Para pengguna ”commuter line” berharap layanan kereta tetap beroperasi meskipun ada pembatasan sosial berskala besar di wilayah Jabodebek. Sebab, tidak semua perusahaan menerapkan bekerja dari rumah.
Oleh
sharon patricia
·4 menit baca
Ade (32) berlari menuju commuter line di Stasiun Bogor, Rabu (15/4/2020) sekitar pukul 05.40. Tak lama setelah Ade masuk, kereta pun ditutup untuk membatasi jumlah pengguna meski jadwal keberangkatan sebenarnya pada pukul 05.57 untuk tujuan Stasiun Jakarta Kota.
Semua menumpang duduk di kursi, tidak ada yang berdiri. Menurut Ade, keadaan ini jauh lebih sepi dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya.
Berkurangnya jumlah pengguna commuter line (KRL) salah satunya disebabkan oleh penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah DKI Jakarta. Mulai hari ini, PSBB juga berlaku untuk wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi (Bodebek) sebagai upaya memutus rantai penyebaran coronavirus disease (Covid-19).
Pemberlakuan PSBB di wilayah Bodebek juga diiringi dengan permintaan dari sejumlah kepala daerah agar menghentikan layanan KRL. Masyarakat berharap langkah ini tidak diambil.
Sebagai karyawan yang bekerja di toko onderdil di daerah Sawah Besar, Jakarta Pusat, Ade mengatakan, dirinya masih harus masuk kerja setiap hari, kecuali hari Minggu dan tanggal merah. Ia pun mengandalkan KRL sebagai transportasi menuju tempat kerja dan pulang ke rumah.
”Kalau saya enggak kerja, istri dan anak mau makan apa? Saya sebenarnya keberatan kalau layanan KRL ini sampai dihentikan karena tidak semua perusahaan menerapkan WFH (bekerja dari rumah). Kalau bawa kendaraan sendiri, pulang pergi Bogor-Jakarta itu malah akan menguras tenaga,” tutur Ade.
Begitu pun yang dialami oleh Ivone (48), karyawan di perusahaan sektor pelayaran yang masih harus masuk kantor meski hanya satu kali dalam seminggu. Sebagai pengguna KRL, ia kurang setuju apabila layanan transportasi ini dihentikan selama masa PSBB.
Menurut dia, layanan KRL harus tetap ada untuk membantu mobilitas karyawan yang tetap masuk kantor. Ini juga harus didukung para pengguna dengan lebih disiplin dalam menjaga kebersihan dan jarak aman.
”Kalau sampai diberhentikan (layanan KRL), ya, jangan. Kami yang mau mencari makan ini bagaimana nasibnya kalau tidak bisa pergi kerja. Apakah pemerintah mau menjamin kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi?” kata Ivone.
Keberatan penghentian layanan KRL juga datang dari Izul (36), karyawan di salah satu bank milik pemerintah di Jakarta. Kebijakan bekerja dari rumah yang ditetapkan tidak benar-benar setiap hari dapat dilakukan, ia masih harus masuk setidaknya tiga hari dalam seminggu.
Sebagai pengguna KRL, Izul menilai penghentian layanan KRL memang baik untuk mencegah penyebaran Covid-19. Namun, itu tidak bisa diterapkan begitu saja mengingat masih banyak orang yang memerlukan KRL untuk sampai ke tempat kerja, termasuk dirinya.
”Untuk lebih mengefektifkan PSBB, saya rasa harus ada kerja sama yang kuat antara pemerintah dan perusahaan. Soalnya, di satu sisi memang kita juga takut dengan Covid-19, tetapi di sisi lain kita juga butuh makan,” kata Izul saat menunggu kereta di Stasiun Tebet.
Manajer Komunikasi Eksternal PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Adli Hakim Nasution menyampaikan, keputusan penghentian layanan KRL memerlukan aturan resmi, baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Sementara ini, layanan KRL akan tetap beroperasi sesuai dengan aturan PSBB.
Berkurang
Data PT KCI, jumlah pengguna KRL secara keseluruhan pada hari ini hingga pukul 09.00 ada sebanyak 48.800 orang, berkurang dari Selasa (14/4) yang mencapai 62.282 orang. Sementara jumlah perjalanan kereta untuk hari ini masih sama dengan kemarin, yakni 698 perjalanan.
Masyarakat, kata Adli, terus diimbau untuk mengikuti jam operasional yang berlaku selama PSBB. Sebab, apabila layanan KRL terus mengikuti waktu keberangkatan dari pengguna, penerapan PSBB pun tidak akan maksimal.
Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menyampaikan, terkait masih banyaknya pengguna KRL, tugas dari pemerintah untuk menyisir perusahaan-perusahaan mana saja yang mungkin masih beroperasi di luar dari Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020.
Dalam pergub tersebut, ada beberapa sektor yang masih diperbolehkan melakukan usaha di tengah pandemi Covid-19. Sektor usaha tersebut antara lain kesehatan, pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, dan kebutuhan sehari-hari.
”Sebenarnya yang harus dihentikan adalah kegiatannya dan bukan transportasi. PT KCI pasti akan siap mengikuti aturan PSBB, tetapi untuk KRL harus diputuskan satu kesatuan wilayah Jabodetabek, bukan masing-masing wilayah PSBB,” ujar Djoko.
Tak hanya itu, apabila layanan KRL dihentikan, pemerintah juga harus sudah memikirkan akan ada sekitar 6.000 tenaga outsourcing di PT KCI yang akan kehilangan pekerjaan. ”Apakah pemerintah daerah atau pusat menjamin akan menanggung biaya hidup mereka selama KRL tidak beroperasi?” kata Djoko.