Lain Tafsir Aturan di Pulo Gebang, Lain Pula di Merak
Aturan pembatasan orang yang bisa pulang kampung ditafsirkan berbeda-beda oleh petugas di lapangan. Bahkan, ada indikasi aturan ini dijadikan cara oknum mencari uang.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
Aturan mengenai kriteria penumpang angkutan umum diterjemahkan berbeda oleh petugas di lapangan. Akibatnya, delapan penumpang bus antarkota antarprovinsi yang bertolak dari Jakarta tidak bisa menyeberang ke Sumatera. Penumpang kecewa lantaran aturan yang berbeda.
Kepala Satuan Pelaksana Operasional dan Kemitraan Terminal Terpadu Pulo Gebang Afif Muhroji, Rabu (13/5/2020), menjelaskan, bus milik Perusahaan Otobus SAN jurusan Bengkulu membawa 13 penumpang dari Terminal Pulo Gebang, Jakarta Timur. Sebanyak delapan penumpang di antaranya tertahan di Pelabuhan Merak, Banten, karena tidak mengantongi surat hasil negatif Covid-19. Mereka hanya memiliki surat keterangan sehat dari puskesmas.
Merujuk Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, orang yang dibolehkan melintasi wilayah PSSBB salah satu syaratnya adalah menunjukkan hasil negatif Covid-19 atau surat keterangan sehat dari dinas kesehatan/puskemas/klinik kesehatan. Artinya, penumpang boleh memilih salah satu.
”Di Pulo Gebang kami boleh berangkat, tetapi di Merak ditahan. Malahan ada petugas di Merak yang ngomong kalau aturan di Pulo Gebang berbeda dengan di Merak. Lah, kok, bisa beda?” kata Jefri (28), salah seorang penumpang PO SAN yang tak bisa menyeberang ke Sumatera.
Menurut Jefri, penumpang PO SAN sebenarnya berjumlah 14 orang. Satu orang lagi naik di jalan.
Selama perjalanan menuju Merak, mereka melalui lima titik pemeriksaan PSBB. ”Setiap pemeriksaan, dokumen kami diperiksa dan kami dinyatakan boleh melanjutkan perjalanan,” kata pekerja swasta yang diputus kontrak kerjanya ini.
Pada Selasa (12/5/2020) pukul 13.00, bus memasuki Pelabuhan Merak. Di situ, petugas melarang penumpang yang tak mengantongi surat hasil negatif tes Covid-19 untuk menyeberang.
Walhasil, bus pun balik lagi ke Jakarta untuk mengantar mereka yang tak boleh melintasi Selat Sunda. Belum begitu jauh dari Pelabuhan Merak, kata Jefri, mereka berhenti di rumah makan.
Mereka dihampiri oleh mobil patroli polisi. ”Polisi mau memastikan bahwa kami tak melanjutkan perjalanan, tetapi kembali ke Terminal Pulo Gebang,” lanjutnya.
Tak lama berselang, Jefri melanjutkan, muncul lagi seorang petugas dengan seragam dinas perhubungan. Seingat Jefri, nama petugas itu S Bahri, berusia sekitar 40 tahun.
”Petugas itu menawarkan tes Covid-19 dengan biaya Rp 200.000 per orang. Mereka jamin bisa menyeberang setelah mengikuti tes,” ujarnya.
Sebanyak sembilan penumpang tidak memiliki surat negatif Covid-19. Tujuh di antaranya menerima tawanan petugas untuk tes Covid-19, termasuk Jefri.
Mereka dibawa ke tempat praktik dokter umum dewasa dan anak-anak, dr Bamba Yunardi. Menurut Jefri, lokasi praktik dokter ini masih di sekitar Pelabuhan Merak. ”Pas diperiksa ternyata tesnya sama saja seperti kami mengurus surat sehat. Yang diukur tensi darah terus berat badan dan dokternya pun bilang ini bukan tes Covid-19,” katanya.
Mereka pesimistis bisa menyeberang. Uang sebesar Rp 1,4 juta pun terbuang mubazir. Beruntungnya, PO SAN mengambalikan uang tiket secara penuh.
Pas diperiksa ternyata tesnya sama saja seperti kami mengurus surat sehat. Yang diukur tensi darah terus berat badan dan dokternya pun bilang ini bukan tes Covid-19.
Dan, mereka pun kembali ke Terminal Pulo Gebang. Semalaman, mereka menginap di terminal kedatangan Pulo Gebang. ”Sudah kayak gelandangan saja kami,” kata Diona (18), penumpang lainnya yang batal pulang kampung.
Pada Rabu siang, petugas Terminal Pulo Gebang memfasilitasi mereka untuk kembali ke tempat tinggal masing-masing.
Ulah oknum
Mengenai peristiwa di Pelabuhan Merak, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi akan mengonfirmasi hal itu ke kepala dinas perhubungan setempat. Menurut dia, petugas dishub hanya bertugas untuk memastikan kelengkapan dokumen penumpang. ”Saya enggak mengerti soal yang begitu-begitu, Kalau memang ada, itu sudah pasti oknum,” katanya.
Kepala Unit Pengelola Terminal Terpadu Pulo Gebang Bernad Octavianus Pasaribu menjelaskan, penolakan di Pelabuhan Merak itu menjadi bahan evaluasi. Mulai hari ini, Terminal Pulo Gebang mewajibkan penumpang melampirkan surat negatif Covid-19.
”Ini untuk antisipasi penolakan di daerah. Kalau mereka yang menggunakan surat sehat tetap diberangkatkan, nanti takutnya ditolak lagi di daerah. Kan, kasihan,” ucapnya menjelaskan.