Warga yang Patuh PSBB Khawatir dengan Mulai Kembali Banyaknya Kerumunan di Jakarta
Keramaian di Jakarta mulai tampak saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masih berlaku. Ketaatan masyarakat diperlukan agar penyebaran virus korona baru dapat ditekan.
Oleh
sekar gandhawangi
·4 menit baca
DKI Jakarta sudah sebulan menerapkan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Di masa awal penerapannya, masyarakat tertib menjaga jarak dan beraktivitas di rumah. Kini, keramaian mulai terlihat, tanda ketaatan terhadap PSBB melonggar.
Sejumlah potongan video dan foto kerumunan massa di restoran McDonald’s Sarinah, Jakarta, ramai beredar di media sosial sejak Minggu (10/5/2020) malam. Dalam unggahan warganet, sedikitnya puluhan orang berkumpul menanti penutupan restoran yang eksis selama tiga dekade itu. Adapun prinsip jaga jarak antarindividu tidak terlaksana di kerumunan.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta melalui cuitan di Twitter menyoroti kejadian tersebut. Menurut mereka, pencegahan Covid-19 di Jakarta hanya bisa dilakukan jika semua pihak memahami dan mendukung PSBB.
”Imbauan secara persuasif dan peneguran kepada pihak pengelola tempat usaha agar lebih memiliki empati terhadap kondisi Ibu Kota yang masih belum normal ini,” demikian cuitan di akun @SatpolPP_DKI.
Karyawan swasta di Jakarta, Dika (25), mengatakan, dirinya semula berniat bernostalgia ke restoran tersebut seperti masyarakat Jakarta kebanyakan. Namun, ia ragu mengingat penyebaran Covid-19 yang semakin luas. Ia pun bersiasat dengan datang jauh sebelum jam operasional restoran berakhir.
”Saya ke sana pukul 3 sore dan tidak masuk ke dalam. Saya hanya mengamati tempat itu dari depan selama lima menit, lalu langsung pulang ke indekos. Saat itu restorannya belum ramai. Saya sengaja datang jam segitu karena tidak mau terjebak keramaian,” tutur Dika saat dihubungi, Senin (11/5/2020).
Kendati lega terhindar dari keramaian, Dika tetap resah karena kondisi jalanan di beberapa lokasi tergolong ramai. Padahal, imbauan pemerintah agar warga beraktivitas di rumah selama pandemi Covid-19 masih berlaku. ”Semakin jauh dari pusat kota, semakin ramai suasananya,” lanjut Dika.
Keramaian juga tampak beberapa hari terakhir di beberapa ruas jalan, misalnya Jalan Ciledug Raya, Jakarta Selatan. Pada masa awal PSBB, suasana jalan ini terpantau sepi dan hanya segelintir kendaraan melintas dalam waktu semenit. Kini, kondisi jalan kembali ramai oleh kendaraan.
Masyarakat abai
Karyawan swasta Evadne (25) juga khawatir karena keramaian tampak di kawasan sekitar rumah indekosnya di Duri Kosambi, Jakarta Barat. Jalan di depan tempat indekosnya yang cenderung sepi selama PSBB kini kembali ramai dilintasi pengendara. Beberapa pengendara bahkan mengabaikan kewajiban mengenakan masker.
”Saya juga melihat beberapa pengendara motor yang berkendara tanpa helm dan masker. (Ketertiban) orang-orang mulai longgar,” kata Evadne.
Hingga Senin ini, Indonesia belum menunjukkan pola penurunan kasus Covid-19 yang konsisten. Tren kurva masih tinggi dan belum melandai. Artinya, masa puncak pandemi belum terlewati sehingga upaya pencegahannya masih harus diperketat, termasuk PSBB.
Hingga Senin ini, Indonesia belum menunjukkan pola penurunan kasus Covid-19 yang konsisten. Tren kurva masih tinggi dan belum melandai. Artinya, masa puncak pandemi belum terlewati.
Pemerintah berupaya agar puncak pandemi terjadi pada akhir Mei 2020. Hal ini akan diikuti dengan rencana pemerintah melonggarkan PSBB pada 1 Juni 2020. Padahal, titik puncak pandemi di Indonesia masih sulit diprediksi karena data waktu nyata (real time) yang belum memadai.
Pemeriksaan massal terhadap masyarakat juga masih tergolong rendah. Menurut worldometers.info per 11 Mei 2020, di Indonesia baru ada 590 spesimen per sejuta penduduk yang diperiksa. Angka ini lebih rendah dibandingkan Filipina (1.580 spesimen per sejuta penduduk), Vietnam (2.681 spesimen), dan Singapura (30.016 spesimen).
Kepala Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko mengatakan, Indonesia masih ada di posisi kurva meningkat, belum melandai atau menurun. ”Kalau masih ada kasus di atas 10 saja, itu tidak aman. Wabah masih dapat meningkat lagi,” ujarnya (Kompas, 10/5/2020).
Memilih patuh
Wacana relaksasi PSBB mendapat sejumlah reaksi dari beragam kalangan, baik masyarakat maupun ilmuwan. Melihat angka positif Covid-19 yang masih bertambah, sejumlah masyarakat memilih mematuhi PSBB walaupun ada wacana relaksasi.
”Saya tidak mau bepergian. Selama sebulan PSBB, saya hanya 2-3 kali keluar rumah. Itu pun untuk belanja kebutuhan rumah tangga,” kata Evadne, karyawan swasta.
Selain mematuhi imbauan untuk beraktivitas di rumah, ia juga semakin ketat menjaga kebersihan diri dan barang-barang di sekitarnya. Jika harus keluar rumah, ia menggunakan masker, pelindung wajah, dan sarung tangan di salah satu tangan.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memastikan relaksasi PSBB tidak akan mengabaikan protokol kesehatan Covid-19. ”Protokol tetap ketat. Pakai masker, cuci tangan, jaga jarak. Kalaupun ada toko yang terpaksa buka, harus diatur jaraknya,” ucap Mahfud (Kompas, 10/5/2020).