Daripada Mudik, Silaturahmi Virtual Saja, Yuk!
Pemerintah melarang warga mudik keluar Jabodetabek, tetapi tidak bisa melarang warga bepergian dari satu daerah ke daerah lain di dalam kawasan yang telah menyatu ini.
Pemerintah melarang warga mudik keluar Jabodetabek, tetapi tidak bisa melarang warga bepergian dari satu daerah ke daerah lain di dalam kawasan yang telah menyatu ini. Namun, agar Covid-19 tidak terus merebak, disarankan silaturahmi selama Lebaran diganti dengan silaturahmi virtual.
Silaturahmi ke kerabat dan keluarga meski tidak keluar Jabodetabek sudah menjadi semacam tradisi setiap Lebaran. Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, pemerintah tentu menganjurkan tidak bersilaturahmi secara fisik terlebih dahulu selama masa pembatasan sosial berskala besar
(PSBB).
”Namun, kalau hanya sekitar Jakarta, selama masih mematuhi aturan PSBB, masih kami perbolehkan,” ucapnya dalam keterangan resmi secara daring pada Kamis (14/5/2020).
Petugas lalu lintas di jalan-jalan pada hari raya akan memantau kepatuhan pengendara terhadap aturan pembatasan sosial, salah satunya penggunaan masker. Selain itu, jumlah penumpang di dalam mobil juga tidak boleh melebihi 50 persen kapasitas maksimal dan pengendara sepeda motor yang berboncengan wajib satu alamat tinggal.
Sambodo mengatakan, warga yang bersilaturahmi juga diimbau tetap bermasker saat berjumpa kerabat atau keluarga serta tidak berkerumun lebih dari lima orang. Kegiatan sosial dan budaya juga tetap dilarang selama PSBB sehingga acara semacam gelar griya (open house) pada hari raya tidak dibolehkan.
Hari raya Idul Fitri diperkirakan bertepatan dengan tanggal 24-25 Mei kalender Masehi. Sambodo berpendapat, lalu lintas di wilayah hukum Polda Metro Jaya (Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi) berpotensi lebih ramai pada Lebaran tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena efek larangan mudik keluar Jabodetabek.
Karena itu, jadwal bakal diatur agar jumlah personel yang bertugas memadai, termasuk terkait pengaturan jadwal libur serta memperhitungkan waktu shalat Id. Ditlantas juga mengantisipasi adanya kelompok masyarakat yang mengadakan takbir keliling pada malam sebelum hari pertama Lebaran.
”Kami juga pasti akan meningkatkan jumlah personel untuk mengawasi, jangan sampai ada orang yang melaksanakan takbir keliling karena itu, kan, juga kerawanan, tidak elok di era PSBB seperti sekarang ini,” ujar Sambodo.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan, langkah terbaik agar aman dari potensi penularan virus korona baru adalah tetap di rumah sewaktu hari raya. Namun, ia memaklumi hal itu sulit berjalan karena tradisi silaturahmi sudah lekat dengan Lebaran.
Karena itu, ia mendorong pemerintah menentukan sikap yang pasti terkait Lebaran. Jika membolehkan warga bersilaturahmi hanya di dalam Jabodetabek, pemerintah mesti siap mengambil risiko kasus Covid-19 meningkat. Namun, risiko bisa ditekan jika masyarakat patuh menjalankan protokol anti-Covid-19 saat bersilaturahmi. Kuncinya, senantiasa bermasker serta jaga jarak fisik.
Sementara itu, Sambodo menambahkan, pihaknya berkomitmen tetap menyekat pemudik yang berniat meninggalkan wilayah hukum Polda Metro Jaya selama larangan mudik belum dicabut. Kurun 24 April-13 Mei, total 18.225 kendaraan diminta putar balik di pos-pos penyekatan karena terindikasi digunakan untuk pulang kampung.
PSBB tak cukup kuat
Soal mudik lokal ini sebelumnya sudah diprediksi bahwa akan menjadi potensi baru penularan Covid-19. Aturan dalam pembatasan sosial berskala besar belum cukup kuat untuk mencegah orang bepergian. Jika kondisi ini berlanjut tanpa ada tindakan, dikhawatirkan akan terjadi penularan SARS-CoV-2 secara masif saat Idul Fitri.
