Supaya PSBB efektif, ditandai dengan minimnya pergerakan manusia dan kendaraan, Pemprov DKI Jakarta disarankan untuk membatasi buka tutup jalan.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama masa pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Jakarta, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek mencatat perbaikan kinerja lalu lintas terjadi. Namun untuk bisa menutup betul seluruh kegiatan warga demi PSBB yang efektif, DKI Jakarta menyatakan tidak akan ada penutupan jalan atau penyekatan jalan karena sifat dari PSBB itu sendiri.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, Senin (27/4/2020), menjelaskan, dari data hasil evaluasi yang diolah BPTJ, ada perbaikan kinerja lalu lintas di Jabodetabek. Khusus Jakarta, pada periode pertama PSBB DKI Jakarta, volume lalu lintas harian rata-rata turun 37,5 persen dengan jumlah kendaraan 149.735 kendaraan per hari. Sementara saat sebelum PSBB, jumlah kendaraan mencapai 239.502 kendaraan per hari.
Adapun tingkat ketidakpatuhan pengguna jalan dalam mengikuti protokol PSBB 14,4 persen. Itu berarti, tingkat kepatuhan pengguna jalan mencapai 85,6 persen.
Melihat angka itu, Djoko melihat, masih ada kendaraan yang berseliweran di jalan-jalan utama DKI Jakarta. Supaya PSBB bisa berjalan efektif, seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa mengambil langkah tegas untuk membatasi pergerakan itu.
Djoko menyebut, salah satu cara yang bisa dipakai adalah dengan memberlakukan jam buka tutup di jalan-jalan utama di DKI Jakarta. Kalau di lingkungan permukiman, bisa warga sendiri yang melakukan. Langkah itu akan membuat warga yang berseliweran atau keramaian akan berkurang dan penerapan PSBB bisa efektif.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan, terkait PSBB, yang mesti dipahami adalah sifat atau karakter PSBB. Sifat yang dimaksud, yaitu dalam penerapan PSBB sesuai aturan yang menjadi acuan, masih ada sektor-sektor usaha atau kegiatan yang diizinkan tetap beroperasi.
”Artinya, tidak boleh ada penyekatan atau penutupan jalan,” ujar Syafrin.
Itu sebabnya, pengawasan yang dilakukan dinas perhubungan dititikberatkan pada penerapan protokol kesehatan bagi warga yang menggunakan angkutan umum atau menggunakan kendaraan pribadi, yaitu apakah masyarakat menggunakan masker dan menjaga jarak aman. ”Kuncinya kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan itu,” jelasnya.
Dengan adanya kebijakan-kebijakan yang sudah diberlakukan Pemprov DKI Jakarta selama masa PSBB, kata Syafrin, mulai dari pembatasan layanan angkutan umum hingga bekerja dari rumah, itu sudah membuat kinerja lalu lintas dan volume kendaraan di wilayah DKI Jakarta menurun.
Sedikit berbeda dengan versi BPTJ, evaluasi Dishub DKI Jakarta menyebut, jika sebelum PSBB volume kendaraan mencapai 325.016 kendaraan per hari, selama PSBB ini volume jauh berkurang. Total per hari kini menjadi 148.423 kendaraan.
”Artinya, ada penurunan 54,33 persen pada volume kendaraan di jalan-jalan utama di DKI Jakarta. Ini penurunan signifikan. Kemudian juga jangan lupakan volume penumpang baik MRT, Transjakarta, juga LRT, serta bus AKAP yang terus turun,” kata Syafrin.
Ada penurunan 54,33 persen pada volume kendaraan di jalan-jalan utama di DKI Jakarta.
Diakui Syafrin, di sejumlah titik di Jakarta masih terdapat keramaian atau kepadatan. Namun, itu terjadi di titik-titik di mana kegiatan yang dibolehkan tetap beroperasi sesuai Pergub No 33/2020.
”Jika kami petakan, itu ada di dalam kawasan-kawasan usaha atau kegiatan yang masuk dalam sektor-sektor yang dikecualikan tadi,” kata Syafrin.
Karena dari titik-titik tadi ada pergerakan ke tempat tujuan, ujar Syafrin, maka di jalan sudah pasti masih ada pergerakan kendaraan. Namun, Dishub DKI mengantisipasi dengan pengawasan dan penertiban di titik-titik pemeriksaan yang ditentukan.
”Tidak mungkin menutup jalan sampai betul-betul tutup karena masih ada sektor-sektor yang dikecualikan tadi,” kata Syafrin.