Bantuan Sosial Tahap Pertama DKI Rampung, Berikutnya Jelang Lebaran
Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menilai pendistribusian bansos di wilayah DKI Jakarta harus terus jalan meski sambil melakukan koreksi dan verifikasi data. Bansos membuat orang tetap di rumah sesuai esensi PSBB.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengklaim, distribusi bantuan sosial tahap pertama sudah mencapai 98,4 persen dari total jumlah penerima. Pemprov DKI Jakarta berencana melakukan pendistribusian kembali menjelang Lebaran, tetapi Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya meminta DKI Jakarta tidak menyetop pendistribusian karena itu bagian dari kompensasi.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho, Sabtu (2/5/2020), menjelaskan, dalam penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pemerintah meminta masyarakat melakukan kegiatan dari rumah, bekerja dari rumah, dan belajar dari rumah. Masyarakat juga diminta melakukan social distancing atau jaga jarak.
”Bantuan sosial atau bansos itu harus dipahami sebagai kompensasi bagi masyarakat yang melakukan hal-hal itu, yaitu supaya masyarakat tidak keluar rumah. Jadi, bantuan sosial tidak bisa dipandang sebagai bantuan,” kata Teguh.
Itu sebabnya, Pemprov DKI Jakarta juga tidak bisa begitu saja menghentikan pendistribusian bansos tersebut begitu termin pertama selesai dilakukan. Teguh menilai, sebetulnya selama ini yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta sudah betul, yakni mendistribusikan dulu bansosnya sambil melakukan pendataan. Untuk pendataan dibuatkan call center atau layanan pengaduan.
”Jadi, itu dilakukan berbarengan, antara pemberian bantuan sosial dan pendataan. Itu cara yang betul. Nah, malahan yang terjadi sekarang, gubernur mau menunda pemberian bansos. Itu tidak bisa. Kalau mau melakukan PSBB, ya, berikan bansos karena itu bagian dari kompensasi supaya orang mau WFH (work from home/bekerja dari rumah). Kalau orang tidak diberikan kompensasi selama WFH pasti keluar karena dia akan cari nafkah. Jadi, dalam hal bansos ini, jangan rezim hukum yang berlaku, melainkan rezim administrasi publik dulu yang berlaku,” kata Teguh.
Seperti diketahui, dalam acara konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (1/5/2020) malam, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, dalam pendistribusian bansos tahap pertama, sebanyak 98,4 persen bansos terdistribusi kepada keluarga yang tepat. Sebanyak 1,6 persen tidak tepat sasaran.
”Sebanyak 98,4 persen terdistribusi kepada keluarga yang tepat. Itu langkah yang harus kita apresiasi karena tidak mudah. Yang 1,6 persen jadi bahan untuk koreksi,” kata Anies.
Saat ini di wilayah DKI Jakarta tengah berlangsung pendistribusian bansos tahap pertama dari Kementerian Sosial. Distribusi bansos tahap kedua dari Pemprov DKI Jakarta ditargetkan menjangkau lebih banyak penduduk dan akan dilakukan pada 7-10 hari sebelum Lebaran.
Arief Nasruddin, Direktur Utama PD Pasar Jaya, menjelaskan, bansos pertama sudah selesai terdistribusikan kepada 1.194.636 orang penerima. ”Bansos sebanyak itu selesai terdistribusi Sabtu (25/4/2020),” ujar Arief.
Untuk pendistribusian bansos, PD Pasar Jaya—BUMD DKI Jakarta yang dikenal mengelola sektor ritel, pasar, dan perkulakan bahan pangan—menjadi pihak yang mengelola bansos. PD Pasar Jaya bertanggung jawab mulai dari pengepakan hingga distribusi dibantu lurah dan camat serta RT dan RW.
Teguh menyatakan, adanya penyimpangan data penerima sebanyak 1,6 persen dari total penerima 1,2 juta orang itu sebaiknya dikoreksi bersamaan dengan pendistribusian kembali. Apalagi dengan adanya kanal pengaduan, saat ini sudah pasti jumlah warga terdampak Covid-19 terus bertambah, yaitu warga yang sebelumnya tidak masuk dalam daftar penerima bantuan.
”Sekarang (jumlah) pekerja di-PHK bertambah. UMKM yang bangkrut bertambah. Masa mau didiamkan,” ucapnya.
Apalagi, lanjutnya, apabila Pemprov DKI Jakarta menggunakan basis data DTKS atau data terpadu kesejahteraan sosial Kementerian Sosial, itu akan mudah diverifikasi. Yang tidak mudah adalah penambahan warga terdampak yang tidak masuk daftar DTKS.
”KPK sendiri sudah membolehkan pendistribusian bantuan sambil melakukan verifikasi data,” kata Teguh.
Untuk memastikan dan mengecek kondisi warganya yang tidak masuk data DTKS, kata Teguh, selain memaksimalkan peran RT dan RW serta lurah dan camat, Pemprov DKI Jakarta juga bisa memaksimalkan peran babinsa untuk membantu RT/RW supaya tidak keteteran. ”Itu bisa dikerjakan dengan koordinasi antara Pemprov DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya. Dari 800 anggota babinsa di lingkungan Polda Metro Jaya, sebanyak 500 orang ada di DKI dan bertugas di kecamatan dan kelurahan di DKI Jakarta. Ombudsman sangat mendorong pelibatan babinsa dalam pendataan dan verifikasi warga terdampak,” tuturnya.
Kanal khusus
Hal lain yang harus diperbaiki Pemprov DKI Jakarta adalah menyediakan satu nomor telepon khusus untuk kanal pengaduan. Nomor telepon yang disiapkan Dinas Sosial sangat sulit dan tidak mudah, sedangkan kanal pengaduan 112 milik Pemprov DKI sudah sangat sibuk. ”Sebaiknya sediakan satu nomor telepon yang mudah diingat dan memudahkan warga mengadu,” ujarnya.
Menurut Teguh, apabila distribusi bansos tidak segera dilakukan, yang akan terjadi adalah sama dengan kondisi di wilayah Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat tidak mau memberikan bansos karena berpendapat harus ada verifikasi data dan pendataan yang komprehensif supaya tidak salah sasaran, baru kemudian bansos didistribusikan.
”Akhirnya PSBB di Jawa Barat yang berdekatan dengan DKI Jakarta tidak bisa dibilang sukses. Itu lebih banyak karena dorongan warga untuk masuk ke Jakarta supaya tetap bekerja,” katanya.
Adapun terkait karut-marut pendistribusian bansos, Ombudsman RI Perwakilan DKI Jakarta Raya melihat, hal itu karena baik Kemensos maupun Pemprov serta pemkab/pemkot di Jabodetabek serempak membagikan sembako dalam waktu bersamaan. Akhirnya distribusi terganggu.
”Kemensos harus mengoordinasikan pembagian sembako ini supaya tidak mengganggu distribusi,” kata Teguh.