Aksi ”Travel” Hilir Mudik Terobos Pembatasan Selundupkan Pemudik
Bertahan hidup jadi salah satu alasan warga daerah merantau ke kota. Alasan yang sama juga mendorong mereka mudik kembali ke tempat asal di masa pandemi ini.
Larangan mudik sudah berlangsung lebih dari dua pekan. Petugas bersiaga di berbagai ruas jalan untuk mencegat mereka yang berusaha pulang secara ilegal. Namun, meski puluhan kendaraan mudik sudah digagalkan untuk sampai tujuan, masih saja ada yang tidak gentar menawarkan jasa menembus larangan mudik hingga sekarang.
Seorang pria berinisial A salah satunya. Ia langsung menelepon dengan aplikasi Whatsapp saat tahu ada calon konsumen mencari informasi. ”Iki aku gek mlaku wetan, makane nek chat kan aku ra iso (Ini saya sedang perjalanan ke timur [Jawa Tengah], maka kalau mengetik pesan teks saya tidak bisa),” ucapnya saat dihubungi pada Senin (4/5/2020) sekitar pukul 21.30.
A menjamin, jika roda setir sudah di tangannya, mobil pasti lolos dari segala pencegatan petugas untuk membuat pemudik putar balik. Penumpang tidak perlu khawatir upaya mereka keluar area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi gagal. ”Ini saya sudah sampai Pekalongan (Jawa Tengah) malah,” ujarnya bangga sambil tetap menyetir membawa lima penumpang.
Saat dihubungi keesokan harinya, A menyampaikan tiba di Wonogiri sekitar pukul 02.00. Siangnya, ia sudah mengemudi lagi ke arah Jakarta bersiap menjemput rezeki di tengah larangan mudik.
Ia mematok tarif pengantaran ke salah satu daerah yang berbatasan dengan Yogyakarta sebesar Rp 700.000. Sekali perjalanan, ia mengangkut total lima penumpang dengan titik keberangkatan dari Bekasi. ”Bayar kalau sudah sampai,” ucap A.
Baca juga : Lawan Ketakutan demi Kemanusian, Pemakaman Terkait Pandemi Dijamin Memadai di DKI
Jasa serupa dipasarkan seorang perempuan berinisial NJ lewat akun Facebook. Saat ditanya tarif mengantar sampai salah satu daerah di Jawa Tengah, NJ menjawab, kendaraannya cuma bisa mengantar hingga Cilacap.
Namun, ia mendorong agar tetap ikut di mobilnya kemudian menumpang angkutan umum dari Cilacap ke daerah yang dituju. NJ memasang tarif Rp 600.000. ”Turun di Sidareja bisa, habis itu naik bus. Bus daerah saya masih ada,” ucapnya.
Sejumlah rekannya di Facebook mengomentari unggahan promosi jasanya, meragukan NJ benar-benar bisa sukses mengantar hingga Cilacap. Ia pun menjawab, malam sebelumnya ia terbukti sudah berkendara dari Jakarta ke Cilacap.
Bukan hanya A dan NJ yang terang-terangan menawarkan jasa menembus pos-pos pemeriksaan. Ketikkan kata kunci ”pulang kampung” pada kolom pencarian Facebook atau Instagram, maka sejumlah akun pengiklan jasa serupa muncul. Ada yang menawarkan jasa antar, ada pula yang hanya menyewakan mobil.
Baca juga : Lima Kepala Daerah Meminta Penghentian Operasionalisasi KRL Jabodetabek
Padahal, petugas sudah mencegat puluhan kendaraan yang berusaha mengantar pemudik keluar Jabodetabek. Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo pada Kamis (30/4/2020) menuturkan, pihaknya dibantu personel Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi hari Rabu (29/4/2020) malam mencegat dua kendaraan serba guna (MPV) berpelat nomor hitam di pos pengamanan terpadu Operasi Ketupat Jaya 2020 di Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, di perbatasan Bekasi-Kabupaten Karawang.
