Ironi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang Membanjiri Ibu Kota
Kemunculan pengemis dan pemulung yang membawa gerobak jamak dan marak terjadi di Jakarta setiap bulan Ramadhan. Kondisi ini menjadi tantangan yang rumit di tengah upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Kemunculan penyandang masalah kesejahteraan sosial, di antaranya pengemis dan pemulung yang membawa gerobak, menjadi fenomena yang jamak dan marak terjadi di Jakarta setiap bulan Ramadhan. Kondisi ini menjadi tantangan yang rumit di tengah upaya pemerintah memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Mirah (34) membawa serta anak dan dua temannya duduk di tepi trotoar Jalan Penjernihan, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (28/4/2020). Mereka menanti uluran bantuan berupa makanan atau uang dari warga yang melintas.
Rutinitas ini sudah ia lakukan sejak hari pertama bulan Ramadhan. Bahkan, ia mengaku tidak tahun ini saja duduk di trotoar bersama temannya, menanti sedekah dari warga yang melintas. Mirah yang mengaku tinggal di Petamburan, Jakarta Pusat, sadar bahwa aktivitasnya itu dipantau dan berisiko ditangkap oleh petugas satuan polisi pamong praja.
”Ya, kami terdampak juga, butuh makan dan bantuan. Kalau ada petugas, kami cepat lari. Kalau aman, balik lagi duduk di sini atau cari tempat lain. Tahun lalu pernah ketangkap. Ya, jangan sampai ketangkap lagilah,” kata Mirah, Selasa (28/4/2020).
Beberapa ratus meter dari tempat Mirah, tepatnya di trotoar yang tak jauh dari Tempat Pemakaman Umum Karet Bivak, Mifta (28) dan Yuni (32) juga duduk menanti sedekah. Dua warga Bogor itu datang ke Jakarta sehari sebelum bulan Ramadhan dengan naik sepeda motor.
Selain duduk menanti bantuan dari warga yang melintas, Mifta tak segan meminta uang dan minuman. Tak hanya itu, Mifta dan Yuni bahkan rela jika ada petugas satpol PP menangkap mereka.
”Kalau ditangkap, ya tangkap saja. Toh, nanti kami juga dapat makan. Enak, enggak repot. Enggak mungkin juga mereka menahan kami lama-lama. Aman, ada jaminan kami untuk keluar dari teman,” kata Mifta dengan nada tinggi.
Tantangan berat
Keberadaan pengemis dan pemulung pada akhir-akhir ini menjadi tantangan tidak mudah bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat Ngapuli Parangin-angin mengatakan, pemulung dan pengemis yang marak dijumpai saat bulan Ramadhan tidak hanya berasal dari Jakarta. Banyak di antara mereka datang dari beberapa daerah, seperti Bogor, Depok, Cirebon, dan Tangerang.
Kalau ditangkap, ya tangkap saja. Toh, nanti kami juga dapat makan. Enak, enggak repot. Enggak mungkin juga mereka menahan kami lama-lama. Aman, ada jaminan kami untuk keluar dari teman.
Penanganan terhadap mereka menjadi tidak mudah, terutama saat Jakarta menerapkan pembatasan sosial berskala besar untuk memutus mata rantai persebaran Covid-19. ”Setiap bulan Ramadhan pasti muncul mereka dan ini ditambah pandemi Covid-19 yang tentu berdampak pada warga rentan miskin. Tanpa ada Covid-19 saja sudah banyak muncul,” kata Ngapuli.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengambil kebijakan membantu warga yang terdampak Covid-19. Bagi warga yang kehilangan tempat tinggal karena tak mampu membayar sewa rumah, pemprov menyediakan gelanggang olahraga untuk menampung mereka. Di Gelanggang Remaja Tanah Abang, Jakarta Pusat, mereka diperiksa kesehatannya dan diberi makan tiga kali sehari. Sebagian dari mereka telah dipulangkan ke daerah asal.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Jakarta Achmad Firdaus mengatakan, pihaknya menyiapkan sekitar 25 GOR yang tersebar di lima wilayah kota dan Kabupaten Kepulauan Seribu untuk warga yang kehilangan atau tidak punya tempat tinggal maupun untuk keperluan isolasi.
”Kami bantu memfasilitasi dan menyiapkan GOR untuk warga yang terdampak pandemi Covid-19. Sementara untuk fasilitas penunjang, Dispora berkoordinasi dengan Dinas Sosial, Satpol PP, dan Dinas Kesehatan. Fasilitas lainnya itu kewenangan tingkat wali kota dan SKPD (satuan kerja perangkat daerah),” tutur Achmad.
Menurut Achmad, berdasarkan data kebutuhan dari Satpol PP DKI Jakarta, setidaknya ada enam GOR berada di Jakarta Pusat, satu GOR di Jakarta Utara, enam GOR di Jakarta Barat, lima GOR di Jakarta Selatan, lima GOR di Jakarta Timur, dan dua GOR di Kepulauan Seribu.
Dilema penindakan
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Pusat Bernard Tambunan mengatakan, bukan perkara mudah menindak tegas penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang marak di Jakarta saat bulan Ramadhan. Keterbatasan tenaga dan personel membuat pihaknya kesulitan mengawasi dan menindak tegas PMKS.
”Tentu ada risiko pula jika semua PMKS kami urus. Sebab, dalam kondisi saat ini, kita tidak tahu riwayat kesehatan mereka. Riskan jika kami angkut semua tanpa ada alat perlindungan diri. PMKS yang selalu marak saat bulan Ramadhan ini seharusnya juga jadi perhatian serius pemerintah pusat dan daerah. Lembaga kementerian hingga setiap kepala daerah perlu turun membantu,” tutur Bernard.
Kepedulian Pemprov DKI Jakarta dalam menyiapkan gelanggang olahraga untuk menampung warga yang terdampak pandemi Covid-19 memang perlu dibarengi sinergi antarlembaga ataupun antardaerah. Persoalan yang rumit ini sulit ditangani jika hanya dibebankan ke pundak Pemprov DKI Jakarta semata.