Gagasan tersebut mengemuka dalam diskusi dalam jaringan yang diselenggarakan Institut Studi Transportasi (Instran), Rabu (6/5/2020). Turut berpartisipasi dalam diskusi di antaranya Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana B Pramesti, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo, Ketua Instran Darmaningtyas, sejarawan JJ Rizal, dan sejumlah kepala dinas perhubungan di Jabodetabek.
Darmaningtyas menjelaskan, kegiatan mudik lokal adalah bepergian untuk silaturahmi secara fisik kepada kerabat ataupun saudara, tetapi masih di dalam lintas wilayah Jabodetabek. Mudik lokal sudah menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat seusai shalat Id.
”Tradisi ini tidak mudah begitu saja dihentikan. Seperti halnya mudik jarak jauh yang selama ini kita lihat,” ujar Darmaningtyas.
Faktor lain yang dapat mendorong mudik lokal muncul adalah selama penerapan PSBB, masyarakat masih dapat menggunakan kendaraan pribadi ataupun angkutan umum untuk lintas wilayah di dalam Jabodetabek. Polana menyampaikan, sepanjang sudah memenuhi syarat pembatasan dan protokol kesehatan, tidak ada larangan bepergian. Sebab, PSBB bersifat hanya membatasi, bukan menghentikan.
”Jabodetabek adalah wilayah aglomerasi sehingga kebijakan transportasi tidak ada penghentian, yang ada hanya pembatasan,” kata Polana.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi Dadang Ginanjar menilai imbauan saja tidak cukup mencegah masyarakat melakukan mudik lokal. Cara terbaik adalah melarang mudik lokal secara tegas. Hal itu perlu dilakukan karena hingga saat ini pemerintah masih terus berupaya menekan persebaran Covid-19.
”Jadi, kuncinya menurut saya harus ada penghentian,” ucapnya.
Adapun di Kota Depok, Kepala Dinas Perhubungan Depok Dadang Wihana menyampaikan, pada PSBB tahap pertama, penambahan rata-rata kasus per harinya sudah mulai berkurang. Namun, ada kecenderungan penambahan rata-rata kasus Covid-19 setiap harinya saat PSBB tahap kedua di Depok. Kondisi itu, kata Dadang, disebabkan ada kelonggaran- kelonggaran. Aturan dalam PSBB tidak secara tegas mencantumkan sanksi bagi pelanggar.
Oleh karena itu, Pemerintah Kota Depok mencoba mencari rujukan hukum untuk pelaksanaan PSBB tahap dua. Menurut Dadang, Peraturan Wali Kota Depok Nomor 22 Tahun 2020 telah direvisi dengan mencantumkan sanksi.
Pendekatan kultural
Kepala Bidang Pengendalian Operasional Dishub DKI Jakarta Edi Sufaat mengkhawatirkan timbulnya gelombang persebaran kedua Covid-19 setelah mudik lokal. Kerumunan bakal terjadi karena warga mengunjungi kerabat, ziarah makam, dan tempat-tempat kuliner. Untuk itu, Edi meminta masyarakat mengurungkan niat bertemu keluarga saat Idul Fitri.
”Silaturahmi memang perlu. Tapi, dilakukan secara online pun lebih bagus daripada kesehatan terganggu,” kata Edi.
JJ Rizal berpendapat, persebaran Covid-19 di dalam mudik lokal adalah masalah yang penyelesaiannya tidak bisa hanya dilihat dari pendekatan hukum atau tindakan politik, tetapi juga harus dengan jalan kultural. Rizal melihat upaya-upaya yang dilakukan pemerintah selama ini cenderung menggunakan pendekatan hukum dan belum menyentuh kampanye kultural secara besar-besaran.
Ia menyarankan di sisa waktu menjelang Idul Fitri, pemerintah menyusun kegiatan kampanye. Melibatkan struktur nonformal di tingkat kampung dan kompleks bisa menjadi salah satu cara dalam kampanye kultural.
”Cari orang-orang yang biasanya disebut mualim dan berpengaruh. Wibawanya bisa menggerakkan masyarakat untuk mengurungkan mudik lokal,” ujar Rizal.
Darmaningtyas sepakat dengan apa yang disampaikan Rizal. Sosialisasi yang dilakukan akan lebih efektif apabila melibatkan tokoh masyarakat atau tokoh keagamaan. Mudik atau silaturahmi merupakan bagian kegiatan sosial budaya, yang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB, kegiatan sosial budaya merupakan salah satu kegiatan yang perlu dihindari agar tidak terjadi kerumunan.
Tetap mau kumpul-kumpul saat Lebaran nanti? Pikir-pikir lagi, ya.