Hingga kini, peminat jasa travel gelap tetap banyak di tengah pemberlakuan larangan mudik. Kondisi ini dikhawatirkan berkontribusi pada makin cepatnya Covid-19 menyebar.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jasa kendaraan tanpa izin trayek atau ”travel gelap” masih jadi pilihan favorit bagi warga untuk keluar area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi menuju kampung halaman di tengah larangan mudik oleh pemerintah. Di Kabupaten Bekasi, misalnya, sebanyak 40 kendaraan travel dicegat sepanjang Minggu (17/5/2020) karena mengantar pemudik ilegal.
Berdasarkan peraturan baru, termasuk Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, warga punya peluang keluar Jabodetabek asalkan memiliki dokumen untuk dikecualikan dari larangan perjalanan.
Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, pengguna jasa travel tetap banyak meskipun ada sanksi dan penahanan. ”Persyaratan untuk bepergian kan agak sulit, jadi travel gelap tetap favorit untuk mudik,” ucapnya saat dihubungi pada Senin (18/5/2020).
Para pengemudi punya strategi untuk bersembunyi dari ”mata” petugas.
Berdasarkan SE Gugus Tugas, yang dikecualikan dari larangan mudik antara lain perjalanan pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat atau perjalanan orang yang anggota keluarga intinya meninggal atau sakit keras. Syarat-syarat yang mesti dibawa ialah KTP atau kartu identitas lain yang sah; surat rujukan dari rumah sakit untuk pasien yang akan berobat di tempat lain; surat keterangan kematian dari tempat almarhum bagi yang anggota keluarga intinya meninggal; serta bukti hasil negatif Covid-19 berdasar tes PCR atau tes cepat, atau surat keterangan sehat yang sah.
Dihubungi terpisah, Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Ajun Komisaris Besar Rachmat Sumekar menuturkan, pihaknya menangkap 40 kendaraan travel yang hampir seluruhnya berpelat nomor polisi warna hitam alias kendaraan pribadi yang tidak boleh untuk mengangkut penumpang.
”Itu semua penangkapan dalam satu hari pada kemarin Minggu, pukul 14.00-19.00,” ujarnya.
Semuanya dicegat di jalan arteri nontol, pada perbatasan Kabupaten Bekasi-Karawang seperti di Jalan Inspeksi Kalimalang dan Jalan Raya Bekasi Karawang di Kedungwaringin. Para pengguna jasa travel gelap mengetahui layanan ilegal tersebut dari mulut ke mulut serta promosi di media sosial.
Rachmat mengatakan, total ada 300 penumpang yang berupaya mudik dengan 40 kendaraan itu. Masing-masing penumpang dikenai tarif beragam, berkisar Rp 500.000-Rp 700.000. Tujuan mereka daerah-daerah di Jawa Barat (seperti Indramayu), Jawa Tengah (seperti Purbalingga, Kebumen, Kendal, dan Solo), dan Jawa Timur (seperti Jombang). Sejumlah penumpang nekat mudik karena sudah tidak memiliki penghasilan atau tidak dipekerjakan lagi di Jakarta dan sekitarnya.
Untuk menekan jumlah pemudik yang menggunakan travel gelap, Satlantas Polres Metro Bekasi meningkatkan jumlah personel yang bertugas, dari 25 personel per giliran menjadi 40 personel per giliran. Selain itu, patroli juga digiatkan.
”Jika ada minibus yang mencurigakan, kami berhentikan kemudian kami cek surat-surat serta tujuannya,” kata Rachmat.
Meski demikian, Rachmat tidak memungkiri ada kesulitan dalam mengawasi pergerakan travel gelap. Para pengemudi punya strategi untuk bersembunyi dari ”mata” petugas. Sambodo sebelumnya mencontohkan, sopir travel paham seluk belum jalur tikus atau akses lalu lintas tidak resmi di dalam lingkungan. Selain itu, mereka juga bisa bekerja sama dengan informan yang memantau waktu istirahat petugas di pos penyekatan, misalnya waktu sahur.
”Saat penjagaan sedang ketat, mereka mengendap di satu titik selama 3-4 jam tidak bergerak. Ketika tahu ada celah, misalnya petugas lagi makan sahur, mereka baru jalan. Banyak triknya,” ujar Sambodo.
Sambodo menambahkan, seluruh kendaraan travel gelap yang terjaring penyekatan petugas akan disita terlebih dahulu selama lebih kurang lima hari. Setelah sopir atau pemilik mobil membayar denda, kendaraan dikembalikan.
Para pengemudi travel gelap dikenai sanksi berdasarkan Pasal 308 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena kendaraan tidak memiliki izin trayek. Ancaman hukumannya ialah denda maksimal Rp 500.000 atau penjara maksimal dua bulan.
Terhadap para pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi masing-masing atau angkutan umum resmi, polisi sejauh ini masih menerapkan tindakan persuasif, yaitu meminta kendaraan diputarbalikkan ke arah Jakarta lagi. Periode 24 April-17 Mei, petugas di pos-pos penyekatan wilayah hukum Polda Metro Jaya sudah memerintahkan total 19.940 kendaraan untuk putar balik.
Meski demikian, Sambodo mengatakan, polisi bisa menggunakan diskresi untuk mempersilakan kendaraan pemudik melintas di penyekatan selama untuk tujuan kemanusiaan. Ia mencontohkan, terdapat warga yang terpaksa pulang kampung karena tidak lagi memiliki pekerjaan di Jakarta dan menyatakan bahwa di kampung mereka masih punya keluarga yang bisa menghidupi.
Petugas memberi syarat, mereka harus melapor saat sudah di kampung untuk kemudian mendapatkan penanganan protokol anti-Covid-19. Polisi akan menginformasikan pada satuan lalu lintas di daerah tujuan agar juga mengetahui kepulangan warga tersebut.
Sementara itu, berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi DKI dalam upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19, akan ada tambahan tugas bagi personel di lapangan. Selain menyekat warga yang akan keluar Jakarta untuk tujuan mudik seperti selama ini berjalan, petugas juga harus menyaring kendaraan yang masuk Ibu Kota.
Meski demikian, Sambodo menekankan, petugas Ditlantas Polda Metro Jaya hanya bersifat mendampingi untuk pekerjaan penyekatan kendaraan yang masuk Jakarta. Pasal 13 pergub tersebut menyatakan, pengawasan dan penindakan atas pelanggaran dilakukan satuan polisi pamong praja (satpol PP). ”Karena itu, nanti personel Satpol PP yang dikedepankan,” ujarnya.
Penyaringan kendaraan yang masuk DKI bakal dilakukan petugas di pos-pos pemeriksaan (check point). Untuk penyekatan di jalan-jalan arteri tidak ada masalah karena bisa diintegrasikan dengan pos yang sudah berdiri saat ini, baik untuk mencegat pemudik maupun mengawasi kepatuhan pengendara pada aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun, untuk penyekatan di jalan tol, penentuan titik perlu dibahas lagi.
Adapun penyekatan kendaraan yang akan keluar wilayah Jakarta, karena juga terkait dengan penegakan larangan mudik, polisi tetap memegang kendali. ”Larangan mudik itu instruksi Presiden. Polri siap untuk mengamankan kebijakan tersebut,” kata Sambodo.