Transportasi Umum Tempat Penularan Covid-19, Bagaimana Bila Tak Bisa Menghindarinya
Kerumunan dalam ruangan yang relatif sempit mudah tercipta dalam berbagai moda tranportasi umum menjadikan KRL atau bus Transjakarta sebagai titik penularan wabah Covid-19. Bagaimana jika kita tak bisa menghindarinya?
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kerumunan dalam ruangan yang relatif sempit mudah tercipta dalam berbagai moda tranportasi umum, dari kereta rel listrik (KRL) hingga bus Transjakarta. Dua aspek ini dapat menjadikan transportasi umum sebagai titik penularan Covid-19.
Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko Wahyono pada Senin (13/4/2020) mengatakan bahwa penularan Covid-19 hanya bisa ditahan melalui pembatasan sosial yang memadai. Untuk itu, pembatasan jumlah penumpang dalam sebuah moda transportasi umum menjadi sangat krusial.
Pasal 18 Ayat (7) Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020 yang menjadi rujukan teknis pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta menetapkan bahwa kapasitas moda transportasi dibatasi hanya menjadi 50 persen kapasitas normal agar pembatasan fisik dapat dijalankan.
Tri berpendapat, pembatasan jumlah penumpang transportasi dibatasi 50 persen masih belum efektif. ”Masih banyak itu, menurut saya, tidak bisa melakukan pembatasan secara fisik,” kata Tri saat dihubungi Kompas.
Aturan yang sama juga menetapkan bahwa batas minimal antarpenumpang adalah satu meter. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyampaikan imbauan serupa. Sementara NHS (National Health Service) Layanan Kesehatan Nasional Inggris memberikan anjuran untuk menjaga jarak minimal dua meter atau sekitar tiga langkah antar-orang untuk mengurangi risiko penyebaran.
Ia memahami bahwa banyak perusahaan yang beroperasi pada masa PSBB, tetapi idealnya, menurut Tri, hanya mereka yang benar-benar termasuk dalam sektor usaha esensial yang bekerja. Sehingga jumlah pengguna transportasi umum bisa ditekan.
Lalu, tes cepat dapat dilakukan terhadap mereka yang masih bekerja ini. Diharapkan, dengan tes ini, hanya orang-orang yang tidak terinfeksi Covid-19 yang menggunakan transportasi umum. ”Kami yakinkan bahwa di situ tidak ada transmisi,” kata Tri.
Pakar epidemiologi Columbia University Amerika Serikat Stephen Morse mengatakan, secara umum, ada dua faktor yang menentukan peluang penularan virus di suatu tempat; tingkat kepadatan atau keramaian; dan durasi seseorang berada di dalam ruangan tersebut.
Dengan mempertimbangkan kedua faktor tersebut, transportasi umum massal, seperti KRL ataupun bus Transjakarta, mengandung risiko yang besar untuk menjadi tempat penularan virus.
Upaya disinfeksi permukaan interior kendaraan umum dapat dilakukan untuk mengurangi risiko penularan. Namun, Morse mengatakan, upaya pencegahan penularan yang lebih signifikan dampaknya adalah langkah mandiri masyarakat; seperti disiplin mencuci tangan dan tidak menyentuh wajah.
Morse juga mengingatkan untuk menutup mulut dan hidung ketika bersin; guna mengurangi kemungkinan penyebaran virus. Setiap orang juga diminta untuk tidak menggunakan transportasi umum apabila merasa tidak sehat.
”Perilaku manusia adalah salah satu faktor terpenting dalam penyebaran virus,” kata Morse kepada New York Times.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang lebih sering berpergian menggunakan transportasi umum memiliki risiko lebih besar terkena penyakit menular, seperti flu.
Penelitian berjudul ”Aerosol and Surface Stability of SARS-CoV-2 as Compared with SARS-CoV-1” yang dipublikasikan di jurnal New England Journal of Medicine (NEJM) menunjukkan bahwa virus korona pemicu Covid-19 dapat bertahan hingga 72 jam di permukaan baja antikarat (stainless steel) dan plastik; material yang sering ditemukan di moda transportasi umum.
Penelitian yang dilakukan oleh Lara Gosce dari University College London dan Anders Johansson dari University of Bristol, Inggris, menunjukkan bahwa orang yang lebih sering bepergian menggunakan transportasi umum memiliki risiko lebih besar terkena penyakit menular, seperti flu.
Meski demikian, dalam sebuah penelitian pada 2011, ditemukan bahwa sistem kereta bawah tanah New York City, New York, AS, diduga hanya menyumbang sekitar 4 persen dari total infeksi flu yang terjadi.
Ahli mikrobiologi University of Arizona, Charles Gerba,, mengatakan kepada New York Post, ada sejumlah langkah sederhana untuk mengurangi risiko penularan virus korona di transportasi umum.
Pertama, cuci tangan dengan sabun atau dengan cairan antisepktik pembersih tangan begitu turun dari transportasi umum. Kedua, menghindari kerumunan. Mengingat penularan Covid-19 adalah melalui droplet, jarak satu orang dengan yang lain menjadi sangat krusial.
”Kalau memungkinkan, hindari jam sibuk. Semakin sedikit orang di gerbong, semakin rendah risiko penularannya,” kata Gerba.
Ketiga, cuci barang bawaan yang menyentuh lantai kereta atau bus. Tas yang menyentuh lantai, sebaiknya segera diseka dengan tisu antiseptik atau cairan disinfektan. Keempat, hindari penggunaan ponsel selama bertransportasi umum. Terakhir, hindari makan atau minum di dalam kendaraan umum.