni, menunjukkan PSBB memang sukses sesuai target, Jakarta akan bersiap memasuki masa transisi. Belum tahu akan berapa lama transisi ini terjadi. Setelah transisi berhasil dilakukan, baru kita memasuki masa normal baru.
Kami mencoba hati-hati mengomunikasikan hal ini karena tidak ingin publik bingung. Di tengah masyarakat itu sekarang ada kecemasan, antara ingin pandemi berakhir dan kembali berkegiatan, tetapi di sisi lain juga takut tertular Covid-19. Untuk itu, pengambil keputusan perlu mengambil pesan yang tidak menimbulkan kebingungan.
Di sisi lain, kita perlu menyiapkan warga untuk benar-benar bisa beradaptasi. Sepanjang Maret hingga sekarang, peran warga untuk pelan-pelan berubah amat besar. Pahlawan melawan pandemi ini adalah masyarakat sendiri, khususnya mereka yang sejak awal, bahkan sebelum PSBB dimulai, sudah mau membatasi diri, termasuk konsisten berkegiatan di rumah. Dan, ini jumlahnya tidak sedikit. Di Jakarta, terhitung hingga 22 Mei lalu (akhir tahap kedua PSBB DKI), 60 persen dari 10 juta penduduk mematuhi aturan PSBB. Kondisi ini yang harus dikelola untuk dilanjutkan.
Di tengah masyarakat itu sekarang ada kecemasan, antara ingin pandemi berakhir dan kembali berkegiatan, tetapi di sisi lain juga takut tertular Covid-19. Pengambil keputusan perlu mengambil pesan yang tidak menimbulkan kebingungan.
Apa saja aspek yang dinilai perlu dibenahi dari pelaksanaan PSBB sejauh ini?
Ada berbagai hal. Keberhasilan PSBB sangat bergantung pada kedisiplinan masyarakat dan penegakan aturan oleh aparat pemerintah. Namun, di saat yang sama, jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengakui, terdapat berbagai masalah komunikasi sehingga informasi yang sampai di masyarakat simpang siur.

Poster di sebuah restoran cepat saji di Jalan Kemang Raya, Jakarta, yang melayani pemesanan di mobil, Sabtu (30/5/2020). Cara baru bisnis jasa menyikapi tatanan baru cegah penularan Covid-19.
Baca juga : Jakarta Segera Evaluasi PSBB
Misalnya, banyak aturan yang berbenturan. Masalah mudik saja ada aturan yang melarang, ada yang melonggarkan dengan berbagai persyaratan. Ini mengakibatkan masyarakat ragu memercayai pemerintah. Pola komunikasi ini pastinya sangat perlu diperbaiki dan merupakan otokritik untuk pemerintah.
Kami semestinya tidak takut membeberkan fakta dan menyampaikan informasi apa adanya. Dari sikap itu baru kita bisa membahas kemungkinan terburuk dan menyiapkan diri menghadapinya. Kebijakan yang dibuat bisa diterjemahkan dengan jelas menjadi aturan di lapangan yang dipahami masyarakat.
Kemudian, mengenai pembenahan pelaksanaan PSBB itu juga masih harus dipantau secara ketat. Penurunan kasus penularan Covid-19 sesungguhnya sudah terjadi sebelum PSBB dicanangkan pada 10 April. Bulan Maret Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan imbauan agar masyarakat menghindari keramaian. Tempat-tempat umum juga ditutup. Warga Jakarta secara umum menunjukkan itikad baik dan tinggal di rumah.
Evaluasi Senin ini akan melihat apakah PSBB tahap ketiga bisa membuat 80 persen warga Jakarta berada di rumah karena sangat berpengaruh kepada penurunan jumlah kasus. Kalau data membuktikan ada penurunan secara stabil, kemungkinan besar kita bisa memulai transisi.
Evaluasi Senin ini akan melihat apakah PSBB tahap ketiga bisa membuat 80 persen warga Jakarta berada di rumah. Kalau data membuktikan ada penurunan secara stabil, kita baru bisa memulai transisi.
Seperti apa data perkembangan kasus Covid-19?
Pada awal Mei, penelitian FKM UI (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia) mengungkapkan bahwa ketika virus korona baru merebak di bulan Maret, angka penularannya adalah 1 orang menginfeksi 4 orang. Ketika PSBB diterapkan pada 10 April hingga dua pekan pertama Mei, FKM UI mengatakan, 60 persen penduduk Jakarta sudah tinggal di rumah. Angka penularannya menjadi 1 orang menginfeksi 1 orang. Tentunya angka ini harus turun hingga nol.

