Mendapat tempat transit di Gelanggang Remaja Tanah Abang yang memadai dan perhatian penuh membuat warga telantar seperti Nadira dan Ahmad merasakan betul kehadiran negara.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
Setelah sekitar lima tahun meninggalkan tanah Papua dan menetap di Jakarta, baru tahun ini Nadira (45) merasakan bulan Ramadhan yang begitu berat. Kondisi semakin sulit bagi ibu satu anak tersebut karena hampir satu bulan ini diberhentikan dari pekerjaannya di salah satu rumah makan di sekitar Juanda.
Sejak saat itu, ia harus bertahan hidup dengan uang pas-pasan dan tetap harus memberi makan anaknya dengan berjualan kopi di dekat Stasiun Juanda. Kondisi keuangan Nadira tak kunjung membaik. Ia justru merugi karena tidak banyak yang membeli dagangannya dan uangnya semakin hari semakin menipis. Padahal, ia belum membayar uang kontrakan.
Rasa lapar mendorong Nadira pergi ke salah satu kantor dinas sosial untuk meminta bantuan. Namun, oleh petugas, ia diminta melaporkan diri ke RT/RW di tempat tinggalnya agar terdaftar sebagai warga penerima bantuan sembako.
”Saya sepertinya tidak terdaftar untuk menerima bantuan. Kalau menerima bantuan, saya enggak akan minta-minta makan sampai gelandang di jalan. Sekarang tidak ada tempat tinggal lagi karena tidak bisa bayar uang kontrakan,” kata Nadira di Gelanggang Remaja Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (27/4/2020).
Meski dalam keadaan sulit dan tak kunjung menerima bantuan, Nadira tetap menjalankan ibadah puasa. Bahkan, dua hari sebelum Ramadhan tiba, ia sudah berpuasa terlebih dahulu.
”Sekalian bayar tahun lalu. Namanya ibadah harus dijalankan. Alhamdulillah sahur dan buka kemarin ada orang baik memberi kotak makan. Tapi pada Minggu sore duduk di trotoar dekat Stasiun Juanda ada petugas datang dan bawa saya ke sini. Alhamdulillah lagi kami dikasih makan, obat, dan diperiksa kesehatannya,” tutur Nadira.
Nadira adalah satu dari puluhan warga di Jakarta yang telantar di jalan akibat pandemi Covid-19 dan dibawa petugas satuan polisi pamong praja untuk tinggal sementara di Gelanggang Remaja Tanah Abang.
Di sudut ruangan Gelanggang Remaja Tanah Abang, seorang petugas Pelayanan Pengawasan dan Pengendalian Sosial memanggil pelan Nadira yang terbaring di kasur. Petugas tersebut lalu meminta Nadira bersiap pergi menuju panti sosial Cempaka Putih.
Kaki Nadira lemas berjalan keluar gelanggang sembari membawa kotak makanan yang ia terima siang itu dan sebungkus obat. Seorang petugas mengingatkan Nadira untuk minum obat tersebut setelah berbuka puasa agar tetap sehat. Di panti sosial, diharapkan jenjang berikutnya bagi Nadira akan makin terbuka untuk dapat mengakses bantuan demi kelangsungan hidup dia selanjutnya.
Diusir dari kontrakan
Nasib serupa dialami Ahmad (46) dan istrinya, Wasmi (48), warga Pintu Air Raya, Jakarta Utara. Karena pandemi Covid-19, warung kopi dan gorengan mereka sepi pelanggan. Penghasilan mereka pun jauh berkurang hingga tak ada lagi uang yang dipegang.
Sejak awal April, Ahmad dan istri terpaksa tidur dan menggelandang di jalan. Mereka terpaksa menjadi pemulung untuk bertahan hidup.
”Kami diusir dari kontrakan karena tak mampu membayar uang sewa sebesar Rp 900.000 untuk bulan Maret. Jadi hampir satu bulan tidur di luar di mana saja. Dagangan kami sepi, tak ada lagi pemasukan untuk biaya hidup. Bahkan, bantuan sosial pun kami tidak dapat. Saya mau berjualan lagi, tapi tak ada modal. Padahal bulan ini adalah bulan berkah,” tutur Ahmad yang sangat berharap pemerintah bisa memberikan jaminan sosial dan melindungi warga dalam keadaan sulit.
Camat Tanah Abang Yassin Pasaribu mengatakan, penghuni di Gelanggang Remaja Tanah Abang tidak hanya penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) atau tunawisma, tetapi ada juga warga Jakarta rentan miskin yang terdampak Covid-19. Ada pula warga perantau yang tak bisa pulang karena aturan tak boleh pulang kampung.
Berdasarkan arahan Gubernur DKI Jakarta, kata Yasin, Pemerintah Provinsi DKI menyiapkan GOR atau gelanggang remaja untuk memfasilitasi warga yang terdampak Covid-19, terutama warga yang kehilangan tempat tinggal karena tak mampu membayar sewa rumah.
”Kami periksa kesehatan mereka dan beri makan tiga kali sehari. Rata-rata yang ada di sini adalah tunawisma. Sebanyak 25 orang tunawisma yang dijaring razia pada Sabtu (25/4/2020) sudah pulang ke rumah di Bogor, Tangerang, dan Cirebon,” kata Yasin.
Mendapat tempat transit yang memadai dan perhatian penuh membuat warga seperti Nadira dan Ahmad merasakan betul kehadiran negara. Diharapkan fasilitas serupa akan lebih banyak dan luas jangkauannya karena tak sedikit warga terdampak dan tak berdaya di luar sana.