Anies: Jangan Mudik, Pembatasan Sangat Ketat Memasuki Jakarta Setelah Lebaran
Pemprov DKI Jakarta mengingatkan warga agar tidak mudik supaya persebaran virus korona bisa diputus. Pemprov tengah menyiapkan regulasi untuk mempersulit warga kembali ke Jakarta.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengimbau warga DKI Jakarta tidak meninggalkan Jakarta dan mudik ke kampung halamannya saat Lebaran. Apabila nekat, pemudik akan sulit kembali ke Jakarta.
”Sesuai arahan Presiden RI, warga Jakarta diimbau untuk tidak meninggalkan kediaman saat ini ataupun kembali ke kampung halaman lantaran akan diterapkan pembatasan yang sangat ketat untuk memasuki wilayah Jakarta,” ujar Anies dalam keterangan kepada media di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (1/5/2020) malam.
Menurut Anies, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang menyusun regulasi untuk membatasi pergerakan orang masuk ke wilayah Jakarta setelah masa libur Lebaran. ”Bila Anda pulang, belum tentu bisa kembali ke Jakarta dengan cepat. Kami sedang menyusun regulasi dan akan ada pembatasan sangat ketat untuk masuk ke Jakarta. Maka, saya minta pentingnya untuk tidak meningggalkan Jakarta, termasuk Jabodetabek,” ucapnya dengan tegas.
Secara terpisah, Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, menyebutkan, hari-hari mendekati Lebaran ini justru saatnya menerapkan sanksi yang tegas kepada warga yang melanggar. ”Sudah ada UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan di Pasal 93,” ujarnya.
Pihak kepolisian, lanjutnya, juga bisa lebih ketat menerapkan sanksi bagi warga yang melanggar ini. Polisi bisa menggunakan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Menjelang Lebaran 2020 yang berlangsung dalam suasana pandemi Covid-19, pemerintah sudah membuat larangan mudik dari zona merah ke daerah di luar zona merah. Alasannya adalah untuk memutus mata rantai persebaran virus korona.
Djoko mengatakan, menjelang Lebaran biasanya ada saja angkutan pelat hitam yang mengangkut penumpang antarkota antarprovinsi. Sama halnya dengan angkutan barang yang membawa penumpang juga kerap terjadi setiap mudik Lebaran tiba.
Namun, ia mendapati ada fenomena baru. Karena sekarang ada larangan mudik, pada angkutan barang, penumpang ditutupi dengan penutup barang seolah angkutan barang benar-benar membawa barang. Padahal, bak mobil itu berisi orang-orang yang akan pulang kampung.
Merunut survei kedua Balitbang Kementerian Perhubungan pada April 2020, sekitar 24 persen warga masih berkeinginan mudik. Jika pemudik tahun 2019 sebanyak 18,34 juta orang, berarti 4,4 juta orang masih ingin mudik pada tahun ini. Jika dibandingkan dengan survei pertama, yang ingin mudik masih 37 persen, yang berarti ada penurunan 13 persen.
Keinginan mudik atau pulang kampung kian terasa di saat pandemi karena di wilayah Jabodetabek masih banyak warga yang belum mendapatkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. Saat ini, pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek masih menghadapi persoalan pembagian paket sembako dan bantuan sosial.
”Persediaan hidup semakin menipis, maka memilih pulang kampung dirasa lebih aman dan nyaman ketimbang hidup di perantauan tidak bisa makan sampai waktu kapan,” ujar Djoko.
Dengan adanya pandemi, lanjutnya, kebijakan melarang mudik merupakan operasi kemanusiaan agar tidak banyak orang yang meninggal disebabkan virus SARS-CoV-2. Pelarangan bertujuan untuk mengatisipasi menyebarnya virus korona hingga keluar dari wilayah Jabodetabek.
”Untuk yang melanggar dapat dikenai sanksi Pasal 93 UU No 56/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan,” ucapnya.
Namun, yang melanggar aturan berlalu lintas, seperti menggunakan kendaraan pelat hitam dan angkutan barang untuk membawa penumpang, dapat dikenai sanksi Pasal 303 dan 308 UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sesuai UU No 22/2009 Pasal 137 Ayat 4, mobil barang dilarang digunakan untuk angkut orang, kecuali (a) rasio kendaraan bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasanara jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai; (b) untuk pengerahan atau pelatihan TNI dan/atau Kepolisian Negara RI; dan (c) kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara RI dan/atau pemerintah daerah.
Edy Sufa’at, Kepala Bidang Pengendalian dan Operasional Dinas Perhubungan DKI Jakarta, secara terpisah menjelaskan, untuk regulasi yang dimaksud, saat ini masih dalam proses penyusunan. ”Nanti Pak Gubernur yang akan menyampaikan,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi cara atau strategi Dinas Perhubungan DKI Jakarta menangani mudik dengan mobil pelat hitam, Edy menyatakan lebih baik menunggu regulasi tersebut. ”Kalau yang ada sekarang ini masih PSBB dan larangan mudik,” ucapnya.
Djoko lebih lanjut mengatakan, problem yang muncul itu harus diatasi atau dicarikan jalan keluarnya. Pekerja perantau yang belum sempat pulang ke kampung halaman ketika larangan mudik belum ditetapkan masih berupaya pulang kampung. Itu karena mereka tidak termasuk orang yang mendapat bantuan sosial dari pemerintah.
”Jalan keluarnya bisa dengan membangun solidaritas sosial di kalangan masyarakat untuk menjaga warga masyarakat yang tidak mampu di wilayah Jabodetabek agar tidak mudik. Ada upaya memberikan pertolongan bagi perantau seperti ini sehingga kehidupan selama berada di perantauan tetap terbangun,” tuturnya.
Dapat pula diadakan crisis centre untuk mewadahi permasalahan warga perantauan di wilayah Jabodetabek yang mengalami masalah kemampuan finansial. Hal itu untuk membantu mereka yang sudah tidak ada biaya makan sehari-hari dan membayar sewa atau kontrak tempat penginapan.
Hal itu juga berlaku bagi pekerja konstruksi yang mayoritas berasal dari luar wilayah Jabodetabek. Selama masa Lebaran akan ada jeda waktu sekitar dua minggu tidak bekerja.
”Apakah mereka diizinkan pulang kampung atau tetap berada di tempat tinggal sekarang? Lantas, siapa yang akan menanggung biaya hidup selama dua minggu tersebut? Atau, masa jeda tidak bekerja dapat diperpendek kurang dari seminggu supaya tidak terlalu lama menganggur,” kata Djoko.
Jika dibebankan kepada pemerintah daerah di wilayah Jabodetabek, hal itu cukup memberatkan karena mengurus warganya sendiri juga belum tentu tuntas. Perlu kerja sama antara pemda di Jabodetabek dengan pemerintah pusat dan pemda asal perantau untuk mengatasinya.
Djoko menegaskan, perantau yang mudik sebaiknya tidak diserahkan ke kepolisian di jalan raya dengan menghadang mereka. ”Serahkan kepada Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk memikirkan mencari jalan keluar bagi warga yang sudah tidak memiliki penghasilan untuk membiayai kehidupan sehari-hari, tetapi tidak boleh pulang ke kampung halaman,” ucap Djoko.