Pelaksanaan PSBB di DKI Jakarta dinilai belum efektif oleh Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya. Itu karena masih ada ketidakpatuhan, katebelece dari pemerintah pusat, serta data bansos yang tidak akurat.
Oleh
Helena F Nababan
·6 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Pandemi Covid-19 sepertinya tak menyurutkan semangat para pedagang unggas dan pehobi burung berkicau untuk melakukan transaksi jual beli di bawah jembatan layang Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Minggu (19/4/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki hari ke-10 pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di DKI Jakarta, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menilai pelaksanaan PSBB di DKI Jakarta tidak efektif. Masih banyak pelanggaran yang terjadi, sementara dari pemerintah pusat masih mengeluarkan izin usaha yang berdampak masih ada warga atau tenaga kerja yang bermobilitas.
Teguh P Nugroho, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Senin (20/4/2020), menjelaskan, selama pekan pertama pelaksanaan PSBB masih banyak pelanggaran, masih banyak warga pekerja harian yang masih bekerja, masih ada katebelece dari pemerintah pusat, serta di pekan pertama polisi belum bisa melakukan penindakan.
Katebelece yang dimaksud misalnya, dalam pekan pertama PSBB, Kemenhub mempunyai keputusan sendiri, Kemenperin punya keputusan sendiri, juga Kemenkes punya keputusan sendiri. Terlebih, dalam pekan pertama PSBB itu polisi belum bisa melakukan penindakan karena masih masa transisi sehingga polisi lebih banyak melakukan tindakan persuasif.
”Kita paham, PSBB ini sanksinya bukan tilang, melainkan pidana. Kalau dari awal ada pidana, penuh nanti rutan. Karena ini bukan tilang Rp 100.000-Rp 500.000 lalu selesai, tetapi pidana. Jadi, mau tidak mau, kami sangat mengerti kalau seminggu pertama lebih ke promotif. Imbauan,” tutur Teguh.
Kemudian, lanjut Teguh, di pekan pertama, Pemprov DKI juga sudah mulai menyalurkan bantuan sosial meski data yang dipergunakan belum jelas, data milik pusat atau data milik DKI Jakarta.
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho
”Tapi itu cukuplah satu minggu pertama. Di minggu kedua harusnya ada perkembangan yang lebih maju karena harusnya lebih tertata,” ucapnya.
Namun, lanjut Teguh, dengan pekan pertama saja masih merupakan pekan transisi, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menilai PSBB di DKI Jakarta belum efektif dan pasti akan diperpanjang. Sekarang ini masa transisi kecuali di tahap dua ada penegakan hukum dan penyaluran bansos sudah sebagian.
”Sekarang masyarakat masih banyak keluar karena bansos baru sebagian. Jadinya, kalau kita menyalahkan masyarakat sepenuhnya, ya, bagaimana. Kalau kita kelas menengah mungkin bisa. Namun, kalau pekerja harian, bagaimana. Mereka, kan, tidak dalam kondisi normal,” tuturnya.
Tambahan lagi, melihat dari jumlah kasus yang belum menurun dan masyarakat belum patuh, Teguh yakin PSBB di DKI Jakarta pasti akan diperpanjang. ”Kecuali pemerintah pusat memutuskan PSBB dihapus dan diganti karantina wilayah,” kata Teguh menegaskan.
Sebelumnya, Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, dalam rapat koordinasi dengan Tim Pengawas DPR RI, Kamis (16/4), menjelaskan, PSBB ini memang membutuhkan kampanye kesadaran yang amat serius. ”Penegakan aturan akan kita laksanakan. Kita meyakini bahwa harus ada proses edukasi karena pemahaman atas masalah virus ini belum merata di masyarakat,” kata Anies.
Memang ada disampaikan, jalan protokol itu sepi, lebih sunyi. Memang secara umum yang bekerja di wilayah-wilayah ini relatif memiliki informasi yang lengkap, memahami lebih lengkap, sehingga mereka lebih waspada. Itu terlihat di pusat-pusat perkantoran di Jalan Sudirman, Thamrin, Kuningan, dan Gatot Soebroto. Kawasan-kawasan itu memang terjadi penurunan kegiatan yang amat serius.
Kompas/Wawan H Prabowo
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghadiri pelantikan Ahmad Riza Patria sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta sisa masa jabatan 2017-2022 di Istana Negara, Rabu (15/4/2020).
Di tempat-tempat lain, itu masih belum. Yang dibutuhkan paling utama adalah edukasi publik, pengajaran mengenai bahaya Covid-19. Yang kedua adalah penegakan aturan.
”Kami memang menyampaikan kita akan menegakkan aturan, bahkan bisa mencabut izin usaha. Itu semua kita lakukan bertahap dari mulai pemberitahuan, kemudian bila terjadi pengulangan, baru kemudian kita melakukan tindakan. Kenapa? Karena pada prinsipnya, ini bukan soal penegakan aturannya saja. Namun, ini soal menyebarkan kesadaran atas bahaya Covid-19 ini,” papar Anies.
Lalu, lanjut Anies, perlu digarisbawahi juga bahwa pembatasan, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020, itu diberlakukan 14 hari. ”Padahal, dalam kenyataannya, wabah seperti ini itu tidak bisa selesai dalam 14 hari. Karena itu, hampir pasti PSBB ini harus diperpanjang,” katanya.
Padahal, dalam kenyataannya, wabah seperti ini itu tidak bisa selesai dalam 14 hari. Karena itu, hampir pasti PSBB di Jakarta harus diperpanjang.
