Ruang Kerja Bersama, Daya Tarik, dan Tantangan Pandemi
Ruang kerja bersama (co-working space) sudah hadir di Indonesia sejak 10 tahun lalu. Namun, masih banyak warga yang belum mengetahuinya.
Oleh
Krishna P Panolih, Litbang Kompas
·4 menit baca
Ruang kerja bersama (co-working space) sudah hadir di Indonesia sejak 10 tahun lalu. Namun, masih banyak warga yang belum mengetahuinya. Meski demikian, bekerja di ruang kerja bersama tersebut diyakini membuat lebih produktif dan kreatif dalam bekerja.
Co-working space (CWS) merupakan cara kerja yang bersifat fleksibel, cenderung tanpa sekat (kubikel) dengan sejumlah fasilitas memadai plus desain kekinian. Mengacu pada laman wiki.coworking.org, yang penting adalah bekerja bersama sambil membangun jaringan komunitas yang berkelanjutan sehingga bisa menghasilkan cara kerja yang lebih baik.
”Ruang kerja bersama” berawal dari dua nama yang jenuh dengan konsep ruang kerja formal, yaitu Bernard Louis De Koven dan Brand Neuberg. De Koven, desainer gim pada 1999, membayangkan sebuah ruang kerja yang fleksibel dan mengikuti perkembangan teknologi.
Angan-angan Koven direalisasi Neuberg melalui ”San Francisco Coworking Space” di San Francisco pada tahun 2006. Momen inilah yang banyak dianggap sebagai cikal bakal CWS yang resmi.
CWS di Indonesia baru muncul tahun 2010. Diprakarsai Yohan Totting yang mendirikan ”Hackerspace” di Bandung, Jawa Barat. Konsep ruang kerja dinamis ini menyebar ke Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Bali, Makassar, Padang, dan kota lainnya.
Menurut laman dailysocial.id, tahun 2017 merupakan masa berkembangnya CWS saat ada 180 operator. Beberapa di antaranya WeWork, Block71, JustCo, Spaces, Avenue8, CoHive, dan GoWork.
Meski demikian, hampir 70 persen responden jajak pendapat Kompas di sejumlah kota besar di Indonesia belum mengetahui keberadaan ruang kerja bersama tersebut. Hanya sekitar 20 persen yang paham bahwa ruang kerja bersama adalah ruang kerja yang bisa disewa dengan sejumlah fasilitas ala kantor dan sarana pendukung lainnya. Sebanyak 9 persen mengaku tahu soal CWS, tetapi mereka menganggapnya sebagai tempat nongkrong ala kafe yang bisa digunakan sebagai tempat kerja berjam-jam.
Selain itu, keberadaan co- working space juga belum merata ke seluruh wilayah Indonesia. Co-working space, menurut responden, terbanyak ada di Surabaya, diikuti Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, Semarang, Malang, dan Kota Tangerang.
Produktif dan kreatif
Seiring dengan minimnya pemahaman ruang kerja bersama, penggunanya pun hanya sekitar 20 persen. Mereka yang sering memanfaatkan tiga perempatnya merupakan generasi milenial.
Sebuah laporan PBB menyebutkan, 20 persen dari sekitar 200 juta perjalanan internasional adalah generasi milenial (Kompas, 25/10/2019). Kaum muda ini dikenal hobi menggabungkan perjalanan bisnis sambil berlibur (bleisure). Di sisi lain, karyawan swasta tercatat yang paling banyak (28,9 persen) menggunakan CWS. Disusul 22 persen pelajar/mahasiswa, dan 16 persen wiraswasta.
Daya tarik CWS lebih pada konsep ruang yang tidak mengikat serta sarana pendukung yang tak kalah dengan kantor modern. Di Jakarta, pilihan CWS pun beragam fasilitas, mulai dari internet kecepatan tinggi, ruang pertemuan bergaya seni masa kini, lokakarya dan event, coffee shop, hingga staf yang siap membantu tiap saat. Sejumlah CWS lain bahkan menyediakan fasilitas pendukung, misalnya daycare, kebun hidroponik, konseling psikolog, dan menonton film.
Konsep ruang dengan desain tidak kaku, kekinian, serta cenderung tanpa sekat diyakini separuh lebih responden bisa membuat lebih produktif dan kreatif. Meski baru seperempat responden yang pernah mencoba menggunakannya.
Namun, di sisi lain ada seperempat responden yang pesimistis bekerja di co-work space akan membuat lebih produktif dan kreatif. Alasan utamanya, menurut 35 persen responden, CWS hanyalah tren. Pandangan pesimistis itu bisa jadi karena biaya tinggi, terutama bagi pelaku bisnis rintisan bermodal minim.
Ada pula sekitar 19 persen responden berpendapat, bekerja di CWS akan membuat pekerja kantoran tidak disiplin. Hal tersebut boleh saja benar karena terkadang ruang kerja yang tidak formal akan membuat karyawan lebih banyak berekreasi di kantor dibandingkan bekerja serius.
Diuji Covid-19
Namun, pada masa pandemi Covid-19 ini, sejumlah pemilik atau pengelola ruang kerja bersama harus bersiap dengan kekosongan pengunjung ataupun pembatalan kontrak dari penyewa. Keharusan bekerja dari rumah akan memindahkan konsep CWS di sejumlah bangunan perkantoran/mal ke rumah tiap karyawan.
Pandemi Covid-19 ini akan membuat sebagian besar karyawan bekerja dengan lebih fleksibel di rumah. Tentunya dengan berbagai tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan di gedung perkantoran resmi ataupun co-working