Mimpi Memperbaiki Hidup Terbentur Pandemi
Ibu kota selalu memikat perantau untuk meraih mimpi memperbaiki kondisi ekonomi. Kini mimpi itu terbentur pandemi korona jenis baru.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi korona jenis baru memukul sektor perekonomian. Para perantau kesulitan mencari kerja dan upah tak sesuai ekspektasi karena penyesuaian sistem kerja dengan pandemi.
Munir (34) salah satunya. Perantau asal Jawa Timur ini sudah bermukim di Jakarta sejak awal tahun 2020. Kini ia menempati indekos di Jakarta Selatan.
Munir mengambil tawaran pekerjaan bagian instore media activation salah satu perusahaan swasta. Pekerjaan itu memberikan upah lebih besar ketimbang pekerjaan sebelumnya di Surabaya, Jawa Timur. ”Pemasukannya lumayan. Bisa untuk tabungan,” ucap Munir, Kamis (28/5/2020).
Pekerjaannya sedang berjalan lancar-lancarnya sebelum pandemi meluas dan Jakarta menjadi episentrumnya. Alhasil, perusahaan mengambil kebijakan untuk menyesuaikan dengan ketentuan pemerintah.
Baca juga: Jabodetabek, Magnet bagi Perantau
Menurut Munir, sudah dua bulan dirinya menjalani bekerja dari rumah. Hal tersebut tidak mudah, justru pekerjaan menjadi lebih banyak sehingga melebihi jam kerja normal atau lebih dari delapan jam. ”Situasinya lebih sibuk dari kerja di kantor,” ujarnya. Tidak hanya itu saja, karyawan mengalami pemotongan gaji karena penjualan berkurang. Beruntung masih ada tunjangan hari raya walaupun tidak penuh.
Situasi tersebut tidak lantas membuatnya patah semangat. Sebab, lanjut Munir, tidak mudah menemukan pekerjaan baru, termasuk penghasilan tambahan kala pandemi.
Evi (23) asal Banjarnegara, Jawa Tengah, juga merasakan kesulitan ekonomi karena pandemi. Pemasukannya berkurang drastis imbas berhentinya operasional toko untuk sementara waktu. ”Beda jauh dari sebelumnya, penghasilan semakin menurun, susah bepergian. Bahkan, sebagai anak rantau, tidak bisa kirim uang untuk orangtua,” ucap Evi.
Baca juga: Perantau Sedang Menghadapi Dilema
Ia merantau ke Jakarta untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Kehidupan keluarganya mulai berangsur-angsur membaik semenjak bekerja sebagai karyawati toko perlengkapan, bahan sablon dan stiker.
Pekerjaan tersebut memberikan upah yang cukup. Bahkan, setiap bulan selalu ada uang saku untuk orangtuanya. Namun, semenjak pandemi, tidak ada lagi uang saku. Tabungannya nyaris habis untuk keperluan sehari-hari dan membiayai perawatan ibunya di Banjarnegara.
Evi belum berniat kembali ke kampung halaman dan mencari pekerjaan lain di sana. Menurut dia, Ibu Kota memberikan kesempatan untuk pekerjaan dengan upah yang lebih baik.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance, Abra PG Talattov, Rabu (27/5/2020), menilai, selain dari kontribusi produk domestik regional bruto Jakarta yang besar bagi perekonomian secara nasional, sektor perbankan pun hampir seluruhnya berputar di wilayah ini. Artinya, pergerakan uang dan bisnis memang didominasi Ibu Kota negara.
”Otomatis sektor-sektor formal, terutama yang berpusat di Jakarta, itu menjadi penarik warga untuk melakukan urbanisasi ke Jakarta. Begitu pun dengan sektor informal yang melayani sektor formal sehingga pertumbuhannya akan beriringan,” ujar Abra.
Dalam masa pandemi Covid-19, yang membuat sebagian masyarakat pulang kampung dan belum bisa kembali ke Jakarta, Abra menyoroti perlunya optimalisasi percepatan penggunaan dana desa sebagai bantuan sosial. Hal ini menjadi titik krusial untuk memastikan ketimpangan antara kota dan desa tidak terlampau lebar.
”Kalau berlarut-larut tidak dieksekusi, dikhawatirkan rumah tangga di perdesaan akan semakin tertekan. Ujung-ujungnya ekonomi nasional juga akan semakin dalam kontraksinya,” ujar Abra.
Hal lain yang perlu dicermati yaitu dana desa yang awalnya bertujuan membangun infrastruktur untuk meningkatkan produktivitas ekonomi sekarang beralih menjadi bantuan sosial. Untuk jangka pendek, hal itu memang akan membantu menjaga daya beli masyarakat. Namun, dalam jangka menengah panjang, keadaan ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi di daerah.
Untuk itu, penting bagi pemerintah menangkap momentum, yakni dengan mendorong realokasi industri ke perdesaan yang dinilai masih aman dari pandemi Covid-19. Selain biaya produksi lebih rendah, keadaan ini juga akan mendorong ekonomi di perdesaan.