Menjalani Ramadhan yang Berbeda dari Biasanya
Ramadhan tahun ini benar-benar berbeda dengan sebelumnya. Kegiatan di luar rumah yang melibatkan orang banyak sementara dihindari warga. Pada kondisi ini, ibadah menjadi lebih personal.
Ramadhan tahun ini benar-benar berbeda dari yang sebelumnya. Kemeriahan ibadah jauh berkurang dari biasanya. Ibadah Ramadhan kali ini dihadapi dengan rasa keprihatinan dan kewaspadaan pada paparan virus korona baru SARS-Cov-2.
Meski suasana pandemi belum berhenti, sebagian warga berusaha hikmat menjalani ibadah di bulan suci. Kehikmatan ini diwujudkan meskipun ibadah dipusatkan di rumah-rumah. Ibadah terasa lebih personal karena warga menghindari kerumunan dalam jumlah besar.
Kini jarang terlihat shalat Tarawih berjemaah di masjid, begitu pun acara kajian-kajian Islam dengan tatap muka yang biasa mewarnai Ramadhan. Pusat kegiatan itu bergeser ke rumah. Di sanalah interaksi kecil terjadi seraya mengamalkan ajaran-ajaran agama.
Aliya Muafa (32) menjalani situasi normal baru ini bersama keluarganya. Tidak ada buka puasa bersama di luar rumah, begitu pun kegiatan-kegiatan yang melibatkan orang banyak. ”Saya meniadakan kegiatan di luar rumah untuk kali ini demi kebaikan semua orang,” ucap Aliya, Senin (27/4/2020).
Baca juga: Tradisi yang Hilang di Ramadhan Tahun Ini
Sebagai gantinya, ia membagikan paket sembako kepada warga terdampak Covid-19. Warga yang dimaksud di antaranya pemulung, petugas kebersihan lingkungan, dan pekerja informal lain. Pembagian itu dilakukan pada malam hari di sekitar lingkungan perumahannya.
Aliya dan keluarga pun meniadakan acara bersama anak-anak yatim dan duafa yang kerap dilakukan saat Ramadhan. Dia tidak mau kegiatan sosial itu mengundang keramaian yang berisiko terjadinya penularan SARS-Cov-2, penyebab Covid-19. Mereka memilih langsung mengantarkan santunan ke setiap rumah.
Ramadhan kali ini tetap spesial baginya meskipun tidak ada tarawih di masjid dekat rumahnya di Pinang Ranti, Jakarta Timur. Selama di rumah, Aliya memilih menjalankan tarawih sebelum sahur agar dapat disambung dengan shalat Tahajud dan shalat Hajat.
Dalam setiap doa harapannya, dia menginginkan agar pandemi ini segera berlalu. Kondisi seperti ini berat bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. ”Saya meminta perlindungan Allah agar dijauhkan dari bahaya virus,” katanya.
Baca juga: Menjalani Ramadhan di Tengah Pandemi Covid-19
Menjalankan ibadah di rumah juga dilakukan Egi (26), warga Karawaci, Kota Tangerang, Banten. Menurut dia, tidak ada perbedaan antara tarawih berjemaah di masjid dan di rumah. Ibadah tarawihnya tetap berjalan lancar dan khusyuk. Di sisi lain, kedekatannya dengan keluarga semakin terbangun. ”Pada hari-hari biasa, jarang shalat bersama keluarga, kali ini tarawih di rumah bersama keluarga jadi terasa spesial,” ujar Egi.
Tidak hanya menyangkut kegiatan ibadah, pandemi kali ini mengubah cara warga menghabiskan waktu menjelang berbuka puasa atau ngabuburit. Keramaian yang lazim terjadi berganti kegiatan perseorangan di sekitar rumah.
Ngabuburit
Selain membaca, menyimak kajian Islam, menyiapkan menu buka, ngabuburit dapat dilakukan dengan bermain gim daring. Gim daring memungkinkan pemain terhubung dengan teman-temannya karena berada dalam satu jaringan, seperti yang dilakukan Eki (24), warga Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, yang bekerja sebagai pegawai swasta di sebuah perusahaan di Jakarta.
Aktivitas main gim adalah pengganti acara kumpul-kumpul bersama teman-teman sejak pandemi merebak. Keinginan bertemu teman-temannya sebenarnya ada, tetapi karena ingin menghindari paparan virus korona, dia menahan untuk sementara waktu.
Di sepanjang kawasan tempat tinggalnya, titik-titik tongkrongan yang biasanya ramai kini semakin sepi. Pada Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, jalanan ramai oleh warga yang sekadar jalan-jalan, nongkrong, dan berburu takjil. Bahkan, pada hari biasa pun kawasan itu dikenal sebagai salah satu pusat keramaian di Depok.