Tampak depan Gelanggang Remaja Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (29/5/2020). Gelanggang tersebut digunakan sebagai tempat karantina sementara pendatang yang tidak mempunyai SIKM.
Namun, harus diingat, ada Lebaran dan ada mudik. (Data sementara dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya, diperkirakan ada 1,7 juta jiwa yang keluar dari Jakarta menjelang Lebaran). Sejauh ini, sepekan setelah Idul Fitri, belum ada laporan lonjakan kasus di fasilitas kesehatan di DKI. Akan tetapi, arus balik kemungkinan masih akan ada.
Kita beruntung memiliki kebijakan surat izin keluar masuk (SIKM) yang ditegakkan tidak hanya oleh Pemprov DKI Jakarta, tetapi juga oleh kota-kota tetangga. Hal ini cukup menjaring dan menahan orang keluar masuk Jabodetabek dan berkorelasi menambah dorongan untuk menekan tingkat penularan Covid-19. Diharapkan, tingkat penularan akan stabil rendah seperti saat ini dan terus turun hingga nol.
Baca juga : Deurbanisasi, Keseimbangan Baru Desa-Kota
Bagaimana memastikan angka penularan ini turun hingga nol?
Satu-satunya cara ialah melakukan tes secara masif dan gencar. Semakin banyak sampel tes, semakin banyak data yang bisa dianalisis untuk merepresentasikan kondisi masyarakat dengan tingkat akurasi kian tinggi. Saat ini, tingkat deviasi data hanya 0,96 sehingga Pemprov DKI Jakarta percaya diri dengan data tersebut.
Semua berkat kolaborasi dengan sektor swasta. Dulu, kami hanya bisa mengadakan 120 tes sehari. Padahal, aturan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) mewajibkan satu dari 1.000 penduduk harus menjalani tes per minggu. Kini, dengan kolaborasi ada 27 laboratorium negeri dan swasta yang bisa melakukan 4.000 tes setiap hari. Selama 11 pekan terakhir sudah 140.000 tes dilaksanakan, dua kali lipat dari ketentuan WHO.

Tangkapan layar paparan data tes Covid-19 di Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat wawancara virtual dengan harian Kompas, Jumat (29/5/2020) sore.

Seorang anak mengikuti tes reaksi rantai polimerase di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (29/5/2020).
Keputusan masuk masa transisi akan diambil pada 1 Juni, bagaimana persiapannya?
Pastinya operasional di segala sektor tidak langsung dibuka seperti keadaan sebelum ada pandemi. Ada berbagai ketentuan dan budaya baru yang harus dijalankan. Salah satu contohnya adalah pembatasan kuota orang di angkutan umum, gedung perkantoran, hingga sekolah.
Bahkan, izin operasional akan dilakukan bertahap. Pastinya anak-anak (penduduk berumur 0-18 tahun), ibu hamil, dan warga lanjut usia atau lansia (penduduk berumur 60 tahun ke atas) masuk ke dalam kelompok rentan. Izin kepada mereka untuk melakukan kegiatan di tempat publik akan dikeluarkan paling akhir. Ini demi melindungi mereka.
Anak-anak, ibu hamil, dan lansia akan mendapat izin melakukan kegiatan di tempat publik paling akhir. Ini demi melindungi mereka.
Makanya, meskipun tahun ajaran baru 2020/2021 dimulai pada 13 Juli, anak-anak kemungkinan besar belum boleh datang ke sekolah. Pemelajaran sebisa mungkin tetap dari rumah. Kelompok rentan ini jangan dulu dibawa pergi ke pasar, mal, bahkan rumah ibadah. Jaga keamanan mereka dengan di rumah saja.

Tangkapan layar paparan data grafis penularan Covid-19 di Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat wawancara virtual dengan harian Kompas, Jumat (29/5/2020) sore.
Apakah ada protokol khusus untuk masa transisi?
Kami memberlakukan sistem ”rem darurat”. Bentuknya berupa keputusan yang bisa diambil apabila terjadi kasus positif secara cepat di wilayah tertentu seperti di kelurahan atau kecamatan dalam tujuh hari. RW (rukun warga) atau bahkan satu kelurahan tersebut akan diterapkan PSBB lokal. Tempat lain dalam radius 5 kilometer juga diminta membatasi kegiatan.
Tidak menutup kemungkinan jika perkembangan masa transisi secara umum kontraproduktif, satu kota atau satu provinsi DKI Jakarta kembali melakukan PSBB. Makanya, Pemprov DKI Jakarta tidak bisa menentukan jangka waktu masa transisi. Bisa saja ada perkembangan baik yang pesat, bisa pula butuh waktu beberapa bulan ke depan.
Saat ini pendataan jumlah orang yang keluar masuk sangat penting. Adanya SIKM sangat membantu karena mereka yang harus meninggalkan Jabodetabek atau dari luar Jabodetabek ingin ke Jakarta memang terjamin untuk dinas kerja. Pergerakannya juga terpantau.
Kelurahan dan RW juga diminta rutin mencatat penduduk yang datang dan pergi. Namun, sejauh ini tidak ada peningkatan kunjungan orang ke faskes (fasilitas kesehatan). Ini salah satu penanda berkurangnya pergerakan warga. Meskipun begitu, dinas perhubungan masih merampungkan data.