”Mereka (pengelola jasa angkut ilegal) beriklan melalui Facebook dapat mengantarkan orang untuk mudik ke daerah-daerah tertentu di Jawa Tengah,” ucap Sambodo. Polisi pun mengincar kedua mobil yang dikenal sebagai travel gelap itu, mengikuti, lantas saat di pos penyekatan Kedungwaringin pukul 22.30 memberhentikan mobil-mobil itu.
Mereka (pengelola jasa angkut ilegal) beriklan melalui Facebook dapat mengantarkan orang untuk mudik ke daerah-daerah tertentu di Jawa Tengah.
Pencegatan travel gelap dalam jumlah lebih dahsyat terjadi pada Jumat (1/5/2020) pukul 21.00-24.00 di pos Cikarang Barat, Bekasi. ”Hanya dalam waktu tiga jam, kami amankan 15 travel gelap yang mengangkut lebih kurang 113 penumpang,” ujar Sambodo di hari Sabtu.
Karena mengangkut penumpang bukan dengan angkutan umum resmi, para pengemudi travel gelap tersebut ditilang sesuai Pasal 308 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Denda maksimal Rp 500.000.
Pencegatan pun sebenarnya sudah berlapis, misalnya untuk menyasar pemudik tujuan Sumatera via Pelabuhan Merak, Kota Cilegon, Banten. Jika lolos dari mata petugas di wilayah hukum Polda Metro Jaya, mereka masih akan menemui lagi penyekatan oleh petugas di wilayah yurisdiksi Polda Banten.
S, asal Lampung Timur, contohnya. Ia membayar Rp 2 juta ke seorang sopir truk agar bisa memuat mobilnya di bak truk guna dibawa mudik keluar Jakarta. Sebab, truk sebagai pengangkut barang masih boleh keluar-masuk Jabodetabek, tetapi kendaraan pribadi tidak. Dengan cara demikian, ia berharap bisa mengelabui petugas sehingga menyeberang dari Merak ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung, dengan aman sentosa.
Baca juga : Protokol Kesehatan di Transportasi Publik Jangan Berhenti Pascapandemi
Sayangnya, modus S terbongkar di pos pemeriksaan Gerem, Kota Cilegon, Minggu (3/5/2020). Kepala Bidang Humas Polda Banten Kombes Edy Sumardi menyebutkan, sopir truk awalnya mengaku mengangkut nanas menuju Lampung, tetapi setelah bak digeledah, mobil S ketahuan. Ambyar rencana S.
Di wilayah Polda Metro Jaya, sebanyak 11.630 kendaraan pada kurun 24 April-4 Mei dicegat dan disuruh putar balik karena mengangkut pemudik. Adapun di wilayah Polda Banten ada 206 kendaraan pemudik dihalau.
Meski demikian, selama pasar masih ada, jasa pengantaran pemudik ke kampung halaman tetap akan kebal larangan. Sebab, mudik tidak hanya tentang ritual menjelang Idul Fitri. Di masa pandemi ini, mudik adalah pilihan bagi mereka yang kesulitan hidup di Jakarta dan sekitarnya.
Edy mencontohkan, dalam beberapa kali penyekatan yang diikutinya, ia menanyai sejumlah pemudik dengan sepeda motor yang berupaya menyeberang ke Sumatera. Alasan mereka rata-rata sudah tidak dipekerjakan lagi atau dirumahkan oleh pemberi kerja. ”Bayar kontrakan sudah tidak sanggup lagi. Jika dapat bantuan pemerintah yang sebulan sekali, itu pun kurang,” ungkapnya.
Bayar kontrakan sudah tidak sanggup lagi. Jika dapat bantuan pemerintah yang sebulan sekali, itu pun kurang.
