Kualitas Udara Jakarta Membaik Selama Pembatasan Sosial
Kualitas udara Jakarta akan semakin membaik apabila pembatasan sosial berlangsung secara ketat dan disiplin.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kualitas udara Jakarta cenderung membaik selama pembatasan sosial karena berkurangnya aktivitas warga. Namun, kondisi itu tidak berarti Ibu Kota bebas dari polusi.
Pada Kamis (2/4/2020) pukul 17.30, kualitas udara Jakarta adalah 59 atau level sedang dengan PM 2,5 sebesar 15,8 µg/m3 (mikrogram per meter kubik). Hasil pemantauan AirVisual juga menunjukkan, rata-rata PM 2,5 di Jakarta turun, yakni dari 63,4 µg/m3 pada Sabtu (28/3/2020) menjadi 20,8 µg/m3 pada Rabu, 1 April.
Warga merasakan kualitas udara yang cenderung membaik itu. Salah satunya Aji (27), pengguna kereta rel listrik. Aji merasa lebih segar menghirup udara belakangan ini. Pada saat yang sama, langit Jakarta terlihat berwarna biru cerah, sementara biasanya berwarna abu-abu yang mengarah gelap.
”Di jalan kendaraan bermotor berkurang. Warga juga kebanyakan beraktivitas di rumah (pembatasan sosial) dan keluar kalau ada hal penting. Saya yakin, tingkat polusinya semakin berkurang,” ucap Aji.
Langit biru juga lebih sering dilihat Lala Setyani (26), warga Jakarta Selatan, semenjak pembatasan sosial. Menurut dia, imbauan bekerja dari rumah otomatis mengurangi kendaraan bermotor sebagai salah satu sumber polusi. ”Langitnya cerah, jarang-jarang terlihat seperti ini,” ujar Lala.
Sementara Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) mencatat polusi udara Ibu Kota turun tipis pada 10 hari pertama pembatasan sosial. Sepekan kemudian barulah polusi udara turun drastis. Data tersebut diperoleh dan dianalisis dari stasiun pemantau kualitas udara ambien.
Dalam rentang 16-25 Maret, rata-rata kualitas udara berada dalam kondisi tidak sehat dengan konsentrasi PM 2,5 sebesar 44,55 µg/m3. ”Selanjutnya memang kualitas udara membaik. Hari-hari ini polusi turun drastis, sekarang konsentrasi PM 2,5 berkisar 10-15 µg/m3,” ujar Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin.
Hal berbeda terjadi pada pemantauan kualitas udara pinggir jalan. Konsentrasi PM 10 turun drastis pada 10 hari pertama pembatasan sosial. PM 10 turun dari rata-rata 160 µg/m3 menjadi kisaran 40-60 µg/m3. Rata-rata harian ini menunjukkan kualitas udara cukup bagus.
Menurut Safrudin, PM 10 turun lebih cepat karena kendaraan bermotor sebagai salah satu sumber polusi berkurang di jalan raya sehingga polusinya langsung turun. Hal itu tidak berlaku dengan pemantau kualitas udara ambien.
”Meskipun sumber polusi berkurang, belum tentu polusinya turun. Penyebabnya, partikel halus yang melayang lebih lama di udara,” katanya.
Penurunan PM 10 juga tercatat oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional melalui pemodelan data satelit Copernicus Atmosphere Monitoring Service. Secara umum, terjadi penurunan PM 10 di atas wilayah Indonesia bagian barat saat pandemi Covid-19. Hal ini mungkin terjadi seiring dengan berkurangnya aktivitas warga, transportasi, dan industri, termasuk di wilayah negara tetangga.
Kronis
Partikel halus melayang semakin lama di udara karena pencemaran di Jakarta sudah kronis. Hal itu memungkinkan partikel tersebut berada sangat tinggi mencapai 10.000 meter dari permukaan tanah atau lebih tinggi dari awan.
Safrudin mengatakan, pencemaran yang terjadi secara terus-menerus telah mendorong partikel semakin tinggi. Alhasil, polusi cenderung turun pada malam hari, lalu naik di pagi hari.
”Polutan menjadi aerosol dan tidak terpengaruh gravitasi karena ukurannya yang halus. Hujan sekalipun tidak serta-merta membersihkannya,” ujarnya.
Saat pembatasan sosial berlangsung, polutan yang menjadi aerosol perlahan turun karena tekanan polusi dari bawah berkurang. Apabila warga disiplin menerapkan pembatasan sosial, aerosol akan semakin turun dan dapat dibersihkan saat hujan.
Safrudin menambahkan, banyak faktor lain yang turut menyumbang polusi udara di Jakarta. Misalnya, asap pabrik dari industri di Bodetabek hingga pembangkit listrik di Cilegon, Banten, dan Indramayu, Jawa Barat.
”Meskipun berjarak ratusan kilometer, partikel terbawa oleh angin sehingga memengaruhi kualitas udara ambien,” katanya.