Tangkapan layar strategi”rem darurat” oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat wawancara khusus dengan Kompas, Jumat (29/5/2020) sore.
Baca juga : Pembatasan Sosial, Langkah Awal Menuju”The New Normal”
Seperti apa peran dan kesiapan fasilitas kesehatan di masa transisi?
Sangat penting. Mereka yang harus menanggung risiko akibat pergerakan orang di masa transisi. Oleh sebab itu, segala sarana dan prasarana serta sumber daya manusia di faskes harus memadai.
Saat ini, Pemprov Jakarta memiliki 67 rumah sakit rujukan. Akan tetapi, faktanya, ada 172 rumah sakit siap dan sudah menangani kasus Covid-19. Catatan Pemprov DKI, ada 500 lebih ruang ICU dan sesungguhnya ditambah dengan ICU milik rumah sakit swasta, total ada sekitar 1.200 ruangan.
Sejak Maret kami bekerja sama dengan perusahaan konsultan untuk membuat sistem rujukan rumah sakit terintegrasi. Warga tidak perlu mencari-cari sendiri rumah sakit yang bisa merawat mereka. Ketika warga memeriksakan diri ke puskesmas atau klinik, petugas memakai sistem integrasi itu untuk mencari rumah sakit yang memiliki kamar kosong.
Sistem transportasi ke faskes dan rumah sakit juga sensitif terhadap kebutuhan masyarakat. Tidak semua orang mau dijemput dengan ambulans dan petugas memakai alat pengaman lengkap. Alasannya karena takut membuat panik tetangga dan menimbulkan stigma terhadap keluarganya. Banyak warga memilih datang sendiri ke faskes. Tentunya setelah menelepon petugas dan diarahkan tata tertib perlindungan dirinya.

Tangkapan layar paparan data kesiapan fasilitas kesehatan untuk menangani pasien Covid-19 di Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat wawancara virtual dengan harian Kompas, Jumat (29/5/2020) sore.
Bagaimana persiapan untuk sektor angkutan umum?
Ini tantangan tersendiri. Angkutan umum di bawah Pemprov DKI Jakarta sangat mudah diatur. MRT, misalnya, penumpangnya hanya 2.000 per hari atau 2 persen dari kapasitas normal. Transjakarta yang biasanya setiap hari mengangkut 980.000 hingga 1 juta penumpang kini maksimal 12 persen.
MRT dan Transjakarta memiliki data setiap penumpang per stasiun dan halte sehingga petugas bisa membatasi jumlah penumpang yang mengantre dan naik kendaraan dalam satu kali perjalanan. Berbeda dengan KRL yang belum mempunyai data penumpang per stasiun. Mungkin perlu dibahas kemungkinan KRL hanya berhenti di stasiun-stasiun khusus, tapi ini kewenangan lintas daerah.
Idealnya, untuk sementara ini lebih baik memakai kendaraan pribadi dulu. Tentunya dengan menerapkan protokol bermasker dan hanya membawa setengah dari kapasitas maksimal penumpang.

Tangkapan layar penurunan jumlah penumpang angkutan publik dan pengguna kendaraan pribadi selama PSBB oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat wawancara khusus dengan Kompas, Jumat (29/5/2020) sore.
Baca juga : Waspadai Kecemasan Berlebihan terhadap Covid-19
Bagaimana dengan pasar dan kegiatan ekonomi?
Harus diatur dengan saksama. Melihat data penularan Covid-19 periode 18-25 Mei, wilayah dengan angka kecepatan penularan tertinggi adalah Pademangan, Tanah Abang, Tambora, Palmerah, Penjaringan, Senen, dan Taman Sari. Salah satu analisisnya karena di tempat-tempat ini ada permukiman padat dan pasar yang menjadi risiko penularan.
Di satu sisi, 60 persen ekonomi Jakarta digerakkan oleh konsumsi rumah tangga, yaitu usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk pasar. Pemprov DKI Jakarta akhir pekan ini merampungkan aturan mengenai operasional pasar dan tempat-tempat perbelanjaan. Pastinya, protokol bermasker, menjaga jarak fisik, dan ketersediaan wastafel untuk cuci tangan wajib ditaati.