Lyla (25), warga Ciledug, Tangerang Selatan, juga menjalani hal serupa. Dia lebih banyak beraktivitas di dalam rumah selama pandemi Covid-19. Ramadhan kali ini dia menahan diri untuk jalan-jalan berburu takjil. ”Kali ini buat takjil sendiri di rumah,” kata Lyla.
Menurut dia, bukan suatu keharusan untuk ngabuburit, berburu takjil, dan buka puasa bersama. Sejauh ini belum ada rencana buka puasa bersama teman-temannya. Ia mempertimbangkan bahaya penularan virus dan kemungkinan orang tanpa gejala.
Meski demikian, masih ada ngabuburit di tempat umum. Egi sudah satu kali ngabuburit bersama teman-temannya di Karawaci, Kota Tangerang, Banten. ”Masih ramai jalan di sekitar situ,” ujarnya. Ia tidak memungkiri rasa takut yang muncul. Walakin sungkan menolak ajakan teman.
Baca juga: Ramadhan, Momentum untuk Memutus Penyebaran Covid-19
Umat Islam di Indonesia memulai hari pertama Ramadhan 1441 Hijriah pada Jumat (24/4/2020). Presiden Joko Widodo melalui video singkat yang disebarluaskan Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Kepresidenan mengharapkan masyarakat, khususnya umat Islam, menjadikan bulan Ramadhan sebagai momentum untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
”Mari kita sambut Ramadhan yang barokah sebagai momen untuk memutus rantai penularan wabah demi keselamatan diri, sanak saudara, dan seluruh bangsa,” kata Presiden. Jokowi mengajak semua umat Islam Indonesia menyambut Ramadhan dengan penuh rasa syukur.
Barokah
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak umat Islam berpikir dan bertindak dengan mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas, terutama di kala darurat karena pandemi Covid-19.
”Jangan semua disikapi seolah normal karena kondisi saat ini darurat. Apa tidak melihat kenyataan betapa dahsyatnya wabah korona ini? Amerika Serikat saja, jumlah korban meninggalnya paling banyak. Jangan menyepelekan wabah ini,” tuturnya menyikapi masih banyaknya umat Islam yang berkukuh beribadah di masjid.
Karena itu, melakukan ibadah Ramadhan di rumah merupakan pilihan yang tepat. Pilihan itu pun sudah berlaku di seluruh dunia, bahkan Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah juga tak menggelar shalat Jumat dan Tarawih.
Haedar kembali mengingatkan prinsip La dharara wa la dhirara, jangan berbuat yang menyebabkan kerusakan untuk diri sendiri dan bagi orang lain. Karena itu, semestinya dalam situasi darurat wabah, umat jangan beragama dengan semaunya sendiri-sendiri. Akan lebih baik jika umat mengikuti pendapat mayoritas yang disiarkan pada Al Quran dan As-Sunnah serta konteks situasi darurat umat manusia sedunia yang tengah dihadapi.
Sementara Ulama Muhammad Quraish Shihab mengatakan, ibadah wajib, yaitu puasa dan zakat fitrah, tidak ada kaitannya dengan Covid-19 karena dapat dilakukan umat Islam di mana saja dan kapan saja, termasuk dilaksanakan di dalam rumah. Demikian juga ibadah lainnya yang sering dilakukan umat Islam, yaitu tarawih, sebaiknya dilakukan di dalam rumah.
”Dengan adanya pandemi ini, shalat berjemaah yang mengumpulkan banyak orang diduga keras oleh ahlinya bisa menyebabkan penyakit. Dalam konteks ini, agama menetapkan bahwa memelihara kesehatan adalah kewajiban individu,” katanya.
Baca juga: Quraish Shihab: Umat Islam Tidak Perlu Memaksakan Diri ke Masjid
Selain itu, aktivitas berbuka puasa tidak ada kaitannya dengan aktivitas di masjid. ”Nabi Muhammad SAW itu dalam sabdanya berkata, siapa yang memberi buka orang yang berpuasa, dia akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan yang berpuasa itu. Memberi buka, kata Nabi, walau dengan seteguk air dan sebiji kurma dan itu bisa dilaksanakan tanpa terpengaruh dengan ini (Covid-19),” ucapnya.
Berada di dalam rumah selama bulan suci Ramadhan juga dapat dilakukan dengan bersedekah, misalnya dengan membagikan pakaian atau barang-barang yang sudah tidak terpakai untuk orang yang membutuhkan.
”Kita biasanya terjebak pada makna beribadah terbatas makna ritual keagamaan. Padahal, beribadah itu bisa dilakukan dengan banyak cara lainnya, termasuk bersedekah, berkumpul, dan bercengkerama dengan keluarga,” ujarnya.