Baca juga : Truk Berusaha Selundupkan Pemudik dan Mobilnya ke Merak
Secara umum, menurut dosen Antropologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Bambang Hudayana, ada tiga kategori pemudik. Pertama, orang yang sudah sejahtera hidup di kota, tetapi punya ikatan batin dengan leluhur atau sanak saudara di desa sehingga senantiasa menggunakan momen libur Lebaran untuk pulang kampung. Kedua, warga bilokal atau tinggal di kota maupun desa. Jadi, meski sudah punya penghidupan di kota, warga semacam ini biasanya secara berkala pulang karena ada aset-aset yang mesti dipelihara di kampung halaman, misalnya tanah warisan orangtua.
Ketiga, pekerja miskin yang harus bekerja di kota dan tidak tinggal permanen. Musiman, istilahnya. Umumnya mereka di desa selama masa tanam dan panen, kemudian pergi ke kota agar tetap berpenghasilan saat kemarau. Mereka pulang secara berkala, misalnya setiap dua-tiga bulan. Dalam situasi pandemi yang tidak hanya menyerang sektor kesehatan, tetapi juga meremukkan sektor ekonomi, para pemudik yang pulang dengan alasan sudah kesulitan hidup di kota bisa masuk kategori ketiga.
Bambang prihatin dengan pendekatan larangan mudik yang diambil pemerintah. Para perantau yang kesusahan di Jakarta dan sekitarnya seakan musuh yang mesti dikungkung dalam kondisi serba terbatas. Jika ada program bantuan, belum tentu mereka langsung menerima. ”Mereka tidak punya hak setara warga ber-KTP (kartu tanda penduduk) di sana,” ujarnya.
Bambang prihatin dengan pendekatan larangan mudik yang diambil pemerintah. Para perantau yang kesusahan di Jakarta dan sekitarnya seakan musuh yang mesti dikungkung dalam kondisi serba terbatas. Jika ada program bantuan, belum tentu mereka langsung menerima.
Apalagi, distribusi bantuan sosial formal pun belum kunjung beres hingga sekarang. Di Jakarta, cerita tentang warga yang terdata sebagai penerima bantuan sosial tetapi belum kunjung melihat wujud bantuannya jamak ditemukan. Bagaimana dengan yang tidak terdaftar?
Bambang berpendapat, desa-desa asal para perantau sebenarnya punya modal memadai untuk mengurus warganya, termasuk untuk menangkal penyebaran Covid-19. Daripada kelaparan dan menggelandang di kota akibat tertutupnya pintu penghasilan karena pandemi, perantau lebih baik diizinkan mudik.
Baca juga : Cerita Mereka yang Santai Saja Melanggar Aturan Pembatasan Sosial
”Desa mengarantina di satu rumah, dibiayai oleh komunitas, syukur jika pemerintah mendukung,” ucap Bambang, Ia percaya desa sudah cerdas mengelola dana sosial untuk penanganan mereka yang baru saja dari zona merah penularan virus korona baru. Warga lain pun tetap aman dari paparan virus.
Karena itu, daripada menghamburkan tenaga untuk menahan pemudik, lebih baik pemerintah menyediakan sumber daya yang lebih ke desa-desa untuk menerima para pemudik dan menerapkan protokol pencegahan Covid-19. Para pemudik bisa diwajibkan melapor ke perangkat desa. Jika tidak, sanksi denda dapat diterapkan.
Intinya, Bambang mendorong pemerintah menerapkan pendekatan yang lebih humanistis. Sebab, sesungguhnya kaum kelas bawah yang pergi ke kota mirip rayap. Mereka punya siasat liwat sela-selaning sela, tetap akan berjalan sesempit apa pun akses yang tersedia.
Baca juga : Kerumunan Warga Ancam Efektivitas PSBB
Kepandaian bersiasat bagi mereka adalah mekanisme bertahan hidup. Ini pulalah yang melanggengkan bisnis A, NJ, dan penyedia jasa antar penumpang lainnya untuk menembus larangan mudik di kala pandemi.