Seleksi Penumpang Kereta Belum Selaras dengan Aturan Pemerintah
Tiga Kereta Api Luar Biasa mulai diberangkatkan dari Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (12/5/2020). Seleksi penumpang oleh petugas gabungan belum sepenuhnya selaras dengan persyaratan yang ditentukan pemerintah.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penumpang di luar kriteria masih berhak melenggang ke daerah pada hari pertama pembukaan perjalanan Kereta Api Luar Biasa di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Sebaliknya, penumpang repatriasi yang memiliki persyaratan lengkap justru ditolak.
Arnold Kelinani mendatangi Posko Gugus Tugas Covid-19 Stasiun Gambir pada Selasa (12/5/2020) seusai mendengar kabar dibukanya penjualan tiket Kereta Api Luar Biasa (KLB). Kendati bukan termasuk dalam kategori orang-orang yang dikecualikan, ia tetap diperbolehkan memesan tiket perjalanan ke Surabaya menggunakan KLB.
”Saya datang untuk menanyakan, bisa atau enggak ikut kereta ke Surabaya. Tadi diinfokan bisa, asal membawa dokumen-dokumen yang diperlukan. Kebetulan saya baru saja ikut rapid test, habis Rp 400.000,” katanya.
Dokumen yang wajib dipenuhi Arnold ialah surat keterangan dari kelurahan, hasil negatif covid-19, dan identitas diri. Ia bersyukur, meski tidak termasuk dalam orang yang dikecualikan untuk bepergian, tetap bisa menggunakan jasa KLB.
Arnold berniat pergi ke Surabaya untuk mencari penerbangan atau penyeberangan menuju ke kampung asalnya, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebelumnya, Arnold datang ke Jakarta pada 19 April 2020 untuk mengurus pencairan asuransi kematian istrinya. Ia berinisiatif mengurusnya ke kantor pusat Jakarta lantaran terjadi kebuntuan di tingkat provinsi.
Sayangnya, sebelum kembali ke Flores, Jakarta keburu memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Saat itu, ia kebingungan lantaran semua stasiun dan terminal ditutup. Arnold terpaksa harus menginap dari hotel ke hotel selama terjebak di Jakarta.
”Setidaknya kalau sampai Surabaya saya lega karena di sana masih punya banyak saudara. Kalau di Jakarta sama sekali enggak punya siapa-siapa,” katanya.
Pasangan suami-istri asal Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Putra dan Reni, juga mendapatkan lampu hijau oleh petugas Posko Gugus Tugas Covid-19 Stasiun Gambir. Keduanya langsung berencana melakukan rapid test agar bisa segera pulang ke kampung halaman secepatnya.
Selama ini keduanya tinggal di Kota Tangerang, Banten. Namun, sekitar 1,5 bulan yang lalu, Putra terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal tersebut memaksa mereka kembali ke kampung halaman karena tabungan menipis.
”Tadi ditanya apakah pihak kampung mau menerima kami atau tidak. Kami sudah hubungi Pak RT yang di Klaten, katanya bisa, tetapi tetap harus karantina mandiri di rumah,” kata Reni.
Repatriasi ditolak
Kondisi berbeda dialami Eko Priyanto, pekerja migran dari Jerman yang hendak melakukan repatriasi ke kampung halamannya, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Seusai berbicara dengan petugas posko selama 10 menit, ia bergegas pergi sambil menampakkan raut wajah kekecewaan.
Pasalnya, oleh petugas posko, Eko diminta untuk melakukan karantina mandiri selama 14 hari sebelum membeli tiket kereta api. Padahal, ia sudah mengantongi surat negatif Covid-19 dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Bandara Soekarno-Hatta, Senin (11/5/2020).
”Sudah saya tunjukkan, memang ada keterangan untuk karantina mandiri, tetapi bisa dilakukan di rumah,” ucapnya.
Bahkan, Eko mengaku sudah melakukan dua kali tes usap di Jerman sebelum dinyatakan layak terbang ke Indonesia. ”Sepuluh teman saya yang lain kemarin bisa pulang ke daerahnya masing-masing dengan memesan travel. Ini saya yang lewat protokol ketat malah enggak bisa,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi, petugas posko yang menangani Eko menyatakan bahwa hal tersebut akan ia tanyakan kembali ke atasan. Saat itu, ia memang merujuk pada keterangan di dalam surat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan harus melakukan karantina mandiri. Di sisi lain, petugas yang berjaga di meja lainnya mengaku sudah meloloskan penumpang yang melakukan repatriasi dari Korea Selatan sebelumnya.
Wewenang petugas
Vice President Public Relations PT KAI Joni Martinus mengatakan, PT KAI sudah menyampaikan persyaratan yang harus dipenuhi calon penumpang. Persyaratan tersebut merujuk pada Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalan Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Terkait kepastian masuk atau tidaknya calon penumpang ke dalam kriteria yang sudah diantur, hal itu menjadi kewenangan dari petugas gabungan di Posko Gugus Tugas Covid-19 stasiun. Sebab, petugas gabungan tersebut bukan hanya terdiri dari unsur PT KAI, melainkan juga Kementerian Perhubungan, tim gugus tugas daerah, TNI, dan Polri.
”Kewajiban PT KAI adalah menyediakan angkutan, tiket, dan tempat bagi satgas gabungan. Intinya, kalau dari mereka mengeluarkan izin untuk membeli tiket, maka akan kami layani,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Setidaknya ada enam KLB yang sudah diberangkatkan untuk tiga rute di hari pertama. Dua keberangkatan dari Stasiun Gambir ke Stasiun Pasarturi pada pukul 07.15 dan 08.30 diisi 30 penumpang.
Adapun untuk keberangkatan dari Stasiun Bandung menuju Stasiun Pasarturi pada pukul 06.00 diisi oleh delapan penumpang. Dari arah sebaliknya yaitu dari Stasiun Pasarturi Surabaya ke Stasiun Gambir dan Stasiun Bandung, hanya diisi oleh enam penumpang.
Hal ini nantinya akan terus dievaluasi PT KAI. Joni mengatakan, evaluasi belum bisa dilakukan pada hari pertama mengingat masih banyak penumpang yang perlu melengkapi persyaratan.
”Dari sisi komersial mungkin bisa dikatakan merugi. Namun, yang kami lakukan adalah membantu pemerintah dalam penanganan Covid-19. Khususnya untuk melayani pelayan kesehatan yang membutuhkan mobilisasi tinggi,” katanya.