Di balik proses pemakaman korban yang meninggal akibat Covid-19, ada kisah nestapa para petugas yang mengantar ke peristirahatan terakhir. Mereka melawan ketakutan terjangkit Covid-19 demi memuliakan jenazah korban.
Puluhan gundukan tanah yang masih basah, tanpa bertabur bunga, terlihat di Tempat Pemakaman Umum Padurenan, Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (10/4/2020). Itulah makam yang menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi jenazah korban Covid-19.
Fadli Muhamad (28), petugas pemakaman di TPU Padurenan, masih ingat hari-hari yang dilaluinya bersama 26 rekannya saat memakamkan jenazah-jenazah tersebut. Sejak kasus Covid-19 merebak di Bekasi, setiap hari ada 2-3 jenazah yang diantar ambulans dari sejumlah rumah sakit untuk dimakamkan di TPU itu dengan prosedur penanganan Covid-19.
Selama 12 tahun bekerja, baru beberapa hari ini bapak satu anak itu diliputi ketakutan dan kecemasan saat memakamkan jenazah. Banyaknya korban akibat Covid-19 membuat nyali menciut, apalagi saat bersentuhan langsung dengan jenazah korban. Fadli tak hanya khawatir tertular Covid-19, tetapi juga khawatir menularkan virus itu kepada keluarganya.
Namun, kecemasan dan kekhawatiran itu berangsur luruh oleh rasa kemanusiaan. Hatinya serasa tersayat kala memakamkan jenazah korban Covid-19, yang beberapa di antaranya tanpa diantar oleh keluarga. Kalaupun ada pihak keluarga jenazah yang ikut mengantar, mereka harus berdiri lebih dari 50 meter dari liang kubur. Berdoa atau menangis hanya boleh dari jauh.
Berbekal alat pelindung diri mulai dari helm, masker, kacamata, kaus tangan, baju pelindung, hingga sepatu, Fadli dan rekan-rekan tetap berupaya memberikan penghormatan terbaik bagi jenazah. Saat mengenakan alat pelindung diri lengkap, mereka merasakan pengap dan panas, hingga keringat bercucuran di sekujur tubuh. Namun, itu mereka abaikan.
Ironisnya, ada jenazah korban Covid-19 yang dimakamkan tanpa peti. Fadli ingat, pada 26 Maret 2020, ia dan rekan-rekannya berupaya mencari peti jenazah ke beberapa tempat, termasuk ke rumah sakit. Namun, saat itu stok peti jenazah benar-benar kosong. ”Keluarga yang kami hubungi juga tidak bersedia datang. Mereka hanya berpesan agar makam keluarganya ditandai,” ucap Fadli.
Jenazah lalu dikuburkan seadanya. Para petugas pemakaman pun diselimuti ketakutan dan kecemasan ketika harus memakamkan korban Covid-19 tanpa peti jenazah. Hingga 15 hari setelah pemakaman, belum ada keluarga yang mengunjungi makam itu. Twel (48), petugas pemakaman lain, juga merasakan kengerian pada saat awal memakamkan jenazah korban Covid-19.
Bahkan, saat selesai bekerja dan pulang ke rumah, dia masih diliputi kecemasan, hingga sulit tidur. Kekhawatiran terbesarnya adalah tertular, hingga dijauhi masyarakat yang juga takut tertular. Rasa khawatir itu berangsur berkurang saat ia dan rekannya sesama petugas pemakaman berbagi cerita tentang ketakutan masing-masing.
Perasaan senasib seperjuangan membuat mereka saling menguatkan. Mereka yakin, setiap perbuatan baik pasti dibalas dengan keselamatan dan kesehatan.
Di waktu senggang, mereka juga sering bercanda dan saling mengejek untuk menghilangkan rasa cemas. ”Candaannya, kami makin putih ya, karena sehari bisa mandi sampai sepuluh kali. He-he-he,” kata Twel.
Setiap kali selesai memakamkan satu jenazah, mereka memang bergegas mandi serta merendam dan mencuci alat pelindung diri itu memakai sabun cuci. Alat itu kemudian dijemur dan baru kembali digunakan saat sudah kering.
Upah normal
Sebagai garda terdepan yang menangani jenazah korban Covid-19, para petugas pemakaman itu tidak diberi tunjangan khusus. Mereka tetap diberi upah normal berupa gaji bulanan sebesar Rp 3,5 juta. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pemakaman Dinas Perumahan Kota Bekasi Yayan Sopian setiap hari mendampingi anak buahnya untuk menyemangati dan menguatkan mereka.
Ia mengatakan, Pemerintah Kota Bekasi menjamin segala kebutuhan para petugas pemakaman, mulai dari alat pelindung diri, makanan, vitamin, hingga obat-obatan. ”Saya juga rutin konsultasi dengan dokter di rumah sakit terkait risiko tertular. Dokter memastikan, jenazah sebelum dibawa ke tempat pemakaman sudah (memenuhi standar) safety (keamanan). Alhamdulillah, sampai hari ini, kami semua di UPTD sehat. Hasil rapid test juga sehat,” ujarnya.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Sabtu (11/4/2020), mengatakan, ada 56 warga yang dimakamkan di TPU Padurenan dengan prosedur tetap Covid-19. Dengan segala keterbatasan dan risiko bagi petugas pemakaman, jenazah korban Covid-19 di Bekasi tetap mendapat perlakuan yang layak.
Di sejumlah tempat, seperti Bandar Lampung di Lampung serta Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Semarang di Jawa Tengah, jenazah korban Covid-19 justru sempat mendapat penolakan dari warga saat hendak dimakamkan.
Penolakan yang mengoyak rasa kemanusiaan itu dipicu kekhawatiran berlebih dan minimnya pemahaman warga terhadap virus korona baru. Mereka yang menjadi korban Covid-19 sepatutnya mendapat perlakuan yang layak dan tidak diberi stigma buruk. Terlebih para pejuang kemanusiaan yang ada di garda terdepan, seperti paramedis dan para petugas pemakaman.