Covid-19 Tak Surutkan Daya Pikat Jakarta
Di tengah pandemi Covid-19, Jakarta dan sekitarnya masih dilirik perantau. Minimnya kesempatan kerja di kampung halaman menjadi pemicu utama mereka kembali mengadu nasib di kota besar.
Ilham (25) pulang kampung ke Sikakap, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, akhir Maret lalu. Sejak bulan itu, perusahaan penyedia anak buah kapal (ABK) tempatnya bekerja tidak lagi beroperasi akibat pandemi Covid-19.
Meski belum menentukan jadwal keberangkatan, Ilham tetap berencana kembali ke Jakarta. ”Karena di Mentawai susah sekali mencari kerja. Jangankan lapangan kerja, jaringan seluler saja masih 2G di sini,” kata sarjana ilmu keolahragaan ini ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (26/5/2020) malam.
Menjadi buruh perusahaan selama satu tahun, Ilham digaji sekitar Rp 3,5 juta per bulan. Pendapatan itu tergolong besar dibandingkan gaji sarjana yang menjadi tenaga honor di kampungnya. ”Rata-rata gaji di sini di bawah Rp 2 juta semua. Itu pun susah masuknya,” kata Ilham yang kini membantu bapaknya mengurus kebun.
Baca juga: Banyak Kendaraan Luput dari Pantauan Aparat di Pelintasan Jakarta
Sulitnya mencari pekerjaan di kampung juga menjadi pertimbangan Yones Febri (25) kembali ke Tangerang Selatan, Banten. Di sana, dia bekerja sebagai karyawan di tempat fotokopi.
Pria asal Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, ini merasakan sulitnya mencari kerja di kampung. Terlebih, ia hanya lulusan SMK. Ia merasa gaji Rp 2 juta per bulan dengan bekerja sebagai petugas fotokopi sudah memadai. Karena itu, ia memilih mengadu nasib di Jakarta apa pun situasinya. ”Daripada di kampung dan menganggur sama sekali,” ujarnya.
Di Solok Selatan, Sumatera Barat, Ferdi Andika (28) terus memantau informasi mengenai pembukaan mal di Jakarta. Sejak dua tahun terakhir, dia menjual dompet dan ikat pinggang di mal Jakarta dan Bekasi, Jawa Barat.
Beberapa teman sejawatnya sudah berencana kembali ke Jakarta minggu ini. Adapun Ferdi ancang-ancang kembali akhir Juni nanti. ”Jadi tergantung seberapa amunisinya (uang untuk mencukupi kebutuhan). Kalau saya masih sanggup bertahan, sebulan lagi di kampung,” katanya.
Ferdi ingin kembali ke Jakarta untuk melanjutkan usaha. Jika membuka lapak di kampung halaman, dia harus memulai dari nol lagi. ”Selain itu, perputaran ekonomi sudah jelas lebih besar di kota,” kata lulusan Universitas Negeri Padang ini.
Baca juga: Surat Izin Keluar Masuk Jakarta Tak Efektif Tanpa Dukungan Bodetabek
Statusnya sebagai seorang sarjana juga membawa dampak psikologis. Dia khawatir tidak sanggup menjawab pertanyaan dari lingkungan mengenai pekerjaannya. ”Semua sarjana di kampung pasti merasakan betapa tertekannya menjadi pengangguran,” katanya.
Di tengah situasi pandemi, perantau yang ingin masuk ke Jakarta harus melengkapi sejumlah syarat tertentu. Setiap warga yang masuk ataupun keluar Jakarta harus memiliki surat izin keluar masuk atau SIKM.
Semua sarjana di kampung pasti merasakan betapa tertekannya menjadi pengangguran.
Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi DKI Jakarta dalam Upaya Pencegahan Covid-19. Surat ini mengatur dispensasi untuk kegiatan di DKI selama penetapan bencana nonalam Covid-19 sebagai bencana nasional.
Ada 11 sektor usaha yang diperbolehkan beroperasi selama Covid-19. Sektor itu adalah kesehatan, pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, serta kebutuhan sehari-hari.
Bagi mereka yang memiliki KTP luar Jakarta, ada sejumlah syarat untuk mengurus SIKM. Selain melampirkan surat keterangan sehat, mereka mesti memiliki surat keterangan dari pemerintahan setempat mengenai tujuan ke Jakarta. Mereka juga harus memiliki surat jaminan dari keluarga yang tinggal di Jakarta.
Daya pikat Jakarta
Menurut sosiolog Universitas Gadjah Mada, Derajad S Widhyharto, arus urbanisasi akan tetap terjadi tahun ini. Tidak tersedianya pekerjaan di daerah secara masif akan membuat warga mencari berbagai cara untuk mengakali aturan tersebut.
”Mereka tidak peduli (berbagai persyaratan untuk masuk Jakarta). Karena fokus mereka bukan formalitas, melainkan pada hidup laik dan kesejahteraan,” katanya.
Sebagai pusat perdagangan di Indonesia, Jakarta akan terus dilirik, terutama oleh pekerja informal. Pasar Tanah Abang dia prediksi akan terus menggeliat.
Di sisi lain, pandemi Covid-19 yang masih berlangsung akan tetap membuka lapangan kerja. Pekerja informal sebagai pendukung sektor yang dibolehkan bekerja saat pandemi, misalnya, akan naik kelas. Contohnya, tukang jahit dibutuhkan kemampuannya untuk membuat alat pelindung diri. Tukang ledeng atau pipa serta pekerja konstruksi diperlukan untuk membangun fasilitas dan infrastruktur kesehatan.
Dia mengingatkan, perantau yang akan kembali berjuang di Ibu Kota sebaiknya memiliki spesialisasi tertentu. Orang dengan keterampilan umum akan sulit terserap oleh pasar kerja.
”Di Pasar pramuka yang menjual produk kesehatan, misalnya, memerlukan karyawan, tetapi yang memiliki pengetahuan tentang produk kesehatan. Lulusan sekolah kejuruan di bidang kesehatan berpeluang di sini. Di sektor pekerjaan formal, akan ada permintaan di bidang kesehatan, seperti dokter dan perawat,” katanya.