Suasana di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (26/5/2020), tampak sepi dari aktivitas jual beli.
Kalau nanti industri terkait konsumsi rumah tangga bergerak, baru ekonomi kita akan bergulir bertahap. Kami tengah melakukan finalisasi upaya menggerakkan ekonomi dengan tetap mengendalikan penyebaran Covid-19. Nanti diumumkan pekan depan.
Inti pengendalian penyebaran dan penularan adalah dengan mengurangi kontak fisik antarmanusia. Sementara kegiatan ekonomi masih harus ada kontak fisik. Ini yang perlu dipikirkan matang, cara-cara kreatif seperti apa yang bisa menjembataninya.
Dalam pengendalian pandemi ini, kita pendekatannya induktif. DKI mengandalkan kenyataan yang terjadi di Jakarta dibandingkan mencoba mengadopsi praktik-praktik di negara lain yang belum tentu cocok dengan negara kita. Sekali lagi, memang perlu cara-cara kreatif.
Bagaimana program bantuan sosial setelah 4 Juni?
Bansos (batuan sosial) harus disesuaikan. Diharapkan, Jakarta terus bisa menjaga stabilitas kasus Covid-19 sehingga jika nanti benar mengakhiri PSBB dan memasuki masa transisi, bansos akan menyesuaikan.

Tangkapan layar data pemetaan area di Jakarta berdasarkan tinggi rendahnya kasus Covid-19. Paparan data ini dijelaskan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat wawancara khusus dengan Kompas, Jumat (29/5/2020) sore.
Jika saat masa transisi lalu ada kenaikan kasus di satu lokasi, misalnya di kelurahan tertentu, maka di sana akan diterapkan pembatasan lokal dan di sana pula akan diberikan bansos.
Baca juga :
[embed]https://interaktif.kompas.id/baca/hidup-sehat-pascapandemi/[/embed]
Apa peran dan dorongan DKI agar Bodetabek juga makin baik upayanya melawan pandemi?
Keberhasilan PSBB dan kesiapan Jakarta memasuki transisi sangat bergantung kepada perkembangan di Bodetabek. Kami harus yakin dulu di lima wilayah ini jumlah kasus Covid-19 menurun secara stabil. Oleh karena itu, pemerintah daerah Bodetabek sudah sering kami ajak diskusi menggencarkan dan memperbanyak tes agar sampel yang diperoleh kian akurat.
Pemprov DKI Jakarta juga tengah menyiapkan buku pedoman pelaksanaan PSBB. Mulai dari penyiapan kebijakan, sarana prasarana, metode tes, penanganan kasus, penelusuran jejak kluster penularan, evaluasi, dan persiapan transisi. Daerah-daerah lain silakan menjadikannya acuan untuk diadaptasi sesuai kebutuhan masing-masing.
Kita tidak pernah berpikir melawan pandemi ini secara teritorial. Karena sejak awal, Jabodetabek ini sudah aglomerasi. Kita tidak pernah menolak jika dari kota tetangga hendak memeriksakan diri atau dirawat di fasilitas kesehatan DKI.
Kita tidak pernah berpikir melawan pandemi ini secara teritorial. Karena sejak awal, Jabodetabek ini sudah aglomerasi.
Selain itu, kita ingin berbagi strategi DKI selama Januari sampai sekarang. Bagaimana DKI bisa menyiapkan fasilitas kesehatan terintegrasi, tes Covid-19, dan lain-lain. Itu tidak mudah. Ada semangat kolaborasi.
Salah satu wujud lain dari kolaborasi ini adalah situs corona.jakarta.go.id. Di situs ini, semua data yang diperlukan publik maupun petugas, petugas kesehatan atau pemerintah pada umumnya, tersedia. Ini seperti stetoskop untuk mendeteksi letak masalah yang bisa segera ditangani tepat.
Di situs ini ada peta sebaran kasus, pedoman aturan, dan imbauan bagi publik serta petugas dan banyak lagi. Saya bangga dengan teman-teman yang bekerja di sini, di balik layar, tidak terlihat, tetapi hasilnya bermanfaat bagi petugas di lapangan yang selalu bisa melihat perilaku warga.
Dorong semua daerah punya hal seperti ini.
(SUTTA DHARMASAPUTRA/ADI PRINANTYO/TRI AGUNG KRISTANTO)