Pemuka Agama Imbau Warga Tetap di Rumah Saat Idul Fitri
Warga diminta mengutamakan prinsip menghindari kemudaratan penyakit ketimbang mengejar manfaat ibadah yang bernilai sunah di masa pandemi Covid-19.
Oleh
Aditya Diveranta/Fajar Ramadhan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemuka agama Islam meminta warga tetap berada di rumah saat Lebaran. Hal itu demi menghindari kemudaratan pandemi Covid-19 ketimbang mengejar manfaat ibadah sunah di masa Idul Fitri.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyayangkan warga yang kian mengabaikan instruksi jaga jarak fisik di tengah pandemi Covid-19. Ia mengemukakan fenomena kenekatan warga yang beraktivitas di keramaian, bahkan banyak pula warga yang nekat mudik ke kampung halaman.
”Covid-19 masih sangat berbahaya. Oleh karena itu, cara yang bisa kita tempuh adalah melindungi diri sendiri dan orang terdekat kita supaya jangan tertular,” katanya saat dihubungi pada Jumat (22/5/2020).
Ada kaidah ushul fiqih yang menyebutkan Dar’ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil mashalih. Artinya, menghindari segala kemudaratan lebih baik daripada mengejar manfaat demi menjaga kemaslahatan umat.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini menilai, umat Muslim semestinya mengutamakan kesehatan di masa pandemi daripada mengejar sejumlah ibadah yang sebenarnya tidak wajib dalam syariat Islam.
Helmy mengingatkan, sejumlah kegiatan meliputi malam takbiran serta shalat Idul Fitri sebenarnya bersifat sunah. Dalam situasi pandemi, hal ini bisa dilakukan di rumah demi menjaga kesehatan diri masing-masing.
”Menghindari kemudaratan itu lebih baik daripada mengejar manfaat ibadah yang sebenarnya bernilai sunah. Dalam hal shalat Idul Fitri dan takbiran, insya Allah makna ibadah tersebut tidak akan berkurang meski dilakukan di rumah,” tutur Helmy.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menuturkan, kondisi kelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) saat ini juga tidak terlepas dari kurangnya ketegasan pemerintah. Sebab, sebagian umat Muslim menilai pemerintah tidak berlaku adil dalam penegakan PSBB.
Hal tersebut, menurut dia, terlihat dari kelonggaran penegakan PSBB pada kawasan bandara dan pusat perbelanjaan. Sementara pembatasan kegiatan di tempat ibadah begitu ketat. ”Sebagian umat Muslim menilai hal tersebut tidak adil,” ujarnya.
Penegakan PSBB secara adil juga harus dibarengi dengan komunikasi yang jelas dari pemerintah. Selama ini, banyak penyampaian informasi yang tidak perlu dari pemerintah. ”Apabila hal itu bisa diwujudkan, tidak akan sulit meminta warga untuk mematuhi protokol pencegahan Covid-19,” kata Abdul.
Belajar dari China
Anwar juga meminta masyarakat belajar dari pengalaman Tahun Baru Imlek di China awal 2020. Saat itu, perayaan yang berpotensi mengumpulkan orang banyak dilarang. Namun, penyebaran tetap tidak terbendung, apalagi jika pelarangan tidak dilakukan.
”Kita bisa belajar dari Tahun Baru Imlek. Saat itu kasus di Wuhan meningkat tajam setelah Imlek. Saya khawatir hal yang sama terjadi setelah Idul Fitri,” ujarnya.
Sepanjang Jumat siang hingga sore, sebagian besar warga masih beraktivitas di luar rumah. Pantauan Kompas, Pasar Kebayoran Lama dan Pasar Tanah Abang masih dipenuhi aktivitas pedagang pasar.
Kita bisa belajar dari Tahun Baru Imlek. Saat itu kasus di Wuhan meningkat tajam setelah Imlek. Saya khawatir hal yang sama terjadi setelah Idul Fitri. (Anwar Abbas)
Helmy menyampaikan, warga sebaiknya menghindari kerumunan di sekitar rumah, apalagi jika wilayah tersebut diidentifikasi sebagai zona merah penularan Covid-19.
”Di masa sekarang, hal yang diutamakan adalah kesehatan umat. Sebaiknya warga menahan diri demi menjaga orang-orang terkasih agar tidak turut tertular penyakit mematikan ini,” kata Helmy.