Bekasi Setujui Sebagian Isi Perpres No 60/2020 tentang Tata Ruang Jabodetabek
Kota Bekasi setuju dengan sebagian isi Perpres No 60/2020. Perpres yang diterbitkan Presiden Jokowi pada 13 April 2020 itu mendapat penolakan dari sejumlah aktivis lingkungan.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, menyetujui sebagian dari Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Tata Ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur atau Jabodetabekpunjur. Terbitnya peraturan presiden itu dinilai sebagai momentum untuk mengevaluasi perencanaan, pemanfaatan, hingga pengendalian tata ruang di Kota Bekasi.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, Pemerintah Kota Bekasi menyetujui sebagian dari isi Peraturan Presiden (Perpres) No 60/2020, terutama terkait perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang. Peraturan presiden itu merupakan momentum bagi Kota Bekasi untuk mengevaluasi ketersediaan ruang terbuka hijau di daerah tersebut.
”Dari perencanaan, pemanfaatan, sampai pengendalian, kami setuju. Bahkan, rencana tata ruang wilayah kami sudah mau habis. Jadi, kami mau mengevaluasi untuk peruntukan ruang terbuka hijau (RTH) dan lahan eksisting yang terpakai berapa karena di kota ini penting,” ucap Rahmat, Kamis (14/5/2020), di Kota Bekasi.
Ia menambahkan, prioritas utama Kota Bekasi dengan keluarnya Perpres No 60/2020, yakni pembagian zonasi wilayah. Zonasi itu akan dituangkan dalam rencana detail tata ruang kota.
Perpres No 60/2020 diterbitkan Presiden Jokowi pada 13 April 2020 menggantikan Perpres No 54/2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Namun, Perpres No 60/2020 yang baru diterbitkan itu dikritisi sejumlah pihak karena ada banyak catatan yang dipertanyakan dan perlu dibenahi.
Salah satu poin yang dikritisi, terutama oleh aktivis lingkungan dari Walhi, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), yakni komitmen penyelamatan lingkungan yang belum memadai, perlindungan masyarakat yang sangat lemah dan rentan kehilangan sumber kehidupan, hingga rencana kelembagaan yang tidak memadai.
Evaluasi peruntukan, pemanfaatan, dan pengendalian tata ruang terutama berkaitan dengan ruang terbuka hijau di Kota Bekasi sangat esensial lantaran daerah itu masih kekurangan RTH sebagai lahan untuk menyerap air dan memasok ketersediaan air tanah serta sebagai paru-paru kota. Dari target 30 persen RTH sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, Kota Bekasi baru memiliki 15 persen RTH.
Kekurangan RTH berdampak serius terhadap kota itu saat terjadi bencana banjir pada awal Januari 2020. Saat itu, banjir merendam sebagian besar kota tersebut dengan cakupan wilayah yang terendam mencapai 10 dari 12 kecamatan dengan titik banjir mencapai 39 lokasi atau yang terbanyak di Jabodetabek. Peristiwa banjir itu juga mengakibatkan sembilan warga Kota Bekasi meninggal dunia.
Rahmat Effendi pada medio Februari 2020 mengakui, banjir yang terjadi pada Januari 2020 mengakibatkan 75 persen perumahan warga di sekitar bantaran Kali Bekasi terdampak. Ia memastikan Kota Bekasi akan mengevaluasi ketersediaan ruang terbuka hijau di daerah tersebut. ”Mau tidak mau kita harus evaluasi itu,” ujarnya.
Isu pemanfaatan tata ruang wilayah di Kota Bekasi juga sempat disinggung Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum saat berkunjung ke Kota Bekasi, akhir Februari 2020. Uu menilai, salah satu persoalan banjir di Kota Bekasi disebabkan oleh perubahan tata ruang untuk pembangunan proyek-protek strategis nasional, seperti pembangunan jalan tol, LRT, hingga proyek kereta cepat Indonesia-China.