Tapi berapa lamanya, Anies melanjutkan, saat ini, di seluruh dunia belum ada yang bisa selesai. Bahkan, di Tiongkok pun, Wuhan masih menghadapi masalah, padahal mereka sudah berjalan lebih dari 4 bulan. ”Sepertinya kita di Jakarta juga harus bersiap untuk periode yang mungkin agak panjang. Mudah-mudahan cepat selesai. Kalau cepat selesai, insya Allah kita leluasa untuk bergerak lagi. Namun, apabila panjang, kita harus bersiap,” tutur Anies.
Sementara itu, dari Balai Kota DKI Jakarta, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menyampaikan perkembangan terkini per 20 April 2020. Widyastuti memaparkan, sebanyak 237 orang dinyatakan telah sembuh, dari total 3.112 orang kasus positif, dengan jumlah pasien meninggal sebanyak 297 orang.
”Sebanyak 1.826 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit dan 752 orang melakukan self isolation di rumah. Dan, sebanyak 869 orang menunggu hasil laboratorium,” paparnya.
KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti di kantornya, Senin (28/1/2019).
Adapun untuk orang dalam pemantauan (ODP) berjumlah 5.750 orang (5.166 sudah selesai dipantau dan 584 masih dipantau) dan pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 5.191 orang (3.711 sudah pulang dari perawatan dan 1.480 masih dirawat).
Widyastuti turut menerangkan, untuk tes cepat masih terus digalakkan di enam wilayah kota/kabupaten administrasi DKI Jakarta dan pusat pelayanan kesehatan pegawai (PPKP). Total sebanyak 58.722 orang telah menjalani tes cepat dengan persentase positif Covid-19 sebesar 3,9 persen, dengan rincian 2.313 orang dinyatakan positif Covid-19 dan 56.409 orang dinyatakan negatif.
Sementara itu, terkait pelaksanaan bantuan sosial pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sejak 9 April 2020, Pemprov DKI Jakarta telah mendistribusikan bantuan sosial untuk warga miskin dan rentan miskin yang terdampak Covid-19.
Pada Senin (20/4), bantuan sosial didistribusikan di 26 Kelurahan di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat. Total paket yang didistribusikan sebanyak 88.942 paket. Pemprov DKI Jakarta berupaya maksimal agar distribusi bantuan sosial dapat dilaksanakan sesuai jadwal.
Adapun bantuan yang diberikan berupa paket bahan pangan pokok (beras 5 kg 1 karung, sarden 2 kaleng kecil, minyak goreng 0,9 lt 1 pouch, biskuit 2 bungkus), masker kain 2 buah, dan sabun mandi 2 batang. Tidak ada pemberian berupa uang tunai pada bantuan sosial ini.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al-Barokah menggunakan gerobak untuk mendistribusikan sedekah sembako ke rumah-rumah warga di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, Jumat (17/4/2020).
Target penerima bantuan sosial sebanyak 1,2 juta kepala keluarga yang bermukim di DKI Jakarta. Program ini bersumber dari realokasi anggaran APBD Provinsi DKI Jakarta.
Keputusan gubernur harus segera terbit
Terkait kegiatan bansos selama PSBB, Teguh melanjutkan, memang DKI Jakarta bisa menggunakan Pergub No 33/2020 sebagai dasar hukum pelaksanaan bansos.
”Kalau bansos dalam Pergub No 33/2020 itu sudah ada dasar hukumnya, yaitu Pasal 21 Ayat (1 dan 2). Dalam masa kedaruratan itu dibolehkan memberikan bansos dengan catatan tidak untuk memperkaya diri sendiri atau tidakan koruptif,” kata Teguh.
Namun, sebaiknya, dalam kurun selambatnya 14 hari sejak pergub itu terbit, yaitu pada 7 April, setidaknya regulasi berupa keputusan gubernur (kepgub) harus segera terbit.
”Kepgub itu untuk mengatur daftar penerima. Siapa-siapa yang akan dan berhak menerima, lalu juga kriteria penerima bantuan sosial dimasukkan di kepgub itu,” katanya.
”Kita tahu buruknya basis data bansos di Indonesia. Mau pusat atau daerah, data bansos kacau balau. Makanya, dalam batas waktu yang patut, menurut kami dari tanggal 7 sejak dikeluarkan pergub sampai sekarang sudah jalan 10 hari, seharusnya DKI sudah memiliki data penerima itu dan sudah sinkron dengan data Kemensos ataupun Disnakertrans supaya tidak ada tumpang tindih bantuan yang dibagikan kemensos atau DKI,” papar Teguh lagi.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga membawa bantuan sosial dari Sahabat Anak di Manggarai, Jakarta Selatan, Sabtu (18/4/2020).
Terkait pendataan, Teguh menyarankan supaya DKI Jakarta mengoptimalkan peran RT dan RW karena mereka yang terdekat dengan masyarakat. Namun, karena tugas pendataan ini bukan tugas utama RT atau RW, Ombudsman menyarankan supaya Pemprov DKI Jakarta juga menyediakan anggaran lebih ke RT dan RW selama masa transisi ini untuk melakukan perkerjaan itu.
”Karena ujung tombaknya di RT dan RW,” ucap Teguh.
Hal-hal tersebut, lanjut Teguh, akan disampaikan dalam rapat evaluasi dua minggu PSBB. ”Kenapa dua minggu? Karena seminggu pertama itu masa transisi, polisi belum bisa karena harus ada tindakan persuasif dulu. Pemprov juga sudah menyalurkan bansos,” tutur Teguh.